Seabrek alasan dapat dikemukakan ketika dua sejoli memastikan dirinya
untuk pacaran. Ada yang beralasan bahwa mereka pacaran untuk mengisi
waktu kosong. Logikanya, daripada waktu terbuang sia-sia khan lebih baik
kalau dimanfaatkan untuk hal-hal yang ‘positif’. Tanpa aktivitas
pacaran, remaja ABG akan cenderung bengong saja atau paling banter
ngelamun, akibatnya sang waktu akan meninggalkannya di landasan pacu.
Jadi pacaran itu solusi bukan problem.
Mereka yang
mengantongi alasan begini akan meningkatkan kinerjanya dalam berpacaran
setiap ada waktu luang. Sementara syaithan bergoyang dombret sambil
berdendang cucok rowo untuk ngipasin mereka agar terlena. Umumnya
syaithan berhasil, buktinya remaja yang berpacaran cenderung mengisi
penuh semua waktu luangnya untuk pacaran. Kalau waktu luang ternyata
tidak ada maka mereka bisa menciptakan waktu luang.
Caranya,
kurangi jatah waktu belajar, jatah waktu bersih-bersih bantuin ortu di
rumah, jatah waktu berorganisasi, jatah waktu beribadah, jatah waktu
tidur, jatah waktu mandi dan tambah jatah waktu pacaran. Akhirnya,
pacaran bukan lagi sekadar ngisi waktu luang tapi justru membakar sekian
banyak jatah waktu. Syaithan memang pakar banget bikin jurang tampak
seperti singgasana.
Ada juga yang beralasan bahwa pacaran
itu dapat memberikan spirit untuk berprestasi. Karena dengan pacaran
sang pasangan akan selalu memberikan dorongan ataupun nasihat maupun
petuah. Petuah sang pacar biasanya langsung ditaati sehingga lebih
efektif daripada petuah ortu atau para ustadz. Kalau sang pacar
memberikan kritikan kontan saja kepalanya jadi membengkak dengan bibir
tersenyum, bangga karena itu berarti sebuah perhatian. Karenanya pacaran
dapat dipandang sebagai sarana untuk menjadikan remaja berjiwa dewasa,
penuh perhatian dan bisa menimbulkan perasaan saling mengasihi dan
saling membantu.
Alasan begini kelihatannya cukup dewasa.
Tapi sebentar dulu. Rasa perhatian dan saling membantu itu umumnya hanya
antar mereka berdua sebagai sejoli yang sedang kasmaran. Mereka hanya
memperhatikan sang pacar, cuek pada yang lain. Punya duit ingat dia,
punya makanan ingat dia, punya waktu sepi ingat dia, waduh syair
ndangdut.
Jadi, pacaran itu akhirnya dapat ngedongkrak
rasa egoisme, karena yang ada di otak hanya si dia. Lebih ngeri lagi
kalau di otaknya itu ternyata ada sel bermerk ngeres. Pacaran juga bisa
bikin orang otoriter, yang didengar cuma nasihat dan petuah dari mulut
sang pacar, karena di mulutnya ada madu dan di matanya ada pelangi,
mirip sinetronlah. Lihat saja, kalau ortu atau ustadz yang menasihati
pasti bibirnya langsung monyong dengan 1001 sinis. Dunia seakan hanya
milik mereka berdua, lautan dan kapalnya juga milik mereka berdua, dan
akhirnya tenggelam, wah yang ini ingat film Titanic.
Bahkan
ada remaja yang mohon kepada Tuan Sufi agar membolehkan pacaran,
istilahnya pacaran syari’ah. Misalnya yang ikhwan pakai koko putih
bersih dan akhwatnya pakai jilbab, dan sekali-kali melafadzkan bahasa
Arab dalam percakapan sehari-hari. Tapi aktivitas sayang-sayangan dan
berdua-duaan jangan dicabut. Kata Tuan Sufi, itu mah mengakali dan
menunggangi kata “syari’ah” yang mulia. Meski pakai koko dan sorban
serta minyak za’faran, pacaran itu tetap haram karena Rasullah saw.
melarang dua sejoli yang bukan mahramnya derdua-duaan di tempat tertentu
(khlawah). Yang ketiga dari mereka adalah syaithan dan syaithan selalu
mendorongnya agar bermaksiat. Naudzubillahi min dzalik. [Sadik]
Berteman Yes!, Pacaran No!
