MEDIA ONLINE IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH BIMA

Jumat, 24 April 2015

Kebijakan Kampus STAIM Bima

 Mengkritisi Kebijakan Kampus STAIM Bima

Berawal dari sebuah diskusi tingkat mahasiswa, kami memulai pembicaraan terkait masa depan Kampus STAIM Bima, meski kami tidak mengamnbil andil dalam gerakan perubahan kampus kedepan..

Melaui diskusi tersebut kami mengupayakan Hak-hak mahasiswa terpenuhi dalam dunia kampus, baik terjamin secara intelktualnya, terjamin dalam kelayakan fasilitas pembelajaran.. maka kami coba mendeskripsikan keberadaan Kampus STAIM Bima, dalam pelaksanaan pendidikan kami melihat:

1.Dosen yang tidak profesinal (Dosen Asal Ada)
       Masih kita temui dosen-dosen yang tidak berprofesi (tidak sesuai kehalian), dalam mengajar terjadi proses ancam-mengancam antar mahasiswa di akibatkan kritikan terkait kinerja dan kemapanan seorang dosen, Mahasiswa berhak menerima pembelajaran sesuai keinginannya, tatkala dosen yang tidak berkompetensi kami wajib berteriak,, jangan bungkam mulut kami untuk berbicara,, sebab akan menjadi racun dalam kemapanan.. 

2. Sitem Pelaksanaan Pendidikan yang Tidak Sesuai
      Mengikuti alur poendidikan di STAIM, selama ini masih menggunakan sistem pendidikan lama, Dosen tugasnnya membagi tugas tanpa menugaskan kembali bahan diskusi yang telah ada.. Dosen Janrang Masuk dalam ruangan pendidikan dengan lasan tertentu. Kebanyakan Dosen memaksakan dengan krikulim yang terorganisir.. Mahasiswa akhirnya tertinggal dalam Kemapanan...

3. Pelayana Akademik yang Mampet
       Terkait maslah kelngkapan Administrasi mahasiswa, Baik Beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi, Mahasiswa Miskin dan Pelayan pengembangan kreatifitas mahaiswa sama sekali tidak ada, Baik dalam pengembangan penelitian.. Meski sebtar lagi STAIM punya rencana untuk merubah status ke IAIM Bima, kami rasa tidak setinggi awan mencapai langit.. sebagab kepingan kepingan yang lain tidak dihiraukan,, Kampusa dan Mahasiswa ibaratkan satu batang lilin yang bekerja sama-sama menerangi kegelapan (meski lenyap dalam Kegelapan) habis terbakar.. inilah fakta hari ini.. mahasiswa layaknya kambing, kampus layaknya Rumah Kambing"

Musykom IMM STIH Muhammadiyah Bima Berjalan Khidmad


Musykom IMM STIH Muh. Bima

 


Pergantian Masa kepengurusan periode 2014-2015 dimulai dengan usaha keras BPH IMM STIH Muh. Bima, dengan segenap kemapuan membentuk Panitia Pelaksana Musykom, Pelaksanaan Musykom IMM STIH adalah musyawarah tertinggi IMM tingkat Komisariat yang merupakan kegiatan proses re-Generasi kepemimpinan dalam IMM yang biasanya selama 1 periode dalam tingkatan Komisariat, 

Kepengurusan Periode sebelumnya terlihat snagat tidak efektif serta kepengurusan tidak terstruktur, masalah yang dihadapi IMM STIH adalah kurangnya Konsep dan Gerakakan trobosan bagi pemegang kebijakan (Ketua Umum), sehingga Lemahlah gerakannya,, bermain pada tataran wacana tidaklah bermakna, namun sedikit bicara banyak berbuat adalah ciri khas pemimpin yang efektif.. maka melalui permasalahan tersebut Panitia Musykom dan BPH IMM STIH mengangkat sevauah tema yang menjadi Kompas gerakan Mereka pada Periode kedepan, Tema lahir dari kondisi objektif IMM STIH yakni kurangnya karakter pemimpin yang di teladani serta konsolidasi organisasi yang lemah, maka dengan Tema:  "Reaktualiasai Konsep dan Gerakan Leadership Untuk Meningkatkan Konsolidasi Organisasi yang Efektif"

Ideologi Muhammadiyah: Perspektif Kritis


Religious suffering is, at one and the same time, the expression of real suffering and a protest against real suffering
[Karl Marx  dalam “Contribution to the Critique of Hegels Philosophy of Right”]

Seorang filsuf Jerman kenamaan, Karl Marx, menyampaikan bahwa, “Penderitaan agama, dalam suatu waktu tertentu, merupakan ekspresi dan perlawanan terhadap penderitaan yang sesungguhnya.” Iman yang benar, seringkali disampaikan secara mengesankan, dalam rangka memprotes kegetiran kemanusiaan.

