MEDIA ONLINE IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH BIMA

Rabu, 17 Juli 2013

Arah dan Tujuan Kader IMM

 IMM dan Tujuan

Kader IMM memang tengah mengalami ketidak jelasan arah dan tujuan dalam mendefinisikan gerakannya sebagai kader Ikatan maupun secara komunal. Permasalahan ini didasari oleh kurangnya refleksi (pemahaman kembali) kader atas makna-makna yang coba ditawarkan oleh doktrin ideologis Ikatan. Minimnya referensi memang cukup berpengaruh dalam hal ini, apalagi dengan ditambah superioritas senior yang menghegemoni tafsir ideologis yang ada dalam Ikatan, menambah kedangkalan pemaknaan ideologis kader dalam usaha interaksinya dengan Ikatan.

Hegemoni senior memang menjadi masalah terkait dengan pengembangan intelektualitas kader. Memang di dalam Ikatan tidak ada yang namanya senior dan yunior seperti pada organisasi sekolah atau Himpunan namun tingkat kepengurusan (atau kepemimpinan dalam bahasa IMM) yang beralih dari satu generasi ke generasi berikutnya sedikitnya meyisakan adanya terminologi ini. Memang teramat berat bagi seorang senior untuk melepaskan atau melakukan transfer kunci-kunci gerakan baik itu referensi, wawasan, pengalaman, dan jaringan. Keengganan ini lebih didasarkan pada asumsi akan kehilangan wibawa dan pengaruh terhadap kader yuniornya. Apalagi transfer yang kerap kali terjadi hanya dari mulut ke telinga (secara lisan) dalam artian tidak ada upaya untuk menuangkan buah pemikiran tersebut dalam bentuk konkret (bentuk konkret di sini tidak selalu berarti kerja-kerja praksis). Dari sini telah terjadi ketergantungan maya yang sengaja maupun tidak saling berusaha tarik-menarik antar keduanya untuk tidak melepas tali ketergantungan tersebut, layaknya sekelompok orang bermain tarik tambang.

Keterlepasan hegemoni senior ini akan berakibat pada kembali meraba-rabanya kader yunior pada ranah pergerakan Ikatan. Kader akan mencoba mendefinisikan dengan paradigma masing-masing untuk kemudian menafsirkan secara utuh apa yang dimaknai bersama sebagai sebuah kemendasaran gerak Ikatan. Proses yang terjadi pasca itu adalah dinamika forum yang bernuansa dialektis karena masing-masing mempunyai penafsiran tersendiri terhadap apa yang dihadapi. Memang keputusan yang dihasilkan bisa jadi jauh dari yang diharapkan bila dibandingkan keputusan hanya diambil oleh komando senior yang cenderung instant. Namun yang perlu kita lihat di sini adalah mekanisme pengambilan keputusannya, bagaimana menjalani refleksi secara individu maupun kelompok dalam menafsirkan gerakan, yang mempunyai nilai lebih dari sebuah proses berorganisasi dalam Ikatan.5900_101990136478371_100000021562713_50497_1391198_a

Ada problem lain yang juga mempunyai jalinan terkait dengan problem di atas, yakni minimnya referensi. Minimnya referensi tidaklah menjadi alasan mendasar ketika zaman tengah demikian maju dimana telah banyak fasilitas pengakses informasi salah satunya dengan web-site Ikatan dan mail group ini. Dari sini akan ada pertukaran ide, gagasan, wacana yang akan mengelaborasi pemikiran-pemikiran kader dengan konsep keruangan dan waktu yang tidak lagi sempit seolah terbatas pada lokalitas wilayah gerak dan diskusi ruang-ruang nyata. Namun hal ini tidaklah menjadi alasan untuk kemudian menjadi tempat pelarian atas realitas objektif yang terjadi di sekitar kader, begitu pula kiprah kader selama berada di Ikatan. Karena sikap seperti itu akan kontraproduktif terhadap kader itu sendiri dimana kader hanya bermain pada dataran wacana yang melangit dan tidak tersalurkan secara wajar pada dataran praksis. Sikap seperti ini juga akan berdampak kurang baik pada perjalanan organisasi.

Kader seharusnya tetap aktif dan kritis dalam menjalani kehidupannya baik sebagai pribadi, anggota keluarga, mahasiswa, kader IMM, dan anggota masyarakat. Sungguh disayangkan bila kader Ikatan hanya berkutat pada pemenuhan ritual peribadahan saja dan dalam tingkatan pandai berwacana dan berdialektika tanpa ada tindakan konkret atas kaum yang tertindas, baik itu kaum dhuafa maupun anak jalanan. Penafsiran atas apa yang dilakukan pendiri Persyarikatan KH Ahmad Dahlan patut dijadikan teladan oleh kader. Beliau tidak hanya melakukan ibadah ritual untuk kepentingan dirinya sendiri, namun juga ibadah sosial yang bermanfaat bagi sesamanya. Di samping menunaikan ibadah beliau tidak lupa untuk berdakwah ke masyarakat. Aktivitas dakwah ini pula dijalan dengan ikhlas dengan pemberdayaan ekonomi melalui selingan aktivitas berdagang batik. Dari sini ada sebuah pemaknaan akan sumber-sumber Ilahiah (Al-Qur’an dan Sunnah) dengan pemahaman akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kala itu, sehingga beliau memutuskan untuk meluruskan arah kiblat Masjid Gedhe Kauman.

Kedangkalan penafsiran atas tindakan pendiri Persyarikatan ini tampak pada terjebaknya anggota Muhammadiyah saat ini pada pemenuhan amal usaha pada segi kuantitatif, hal ini ditandai pada jumlah institusi pendidikan, rumah sakit, dan rumah sosial yang didirikan. Memang kuantitas ini bukannya untuk dipersalahkan namun patut untuk dibanggakan. Namun kebanggaan tersebut tidaklah menjadi kebanggaan semu manakala institusi pendidikan Muhammadiyah kurang bisa menghasilkan kader-kader Muhammadiyah yang mumpuni. Kader-kader Muhammadiyah yang tengah menjalani tongkat kepemimpinan saat ini memang tidak sedikit yang merupakan hasil didikan Muhammadiyah secara struktural melalui institusi pendidikannya, namun hal tersebut tidaklah menafikan kader-kader Muhammadiyah yang tengah menempuh jalur pendidikan formal dan ber-Muhammadiyah secara kultural.

Kader-kader Muhammadiyah yang hidup dalam lingkungan institusi pendidikan bernuansa tidak Islami, apalagi bernuansa Muhammadiyah, diharapkan menjadi kader-kader yang berkualitas baik secara akhlak maupun intelektualitas. Kader yang dididik dalam Ikatan yang tidak diakui posisinya secara yuridis oleh birokrat kampus, tidak jauh berbeda dengan pergerakan mahasiswa lainnya, sudah selayaknya mampu melakukan penafsiran ideologis gerakan Ikatan sehingga dapat menerapkannya dalam dataran praksis baik secara individu maupun kolektif. Kader ini akan menguatkan basis referensi dan jaringan sebagai kekuatan moral dan intelektual yang dengan sendirinya akan membangun basis gerakan yang kuat dengan tafsir ideologis yang komprehensif atas dasar kesepahaman bersama.

Immawan Alif