Laki-laki
dan wanita “ditakdirkan” untuk saling tertarik. Pesonanya kerap
memberikan suasana yang lain daripada yang lain. Pokoknya, bikin hidup
lebih hidup. Lihat deh iklan salah satu produk rokok untuk pasar remaja,
edisi “jatuh cinta”. Bener-bener lain dari yang lain. Maksudnya,
rasakan sendiri deh bedanya. Lho, kok nyuruh?
Hubungan
yang terjadi di antara mereka pun nggak jarang bikin heboh. Bahkan
banyak “diabadikan” melalui karya sastra dan seni yang bertebaran dalam
puisi, lagu, film, dan juga dalam cerpen atawa novel. Dalam lagu
misalnya, kayaknya nggak seru kalo nggak ada unsur hubungan antara dua
jenis manusia ini. Kamu bisa lihat sendiri, banyak musisi yang
menjadikan “kisah” hubungan antara kaum Adam dan kaum Hawa ini. Kisah
cinta di antara keduanya pun senantiasa menjadi cerita tersendiri yang
menarik untuk disimak. Kisah tentang kepedihan ataupun tentang
kebahagiaan, kedua sisi itu tetap punya pesona.
Jelasnya,
laki-laki dan wanita ibarat magnet yang berbeda kutub. Satu sama lain
saling memiliki daya tarik. Kalo yang laki kutub selatan, maka yang
perempuan sudah pasti kutub utara. Atau sebaliknya. Dua kutub ini pasti
saling tertarik dan menarik. Kalo nggak saling menarik berarti ada
apa-apanya. Misalnya, kedua magnet itu tidak saling berdekatan. Sebab,
“hukum asalnya”, magnet hanya akan saling menarik bila masih dalam medan
magnet yang bisa dijangkaunya. Kalo berjauhan dijamin kagak bakalan
saling menarik. Coba aja, satu magnet sepatu kuda di letakkan di
Bandung, dan magnet lainnya disimpan di Jakarta. Walah? He..he..he..
Sobat
muda muslim, hubungan antara lelaki dan wanita selalu menarik
perhatian. Bahkan ada teman yang bilang, bahwa intensitas pertemuan dua
lawan jenis ini bisa menimbulkan “energi” lain. Seperti rasa senang,
suka, cinta, bahagia, bahkan juga bisa kebencian. Wah, wah, wah. Kok?
Begini,
lelaki dan wanita memang diciptakan dengan kondisi yang berbeda satu
sama lain. Baik itu postur tubuh, cara bicara, cara berjalan, juga model
suaranya. Wis, pokoke berbeda banget di antara keduanya. Itu pulalah
yang kemudian dalam kehidupan sehari-hari memerlukan aturan baku yang
bisa menjaga hubungan di antara keduanya.
Dalam batasan
aurat misalnya, lelaki dan perempuan berbeda aturannya. Kalo perempuan
sekujur tubuhnya adalah aurat, kecuali muka dan kedua telapak tangannya.
Itu artinya, kalo keluar rumah, dan kalo ada lawan jenis yang bukan
mahrom di hadapannya, maka auratnya wajib tertutup rapat. Kalo anak laki
gimana? Wah, pasti kamu udah pada tahu dong. Yup, anak laki lebih
“ringan”. Maksudnya cuma bagian pusar sampe lutut. Dengan begitu, anak
laki kalo keluar rumah atau bertemu dengan lawan jenisnya kudu menutup
daerah batas aurat tersebut. Kalo melanggar, ya berdosa, dong.
Sobat
muda muslim, dalam kondisi di lapangan, kita memang nggak mungkin bisa
menghindarkan diri 100 persen dari lawan jenis. Nggak. Nggak mungkin.
Kalo pun bisa, gharizah an-na’u (naluri mempertahankan jenis) akan
senantiasa hadir dalam diri kita. Bedanya, dalam hal kuat atau tidaknya
gelombang perasaan tersebut. Mungkin kalo sering bertemu, gelombangnya
makin kenceng, bahkan mungkin menandingi gelombang tsunami (emangnya
bisa?). Tapi kalo jarang ketemu, bisa tenang. Terdeteksi sih, kalo ada
gelombang perasaan itu, tapi tak sedahsyat kalo sering bertatap wajah
atau dengerin suaranya di gagang telepon saat kita mengontaknya.