Berbanding lurus dengan hal ini, Marx mengajukan kritik, “Die Religion … ist das Opium des Volkes!” (Agama adalah candu bagi rakyat). Dengan segala kekecewaan yang mendalam terhadap “institusi” keagamaan, penulis buku “Das Kapital: Kritik der politischen Ökonomie” (1867) ini memilih untuk tidak beragama sampai akhir hayatnya. Ia menganggap, tidak ada gunanya beragama bila tidak memberikan kontribusi apa pun bagi kemerosotan martabat kemanusiaan. Idenya, sesungguhnya dapat kita maklumi.
Fenomena Marx ini memberikan pelajaran bahwa, bukan berarti tidak ada institusi agama yang menuntun kepada iman dan keberpihakan terhadap kemanusiaan sekaligus. Di balik kekecewaan seorang atheis ini, secara psikoanalisis, masih terbersit pengharapan terhadap perjuangan agama. 45 tahun kemudian, di ruang dan waktu yang berbeda, lahirlah Persyarikatan Muhammadiyah.

ahmad dahlanMuhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 18 November 1918. Misi utamanya adalah menghimpun anggota untuk menjadi para pengikut Nabi Muhammad, yang siap berjuang untuk tegaknya agama dan kemanusiaan (Alfian, 1989). Sebagai institusi keagamaan, Muhammadiyah memiliki fungsi strategis mengupayakan perjuangan pemihakan kemanusiaan.

Konteks sosial saat itu, memang diwarnai dengan kemiskinan yang sangat memprihatinkan. Di bawah kolonialisme dan imperialisme Belanda, rakyat kecil mustahil mendapatkan martabatnya. Hari demi hari menjalani hidup, tanpa kepastian keadilan dan kesejahteraan. Harta, benda, jiwa, raga dan martabat tercerabut demi kepentingan para penjajah.

Kompleksitas penderitaan rakyat semakin tinggi, ketika kultur yang ada saat itu adalah feodalisme. Pemimpin setempat bukan membela rakyatnya, tetapi malah memeras dan merampas hak-hak rakyat, atas nama moral kerajaan. Di samping itu, kehidupan keagamaan yang ada, sangat syarat dengan mistik dan fatalisme yang merusak mental. Manifestasi Islam, dipenuhi dengan praktik ritual gaib yang tidak masuk akal. Pendek kata, dekadensi kemanusiaan terjadi secara merata, khususnya bagi kaum melarat.
Tentu saja hal ini menguras pikiran Dahlan. Sebagai ahli agama yang mengikuti ide-ide kritis intelektual Mesir seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, ia kemudian berijtihad. Baginya, tidak ada jalan lain kecuali melakukan perlawanan. Terinspirasi dari pesan-pesan kemanusiaan dalam Surat al-Ma’un, ia mulai melakukan propaganda ideologis kepada umat. “Kita hanyalah pendusta agama, bila belum memberikan kontribusi dan kemanfaatan di hadapan kemanusiaan.”

Lembaga Mahasiswa STAIM Kehilangan Eksistensi



DPM, dan BEM STAIM Bima Kehilangan Eksistensi

Pertanyaan terkait kinerja BEM dan DPM di STAIM Biam timbul dilingkungan mahasiswa. Hal ini berawal dari ketidak aktifannya para Pengurus Lembaga Tertinggi Mahasiswa di Ruang Lingkup STAIM Bima, Baik DPM maupun BEM sebagai Lembaga tertinggi Mahasiswa.

Fajrin (Sekretaris BPH DPM bagian G
BHO) 24/04/2015; Memberikan pernyataan bahwa ada sebab kenapa DPM dan BEM tidak serius dalam melaksaakan fungsi dan tugasnya, Pertama; Antar Lembaga BEM dan DPM tidak terjalinnya Keharmonisan baik secara internal maupun ekternal, Kedua; Lembag DPM khusunya telah kehilangan Konsep; hanya mengndalkan Visi-misi yang sampai hari ini Mahasiswa menaruh harapan untuk itu, selama ini tidak ada aktifitas – aktifitas yang mendukung untuk menaungi aspirasi mahasiswa, sedikitnya Ketua dan Sekjend DPM tidur nyeyak di Kos berbantalkan Angan-Angan yang ditimpah amanah.. entahlah..