Nah,
karena kita nggak mungkin hidup menyendiri, maka antara lelaki dan
wanita juga bisa dibangun mitra kerja. Anggaplah untuk beberapa
keperluan, kita bisa bekerjasama dengan lawan jenis. Dalam bahasa
mudahnya, kita bisa berteman; entah di kampus, di pesantren, di sekolah,
atau di antara pengurus pengajian di lingkungan tempat kita tinggal.
Bisa aja kan itu terjadi. Dan memang mutlak terjadi. Hanya saja, perlu
aturan main juga, biar nggak kebablasan. Sebab, adakalanya di antara
kita yang lupa dan nggak ngeh. Mentang-mentang berteman, tapi yang
terjadi adalah gaul bebas. Kan itu bahaya binti gawat, iya nggak? Jadi
hati-hati deh!
Berteman dengan lawan jenis
Sebut
saja Rina, anak kelas 3 SMU ini terkenal sering curhat sama Ferry, teman
sekelasnya. Bagi Rina, punya teman curhat lawan jenis betul-betul
mengasyikkan. Alasan beliau, kalo dengan anak cewek lagi suka nggak enak
ati. Masih ada perasaan ragu dan khawatir. Apalagi kebetulan
temen-temen Rina mulutnya lebih dari satu. Maksudnya doyan ngegosip ke
sana kemari. Jadi Rina nggak mau curhat sama temen ceweknya itu. Sebab,
terlalu berisiko. Jangan-jangan masalah dirinya bakalan diobral kepada
siapa aja. Kan malu. Itu sebabnya Rina lebih percaya sama anak cowok.
Menurutnya, anak laki nggak banyak omong. Lagi pula, berdasarkan
pengalamannya, Ferry amat ngertiin kondisi dirinya. Karuan aja, itu
membuat Rina makin percaya sama anak cowok sekelasnya itu. Maklumlah,
anak cowok kan berbeda dalam mengendalikan emosinya ketimbang anak
cewek. Benarkah?
Jadi deh, Rina lengket sama Ferry, bahkan
punya lagu kebangsaan segala. Apalagi kalo bukan lagu Sobat-nya Padi.
Wah, Rina-Ferry ini deket banget bergaulnya. Meski mereka menampik kalo
hubungan keduanya adalah pacaran. “Nggak kok, kita cuma berteman,”
kilah Rina. Hmm…
Sobat muda muslim, Allah memang
menciptakan dua jenis manusia ini. Bahkan bukan hanya itu, Allah Swt.
telah menciptakan manusia ini menjadi bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa. Tujuannya adalah untuk saling mengenal. Firman Allah
Swt.:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal.” (TQS al-Hujurât [49]:13)
Tapi
jangan salah, meski tujuan kita adalah berteman, tapi tetep kudu
mematuhi rambu-rambu pergaulan. Maklum, dengan lawan jenis kan ada
“magnetnya”. Khawatir nggak tahan godaan. Entar “kecebur” aja. Bahaya
banget. Itu sebabnya, nggak boleh sesuka kita dalam berbuat. Tapi ada
aturan mainnya. Nah, karena kita adalah seorang muslim, maka tentu saja
yang dipakai adalah aturan Islam. Bukan aturan lain. Pastikan standarnya
adalah Islam.
Berteman dengan lawan jenis, bukan berarti
secara ‘saklek’ haram. Nggak. Silakan saja, asal masing-masing memegang
prinsip pergaulan yang diajarkan Islam. Sebab, berteman adalah bagian
dari sosialisasi kita. Dan yang namanya sosialisasi, bukan berarti hanya
dengan kawan sejenis aja kan? Tapi bisa lintas jenis. Anak laki dengan
anak puteri.
Kamu yang kebetulan aktif di masjid sekolahan
atau lembaga keislaman di kampus, pasti saling membutuhkan peran
masing-masing. Anak laki butuh teman dari kalangan anak puteri, dan
sebaliknya. Itu ada gunanya pas kita mengelola dakwah di sekolah atau di
kampus. Utamanya ketika kita harus berorganisasi untuk keperluan
pembinaan. Berarti berteman itu boleh-boleh saja, selama masih menjaga
batasan-batasan yang diajarkan Islam.
Seperti apa sih
aturan mainnya? Singkatnya begini, anak putra dan anak puteri kalo
bertemu untuk membicarakan suatu keperluan dakwah misalnya, harus tetap
menjaga diri. Keduanya usahakan harus bertemu di tempat umum; seperti
masjid, jalan, atau ruang kelas. Selain itu, kudu tetap menutup aurat.
Terus, menjaga pandangan, artinya mata kamu jangan jelalatan kayak mau
maling jemuran (uppsss..). Meski tentu nggak perlu terus menunduk
(emangnya lagi ngegojlok semut?). Jangan lupa, kita juga kudu sopan
santun dalam berbahasa, artinya kita jangan sembarangan ngomong. Anak
puteri kalo pas ngomong dengan anak laki, suaranya jangan dibuat-buat.
Tahu kan yang kita maksud? Yes, dibuat semerdu mungkin atau mendesah
kayak para pesinden musik dangdut. Sebab, khawatir diterjemahkan lain
sama anak laki. Maklum, hubungan ini tetap menyimpan pesona. Sekali
lagi, hati-hati!
Untuk semua itu, Allah Swt. telah mengajarkan kepada kita melalui firman-Nya:
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kerudung ke dadanya, (TQS an-Nûr [24]: 31)
Dalam ayat lain Allah Swt. Berfirman:
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat”. (TQS an-Nûr [24]: 30)
Dengan begitu, kamu
kudu mampu untuk menjaga dan mempertahankan aturan main itu sebagai
tameng dalam berteman dengan lawan jenis. Sebab, banyak juga di antara
teman remaja yang ngakunya berteman, eh, buktinya malah pacaran. Kan itu
berbahaya sobat. Dosa!
Pacaran? No Way!
Bagi
sebagian teman remaja, berteman dengan lawan jenis bisa dijadikan
sebagai sarana untuk menjajaki hubungan di antara keduanya. Malah
lucunya, banyak juga teman remaja yang sulit membedakan antara berteman
dengan pacaran. Maklum, kalo kita lihat di lapangan, anak laki dan anak
puteri banyak juga yang main bareng layaknya dengan kawan sejenis.
Kadang ada juga yang suka main timpuk-timpukan, atau saling curhat.
Perbuatan itu menurut sebagian besar teman remaja adalah wajar alias
nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Padahal dalam ajaran Islam, hubungan
mereka sudah termasuk gaul bebas, meski tidak kelewat batas memang.
Tapi celah itu bisa menjadi peluang untuk berhubungan ke arah yang lebih
jauh. Maksudnya bisa bikin deket, makin deket dan pengen deket aja.
Nggak heran kalo kemudian banyak yang akhirnya nekat z-i-n-a.
Naudzubillah min dzalik.
Sobat muda muslim, pacaran adalah
salah satu jalan menuju perzinaan. Itu sebabnya, Allah Swt. sudah
mewanti-wanti umat Nabi Muhammad ini melalui firman-Nya:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al Isra: 32).
Sobat
muda muslim, pacaran bagi sebagian besar teman remaja adalah aktivitas
normal. Yakni aktivitas yang tidak perlu dipersoalkan. Malah seringkali
para aktivis beratnya punya dalil, bahwa pacaran adalah bagian dari
proses kehidupan, khususnya dalam mengenal seseorang. Siapa tahu, suatu
saat bisa terus ke pernikahan. Walah? Padahal faktanya, banyak juga yang
udah bertualang “luar-dalam”, akhirnya kagak jadian alias salah satu
mengkhianati, yakni menikah dengan orang lain. Wuah?
Kamu
jangan heran or bingung, dalam kondisi kehidupan yang jauh dari ajaran
Islam ini, banyak orang, termasuk remaja menjadi liar. Gaya hidup
hedonis (mendewakan kenikmatan materi dan jasmani) yang kemudian
melahirkan gaya hidup permisivisme (serba boleh). Akibatnya, banyak
teman remaja yang memiliki gaya hidup “semau gue”. Khususnya, dalam
ajang gaul bebas. Kasihaaan deh kamu….
Oke deh, berteman yes, pacaran no![]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar