PARADIGMA "ISLAM KIRI"
Al-Yasar al-Islami ("Islam Kiri") adalah penerus
al-'Urwah al-Wutsqa danal-Manar. Tujuan utamanya, menyajikan
tulisan-tulisan keislaman seperti dipahami al-Afghani,
tulisan-tulisan sekitar perjuangan menentang kolonialisme
dan keterbelakangan, yang menyerukan kebebasan dan keadilan
sosial, penyatuan kaum Muslim dalam blok geografis Islam di
mana pun.
Al-'Urwah al-Wutsqa diperuntukkan bagi kaum intelektual,
bukan massa Muslim,dan menyerukan solidaritas keagamaan yang
mendalam. Padahal,masyarakat kita terbagi ke dalam dua
kelompok: penguasa dan yang dikuasai. Ini tragedi.
"Islam Kiri" diperuntukkan bagi kelompok yang dikuasai
dan diharapkan akan menciptakan persamaan dengan merebut
hak-hak mereka dari kelompok yang berkuasa. The New Minaret
bisa juga dipilih sebagai nama jurnal ini.
Tapi hanya kelompok reformis yang akrab dengan nama ini.
Semangat revolusioner yang dibawa al-Afgani hilang dalam
Minaret (al-Manar) lama. Nama-nama lain juga dapat dipilih:
Kemunculan Islam, Kebangkitan Islam, Persoalan-Persoalan
Islam, Islam Kontemporer, Petunjuk, dan lain-lain. Tapi
nama-nama itu tidak dapat menjelaskan apa yang hendak
dilakaukan "Islam Kiri". Nama Kemajuan Islam dan Gerakan
Islam jelas mengandung dimensi revolusi, tapi hanya
menekankan aspek ideologis. Walaupun revolusi keyakinan atau
syari'ah tidak banyak mengandung konsep-konsep yang
terkandung dalam ide revolusi Barat, dan walaupun ia sesuai
dengan tujuan penyatuan bangsa dengan jalan Islam dan
revolusi, ia tidak bicara tentang akal dan tidak dibatasi
oleh intelek.
Nama "Islam Kiri" dipilih secara spontan. Kiri dalam ilmu
politik berarti perlawanan dan kritisisme. Ia juga masuk ke
dalam terminologi ilmu tentang manusia. Ia merupakan
terminologi akademis. Juga, nama "Islam Kiri" sesuai dengan
realitas kaum Muslim yang terbagi ke dalam dua kelompok. Dan
"Islam Kiri" memihak pada kelompok yang dikuasai, tertindas,
miskin dan tersingkir. Maka "Islam Kiri" menyajikan "Kiri"
dalam konotasinya yang akademis.
Argumen yang menentang ide "Islam Kiri" mungkin datang
dari "Saudara-saudara se-iman" (Brothers in Goa) Mereka akan
mengatakan: "Tidak ada Kanan atau pun Kiri dalam Islam."
Pandangan ini mengacu pada prinsip, bukan pada realitas kaum
Muslim sebagai masyarakat, negara, dan kelas. Kita tidak
bicara tentang Islam, tapi tentang kaum Muslim dalam
realitas sejarah dan sistem sosial tertentu. Sepanjang kita
terlibat dalam sejarah, kita ada dan terlibat dalam
pertentangan antara kekuatan-kekuatan dan
perbedaan-perbedaan kepentingan.
Kiri dan Kanan ada pada tingkat sosial dan historis itu.
Dalam tradisi intelektual Islam, memilih mengikuti Kiri atau
Kanan ditentukan oleh pengetahuan tentang ilmu pengetahuan
(filsafat ilmu): Mu'tazilah adalah Kiri, Asy'ariyah adalah
Kanan dalam teolog, Islam intelektual natural seperti yang
dikemukakan Ibn Rusyd adalah Kiri, filsafat iluminasi
seperti yang anut al-Farabi dan Ibn Sina adalah Kanan;
mazhab hukum Islam Maliki yang bersandar pada kesejahteraan
adalah Kiri, mazhab Hanafi adalah Kanan. Tafsir dengan 'aql
adalah Kiri, sedangkan dengan naql adalah Kanan.
Dalam
sejarah politik, Ali dan Husein adalah Kiri, keluarga
Mu'awiyah dan Yazid adalah Kanan. Para propagandis yang
ingin mempertahankan kelangsungan pengusa politik, ekonomi,
dan realitas sistem kelas akan mengatakan bahwa "Islam Kiri"
merupakan permainan yang akan memecah-belah umat dan
mengarah pada pemihakan pada satu kelompok. Di sini Kiri
dipandang sebagai pengingkaran terhadap agama, ateis, dan
pemecah-belah. Ini salah satu dari sisa-sisa budaya penguasa
kolonial yang menjinakkan kaum Muslim agar mereka tidak
mendekati liberalisme, demokrasi, dan perjuangan, termasuk
ide-ide Kiri. Kiri di sini adalah keamanan yang membuat
gerakan massa dan gerakan sosial aman, dan ia menyerukan
dihentikannya eksploitasi massa oleh kekuatan dari luar, dan
menyerukan pembebasan dari penguasa kolonial. Menjelaskan
pengertian "Islam Kiri" ini penting untuk melindungi budaya
nasional kita. Dalam sejarah, banyak gerakan pemikiran
dikaitkan dengan nama tertentu, dan suatu pemikiran terkait
erat dengan nama itu.
Kita membutuhkan slogan, dan dapat mengambilnya dari
sebuah ayat al-Qur'an yang sangat memihak pada massa Muslim.
Beberapa di antaranya menjadi slogan Revolusi Islam di Iran.
Kita membutuhkan slogan yang mampu menggugah perasaan kita,
bahwa masyarakat Islam kita telah bergeser dan berubah
menjadi saudara kolonialisme dan keterbelakangan. Dulu kita
pernah menjadi pencipta peradaban dan guru umat manusia.
Tapi sekarang pikiran kita ditekan rata dengan bumi. Karena
itu kita memilih ayat ini: "Kami hendak memberi karunia
kepada orang-orang tertindas di muka bumi, dan hendak
menjadikan mereka pernimpin dan menjadikan mereka yang
mewarisi bumi." (QS. 28:5).
Penindasan di bumi adalah penggerak revolusi kita.
Mewarisi bumi dan pemimpin umat manusia adalah harapan dan
cita-cita kita.
Akal dan Waktu
"Islam Kiri" muncul atas dasar telaah terhadap sejumlah
program modernisasi dalam masyarakat kita. Pertama,
modernisasi cenderung terkait dengan kekuasaan yang
mentransformasikan Islam ke dalam ritus keagamaan yang
menekankan akhirat, dan sebaliknya, realitas Islam
bertentangan dengan sistem Islam. "Islam ritualistik" tidak
lain daripada selubung yang menyatukan kaum Westernis,
feodalis dan kapitalis kesukuan. Karena pandangan ilahiah
dan konsep pusat-piramidal alam tunduk pada
kecenderungan-kecenderungan ini, maka pandangan humanistik,
konsep sejarah dan gerakan sosial hilang. Kedua,
kecenderungan-kecenderungan liberal yang dominan sebelum
revolusi Arab secara kultural berasal dari Barat, walaupun
mereka menganggap imperialisme sebagai musuh. Maka kita
merasakan apa yang dikenal sebagai Westernisasi budaya, dan
kita menjadi korban kepentingan dan monopoli ekonomi.
Ketiga, kecenderungan-kecenderungan Marxis-Barat ingin
membangun suatu kemapanan yang menentang imperialisme. Tapi
mereka tidak bisa mengembangkan khazanah keislaman kita.
Bahkan ada tanda-tanda yang menunjukkan, ia berlawanan
dengan massa Muslim. Yang paling penting dari gejala- gejala
ini adalah tetap berkuasanya status quo. Keempat, ada
gejala-gejala revolusi-nasional yang menimbulkan perubahan
mendasar dalam struktur sosial-budaya kita, namun tidak
melibatkan kesadaran massa Muslim.
Munculnya "Islam Kiri" adalah untuk merealisasikan tujuan
revolusi nasional dan prinsip-prinsip revolusi sosialis yang
bersandar pada kesadaran masyarakat Muslim dan khazanah
komunitas Islam secara keseluruhan. "Islam Kiri" juga sangat
dipengaruh Revolusi Islam Iran, yang mengejutkan seluruh
dunia. Revolusi ini nampaknya menjadi model revolusi lain,
selain revolusi Perancis dan revolusi kaum Bolshevik
(Rusia). Ia menjadi model bagi revolusi orang-orang yang
beriman. "Islam Kiri" juga mempunyai akar-akarnya dalam
gerakan-gerakan Islam di Asia dan revolusi Aliazair, di mana
Islam semakin kuat sebagai tradisi nasional untuk
menggerakkan masyarakat Muslim. "Islam Kiri" adalah pejuang
baru bagi Islam dan benteng yang kokoh bagi kaum Muslim. Ia
berjuang melawan serangan gencar kolonialisme, yang berusaha
menghancurkan revolusi kaum Muslim. Tapi "Islam Kiri"
menghancurkan mereka sebelum mereka melumpuhkan Islam.
Sekarang, revolusi Islam hadir sebagai revolusi yang paling
mengancam super power. Kaum Muslim di Rusia, Cina, dan Asia
Tenggara sekarang bergerak. Ketika kolonialisme merasakan
kekuatan revolusi Islam, ia berusaha mendekati revolusi ini.
Tapi pemimpin gereja di Asia Tenggara menyerukan agar
menghormati kaum Muslim dan mendukung revolusi. Revolusi ini
akan menjadi kekuatan nyata yang melawan super power.
"Islam Kiri" adalah ideologi revolusi kaum Muslim.
"Islam Kiri" juga merupakan tahap lain dalam perkembangan
reformasi keagamaan kita yang telah kita mulai kira-kira 200
tahun lalu. Ini bukan hanya kekuatan pada tingkat
konfrontasi melawan bahaya-bahaya abad ini, tapi juga pada
tingkat rekonstruksi pemikiran keagamaan reformis. Di sini
pemikiran keagamaan kembali dibentuk, sejak filsafat Ibn
Rusyd, teologi Mu'tazilah, landasan hukum Islam Syathibi,
sejarah Ibn Khaldun, dan hukum Islam Ibn Taymiyah. Kita
telah mengambil jarak dari Asy'ariyah, yang bergandengan
dengan sufisme, yang menjadi dasar pandangan dunia kita
selama ini, basis kekuatan yang melestarikan penguasa,
perilaku fatalistik pada sebagian kaum Muslim, yang hanya
menunggu bantuan dan insiprasi dari langit, yang mengabaikan
kemampuan manusia untuk menentukan tindakannya sendiri.
Kita mendekati Mu'tazilah yang oleh Muhammad Abduh
dihadirkan sebagai kekuatan akal untuk mengetahui dan
bertindak. Manusia menjadi makhluk yang mampu berpikir
dengan akalnya, dan mampu bertindak sesuai dengan
kehendaknya. Kita mengikuti upaya-upaya al-Kawakibi yang
merintis penyelidikan hakikat despotisme untuk membebaskan
kaum Muslim. Kita juga mengikuti usaha Muhammad Iqbal yang
mencoba menyelidik esensi agar setiap Muslim mampu menjadi
manusia yang merdeka, mengeritik peradaban Barat, dan
mencoba menanggulangi kehidupan dan aktivitas kaum Muslim
demi tauhid. Iqbal mengatakan dalam syairnya:
- Tauhid pernah menjadi kekuatan hidup di bumi
- Ia kemudian menjadi teologi skolastik
- Kebodohan kita sekarang, situasi kita Membuat tauhid bodoh dalam realitas
- O, jendral! Kau lihat sarung pedang
- Yang menjadi Tuhan pedang
- Syeikh tidak tahu bahwa tauhid dipikirkan
- Lalu pembicaraan bodoh tanpa tindakkan
- O, Imam yang mengikat bagaimana kau mengetahui
- Apa esensi pemimpin umat manusia
"Islam Kiri" juga punya akar dalam karya pemikir Islam
revolusioner, Ali Syari'ati, dan pemikir yang menggerakkan
revolusi Islam Iran yang agung, Imam Khomeini. Ia juga
terkait dengan gerakan-gerakan yang bermacam-macam di Libya,
Sudan, Aljazair, Maroko, dan gerakan-gerakan di bawah
pimpinan Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, dll. "Islam Kiri"
menggalang revolusi melawan imperialisme dan
keterbelakangan. Ia membangkitkan gerakan-gerakan Islam
revolusioner sekarang, dan merumuskan teorinya.
"Islam Kiri" terlibat di zaman ini, dan mengupayakan
transformasi kaum Muslim dari keterbelakangan ke kemajuan,
dari kolonialisme ke pembebasan, dari penyalahgunaan ke
kekuasaan masyarakat Muslim yangs sejahtera, dari feodalisme
suku dan kapitalisme kelas menengah ke sosialisme masyarakat
Muslim, ummah, dan dari penguasaan ke kebebasan dan
demokrasi. Ini merupakan partisipasi dalam gerakan sejarah
kaum Muslim setelah Revolusi Islam di Iran, dan bertugas
merebut hak-hak dan kekayaan kaum Muslim agar dikuasainya.
Kalau kaum Muslim memenangkan revolusi dan merebut kekayaan
mereka, mereka akan menguasai dunia. Pada waktu itu Tuhan
akan menjadikan mereka pemimpin dan ahli waris dunia. Akan
ada pembaru pada abad ke-15 H., seperti yang diungkapkan
Hadits: "Tuhan mengutus seorang manusia yang memperbarui
agama sebap awal abad."
Menghidupkan Kembali Khazanah Klasik
Khazanah kita mengandung tiga macam ilmu: ilmu-ilmu
rasional-tradisional seperti dasar-dasar agama, yakni ushul
al-fiqh, filsafat dan sufisme; ilmu-ilmu rasional seperti
matematika, astronomi, fisika, kimia, kedokteran dan
farmasi; ilmu-ilmu tradisional seperti ilmu al-Qur'an, ilmu
Hadits, sirah (biografi nabi), fiqih, dan tafsir. "Islam
Kiri" mengambil, menghidupkan dan mengembangkan kembali
bagian yang revolusioner dari ilmu-ilmu ini. "Islam Kiri"
sejalan dengan Mu'tazilah yang menghadirkan revolusi akal,
dunia alam, dan kebebasan manusia. Ia menjelaskan bahwa
tauhid lebih dekat ke prinsip-prinsip pemikiran murni
ketimbang kehidupan yang terbatas; tanzih (transendensi)
dipandang lebih mengungkapkan hakikat akal daripada tasybih
(antropomorfisme); tauhid antara esensi dan sifat dipandang
lebih dekat pada keadilan daripada perbedaan antara
keduanya; individu dipandang punya kebebasan
bertanggungjawab, pemilik tindakannya; akal diyakini mampu
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, dua sifat
dalam perbuatan manusia; dunia dipandang bergerak menuju
suatu tujuan sesuai dengan hukum dunia yang paling mungkin;
iman dipandang terkait dengan tindakkan; pemimpin kaum
Muslim harus dipilih; dan menyuruh pada kebaikan dan
menjauhi kemungkaran adalah kewajiban kaum Muslim. "Islam
Kiri" menerima lima prinsip Mu'tazilah, dan berusaha
menghidupkan kembali warisan Mu'tazilah. Dengan demikian
"Islam Kiri" mengikuti Mu'tazilah sejak al-Ghazali menyerang
ilmu-ilmu rasional dan mengunggulkan sufisme, serta
mengaitkan Asy'ariyah dengan sufisme.
Kita menerima
Mu'tazilah yang menyerukan rasionalisme dan kebebasan,
supermasi demokrasi dan alam. Kita juga menerima prinsip
Khawarij, yang meyakini bahwa perbuatan merupakan cermin
iman, dan karena itu menuntut agar kaum Muslim bertindak.
Kita juga menerima Syi'ah, tapi dengan semangat baru, yang
--setelah mewujudkan Revolusi Islam yang Agung di Iran--
mengurangi jarak antara Sunni dan Syi'ah dengan mencampakkan
kredo bid'ah lama dalam Syi'ah. Asy'ariah bertanggungjawab
atas keadaan kita selama sembilan abad. Ia membuat pemikiran
keagamaan kita menjadi berat sebelah seperti ditunjukkan
penguasa politik. Setiap upaya yang menyimpang dari
pemikiran Asy'ariyah dianggap perlawanan terhadap kemapanan,
murtad dan penghianatan. "Islam Kiri" juga punya hubungan
dengan pengikut naturalisme seperti al-Jahiz, al-Nizham,
dll. Mereka menyerukan agar kita kembali ke alam, mengakui
hukum alam, dan memandang sifat-sifat alam sebagai tidak
terpisah dari esensinya. Selama kita menolak alam, kita
sebenarnya menunggu keajaiban atau mukjizat, kita mencari
sesuatu yang luar biasa. "Islam Kiri" secara fundamental
mengikuti Mu'tazilah, bukan campuran Mu'tazilah dan
Asy'ariyah.
Dalam filsafat hukum Islam, "Islam Kiri" bukanlah aliran
baru. Ia tetap bersandar pada aliran pemikiran fiqh klasik,
namun secara selektif. "Islam Kiri" tidak mengikuti mazhab
Hanafi, Syafi'i, atau Hambali. Walaupun ia tidak
mendeskriminasikan mazhab-mazhab fqih antara yang satu
dengan yang lainnya, ia menyerukan agar kaum Muslim
menghidupkan kembali landasan Islam klasik.
Karena pendahulu kita melakukan ijtihad, kita pun
melakukannya. Mereka manusia, seperti kita. Apa yang kita
pertahankan adalah prinsip kesejahteraan kaum Muslim sesuai
dengan yang dianut mazhab Maliki. Kita menerima pentingnya
peran akal seperti dalam fiqih yang dikembangkan Abu
Hanifah. Kita menerima kesatuan akal dan realitas seperti
dalam fiqih yang dikembangkan mazhab Syafi'i. Kita juga
mengikuti prinsip perlunya kembali pada sumber pertama
seperti ditekankan Ahmad ibn Hambal, di mana kita menemukan
spontanitas akal dan suatu pandangan tentang realitas dalam
teks.
Tugas "Islam Kiri" adalah merekonstruksi semua teori
hukum tradisional itu. Ijma' masing-masing zaman hanya
berlaku bagi zaman itu. Ijtihad terbuka bagi setiap zaman.
Kalau kita memandang hukum lebih penting dari realitas dalam
memutuskan persoalan, itu berarti kita tidak menilai atas
dasar kemaslahatan (kesejahteraan). Kemaslahatan adalah
landasan ketiga hukum Islam. Kita melakukan ijtihad. Ini
landasan keempat. Landasan pertamanya alQur'an:
"Inilah Kitab Kami yang menuturkan terhadapmu dengan
benar." (QS. 45:29).
Sedangkan Sunnah adalah landasan kedua. Dalam filsafat,
"Islam Kiri" mengikuti jalan Ibn Rusyd karena ia tidak
menundukkan akal pada iluminasi, ian tidak menyerahkan
kehendak hukum alam pada kekuatan-kekuatan dari luar alam.
Filsafat klasik yang rasional ang mengabdi pada
kesejahteraan manusia dimulai al-Kindi. Kemudian,
kecenderungan-kecenederungan alamiah dan rasional muncul.
Ini landasan rekonstruksi masyarakat. Sayangnya, filsafat
ini telah menjadi iluminasi utopis, di mana akal dianggap
perlu memperoleh bantuan dari langit untuk melahirkan
pengetahuan praktis. Dunia xemudian dipandang terdiri dari
dua bagian: dunia langit dan dunia yang berada di bawahnya.
Yang pertama otoritatif terhadap yang kedua. Manusia juga
dibagi dua: tubuh sementara yang terkait dengan alam, dan
roh abadi yang terkait dengan hal yang Ilahi.
Penyatuan manusia dengan demikian kehilangan makrianya di
dunia. Padahal, masalah kita adalah penyakit, perumahan,
makanan, dll. Semua ini datang dari tubuh yang sementara. Di
pihak lain, kemelempeman, kesenangan, dll., dipandang datang
dari roh yang abadi. Kebajikan teoretis menjadi lebih tinggi
nilainya dibandingkan kebajikan praktis, dan kontemplasi
menjadi lebih bernilai dari pada aktivitas dan produksi.
Karena sufisme Ibn Sina dan al-Farabi, filsafat kehilangan
dirinya. Karena itu Ibn Rusyd muncul. Ia merestorasi posisi
akal pada akal, dan independensi alam pada alam. Ia
menyerang ilmu-ilmu Asy'ariyah dan ilmu-ilmu sufi. Tapi
kemunculan Ibn Rusyd hanya sebentar. Kesadaran peradaban
kita tetap berat sebelah dan ditekan ke dalam satu pola.
Kita masih menyerang ibn Rusyd sebagai orang yang tidak
beriman. Di sini "Islam Kiri" menegaskan keterkaitannya
dengan jalan rasional dalam filsafat Islam yang dimulai
al-Kindi dan diikuti oleh Ibn Rusyd.
"Islam Kiri" menolak sufisme dan memandangnya sebagai
musuh. Karena, salah satu penyebab Kemunduran kaum Muslim
adalah pemujaan para sufi. Masalah ini telah ditelaah oleh
Ibn Taimiyah, al-Kawakibi, dan Imam Khomeini. Sufisme lahir
sebagai gerakan negatif menentang kemewahan, nafsu kekuasaan
dan perjuangan dunia ini. Ketika dinasti Umayyah stabil,
orang-orang saleh mengabaikan dunia ini. Mereka mencoba
menyelamatkan roh, menjaga kcmurnian batin. Islam mereka
ditransformasi dari gerakan horisontal dalam sejarah ke
suatu gerakan vertikal di luar dunia, menjadi tujuan di luar
sejarah, meskipun mereka berada dalam sejarah. Islam menjadi
suatu kebenaran menurut pengikut kredo itu, walaupun
syari'ah diimplementasikan oleh semua Muslim.
Jalan sufisme dibagi ke dalam tiga tahap: (1) memandang
alam secara negatif dengan menahanan nafsu dan keinginan;
(2) tahap di mana perjuangan lahir mentransformasi
perjuangan batin, membuat individu berada di antara dua
keadaan seperti kecemasan dan harapan, kesadaran dan
ketidaksadaran, tiada dan ada; dan (3) peleburaan diri dan
kesatuan dengan Tuhan melalui fantasi dan ilusi. Inilah
titik puncak jalan sufisme. Sampai di sini, para sufi
berperilaku seolah-olah kemenangan telah diraih, keadaan
Islami telah terbentuk. Padahal, dunia belum berubah.
Keadaan kita sekarang sangat berbeda dengan apa yang
dibayangkan para sugi. Keselamatan roh tanpa keselamatan
dunia adalah kegagalan dan pelarian. Karena itu kaum Muslim
sekarang terlibat dalam gerakan sejarah bagi perjuangan
rakyat. Kita menderita karena nafsu, takut dan kelaparan.
Sabar menyebabkan kita diam dalam sega-galanya, dan
keyakinan menyebabkan kita mengabaikan rencana-rencana dan
persiapan-persiapan masa depan. Karena peleburan diri (fana)
dan kesatuan dengan Tuhan, kita dibawa ke alam fantasi. Kita
hidup dalam dunia harapan dan mimpi, dan mengkhayalkan
seolah-olah kita semua sungguh-sungguh masyarakat terbaik di
bumi. Padahal kenyataannya bertolak belakang. Kita tidak
menyuruh mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk
untuk menjadi masyarakat terbaik. Kita adalah masyarakat
yang tanahnya dimiliki oleh orang-orang asing, dan kekayaan
masyarakat kita dirampas raja-raja dan para pemimpin.
Peleburan diri adalah pemusnahan ke titik pengorbanan diri,
dan sekarang hampir merupakan tindakan sia-sia. Padahal,
bersatu dengan Tuhan adalah menerima syari'ah Tuhan, hukum
Tuhan, dan transformasi wahyu ke dalam sistem demi dunia
dengan aksi dan usaha keras, dan dengan gerakan masyarakat
Muslim dalam sejarah.
"Islam Kiri" juga menemukan sumbernya dalam ilmu-ilmu
rasional murni dari khazanah klasik kita. Ilmu-ilmu ini
lahir karena akal, transendensi mampu mendorong akal ke yang
tidak terbatas. Pendahulu kita mampu menemukan banyak teori
akademis dalam pisika, kimia, kedokteran, dll., berkat
penghargaan terhadap alam dan kontinuitas hukum-hukumnya.
"Islam Kiri" ingin mentransfernya ke suatu tahap agar kita
tidak tetap budak penemuan-penemuan bangsa-bangsa lain. Ilmu
harus bekerja atas dasar akal dan pengamatan terhadap alam,
bukan mentransformasi hasil ilmu dan penerapan
hukum-hukumnya dari situasi ke situasi yang lain. "Islam
Kiri" berakar dalam keyakinan dan ide ilmu-ilmu manusia yang
ditemukan pendahulu kita. Tapi kita masih mengulang apa yang
dikatakan para pendahulu kita, tanpa mengetahui landasan dan
struktur teoretis ilmu-ilmu itu. Kalau kita mencoba
mempelajari tahap-tahap sejarah, maka kita akan menciptakan
suatu hukum sejarah baru yang berbeda dari yang dikemukakan
Ibn Khaldun --yang menggambarkan empat tahap sejarah: lahir,
berkembang, matang, dan runtuh. Ibn Khaldun hidup di
penghujung revolusi pertama bangsa-bangsa Islam. Kita hidup
di awal revolusi Islam kedua. Tugas kita adalah
mentransformasikan reformasi keagamaan ke renaisans
peradaban secara menyeluruh, dan mendorong bangsa-bangsa
Islam agar menentukan nasib mereka sendiri dan mereka
menjadi bagian gerakan sejarah.
"Islam Kiri" juga punya akar dalam ilmu-ilmu tradisional,
dan menemukan makna kontemporer di dalamnya. Ia mampu
mengembangkan ilmu sejarah, ideologi dan sistem ekonomi
politik. Dalam hubungannya dengan ilmu Hadits, "Islam Kiri"
lebih memberikan prioritas pada matan dari pada sanad. Kita
mampu melampaui pendahulu kita dalam kritik matan, sehingga
sesuai dengan akal, spontanitas, kemajuan adat dan pandangan
kita. Para pendahulu kita menciptakan kribk lahir, kita
mampu menciptakan kribik babn. Pentng bagi kita memberikan
prioritas terhadap makna Hadits daripada pribadi rawi-nya;
lebih penting bagi kita untuk memberikan prioritas pada
sabda Rasul ketimbang pribadinya. Mengenai tafsir, "Islam
Kiri" melampaui tafsir historis atas al-Qur'an. Kita
mengemukakan tafsir persepsional yang membuat al-Qur'an
mendeskripsikan manusia. Hubungan antara manusia terkait
dengan manusia lain, dan situasi manusia adalah di dunia.
Tafsir persepsional meletakan masyarakat dalam tatanan dan
mengkonsolidasi landasan negara. Kita mengikuti tafsir Imam
Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur'an. Kita menggabungkan tafsir
objektif dengan mengumpulkan semua ayat yang berkaitan
dengan satu tema; kemudian mengkonstruksi konsep manusia
yang utuh, sistem sosial dan sifat dasar negara bagi dunia
menurut Islam. Kita mendapatkan tafsir revolusioner dan
mentransformasikan pengetahuan iman ke dalam ideologi
revolusioner.
Kita menemukan hubungan antara Tuhan dan tanah dalam
ayat-ayat al-Qur'an seperti: "Dialah Tuhan di langit dan di
bumi," (OS. 43:84). Dengan landasan ini kita harus
membebaskan tanah kaum Muslim atas nama Tuhan dari
pendudukan Zionisme yang bersandar pada pandangan keagamaan
(Yahudi), di mana manusia dan Tuhan menyatu dalam "tanah
yang dijanjikan." Kita menemukan hubungan antara tauhid,
kesatuan ummah dan kenabian dalam gerakan sejarah, yakni
hubungan antara manusia dan sejarah, revolusi dan tanah,
gerakan dan nasib agar tidak ada orang yang menyalahkan
kepasifan dan keterbelakangan kita, dan tak ada orang yang
membawa peradabannya menjadi peradaban manusia
satu-satunya.
Hakim kita bukan hakim tentang menstruasi seperti yang
disindir Imam Khomeini. Tapi kita berkepentingan dengan
regulasi perdagangan, jihad, perang dan sistem
sosial-ekonomi-politik. Kita menginginkan tatanan Islam
mengenai masalah itu. Kita ingin menyatakan posisi Islam
dalam konfrontasinya dengan kolonialisme, Zionisme,
kapitalisme dan keterbelakangan. Selama ini, kita memandang
ritual seolah-olah ia tujuan. Maka, kita harus menafsirkan
kembali ritus-ritus dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Ikrar bagi kita bukan hanya "tidak ada Tuhan selain Allah,
dan Muhammad Rasul Allah." Ikrar adalah kesaksian atas
kejadian zaman dan apa yang terjadi di sekitar kita. Ini
mendorong ikrar yang aktif. Orang yang mempunyai ikrar yang
aktif menjadi saksi mata atas ketidakadilan dan kekuasaan
yang menindas. Karena itu, pengakuan "kecuali Allah" dalam
kesaksian kita berarti menghancurkan pendindas-penindas di
dunia ini.
Ibadah harus membentuk persepsi. Zakat adalah kerjasama
antara pemilik dan yang tidak memiliki kekayaan dalam
tragedi minoritas yang kaya dan mayoritas yang miskin. Puasa
harus menangkap penderitaan, rasa lapar dan haus orang lain.
Haji adalah dialog mengenai masalah-masalah yang penting
bagi kaum Muslim di seluruh dunia setahun sekali. Kaum
Muslim adalah satu seperti halnya Tuhan.
"Islam Kiri" bukanlah manifestasi politik sebagaimana
yang dikandung dalam arti kata Kiri. Ia merupakan
manifestasi peradaban Islam. Ia menciptakan tempat bagi
rasionalisme, alam, kebebasan dan demokrasi dalam khazanah
kita, yang semua ini diperlukan bagi zaman kita. "Islam
Kiri" menelaah dua dimensi yang hilang dalam khazanah klasik
kita, yang menyebabkan krisis dalam kesadaran kontemporer
kita, yakni manusia dan sejarah. Kita telah membungkus
manusia dan menjauhkannya dalam wujud yang khusus dan hukum
yang murni, yang hidup di akhirat, di luar dunia, yang hampa
pikiran dan dunia yang kita alami.
Tantangan bagi Peradaban Barat
"Islam Kiri" tampil menentang peradaban Barat, dan
berusaha untuk mengggantinya. Al-Afghani memusatkan
perhatiannya pada imperialisme militer pada zaman
penjajahan. "Islam Kiri" memusatkan perhatiannya pada
imperialisme budaya, yakni serangan terhadap kebudayaan kita
dari dalam dengan memusnahkan afiliasinya dengan komunitas
(ummah) sehingga komunitas menjadi tidak berakar. "Islam
Kiri" membela rakyat komunitas Islam, dan menentang
westernisasi yang pada dasarnya bertujuan untuk memusnahkan
budaya-budaya pribumi untuk menyempurnakan hegemoni budaya
Barat. Meskipun rakyat terbelakang dilihat dari standar
Barat, mereka masih mempertahankan unsur-unsur kekuatannya
dengan standar budaya mereka yang khusus.
Tugas "Islam Kiri" adalah mendefinisikan kuantitas Barat,
yakni mengembalikannya ke batas alamiahnya dan mengakhiri
mitosnya yang mendunia. Barat berada pada pusat peradaban
dunia, dan ingin mengekspor peradabannya kepada
bangsa-bangsa lain. Barat menyediakan model pembangunan
sebagai alat untuk menguasai dan menghilangkan kekhasan
bangsa-bangsa lain. Akibatnya bangsa- bangsa non-Barat tidak
mampu menentukan nasib dan menguasai kekayaan mereka
sendiri. Walaupun peradaban Barat mengembangkan
kebudayaannya dengan mengambil dari kebudayaan bangsa-bangsa
lain, ia telah mentransformasikannya ke dalam rasisme. Ini
merupakan rasisme yang menjadikan satu-satunya model bagi
peradaban. Model yang lain, dengan demikian, dicap
terbelakang dan primitif, dan harus dihilangkan agar semua
bangsa-bangsa mengikuti model peradaban satu-satunya ini
(Barat). Barat mulai membangun peradabannya dari Yunani
dengan mengenyampingkan semua peradaban Timur yang
mendahului dan mempengaruhi peradaban Yunani. Zaman
pertengahan Barat dianggap sebagai zaman kegelapan dan
keterbelakangan, tapi merupakan zaman keemasan kita. Barat
menyebut lima abad terakhir sebagai zaman modern, dan
menganggapnya sebagai puncak peradaban. Zaman modern ini
bagi kita merupakan periode stagnasi di mana pasangan
Asy'ariyah dan sufisme menguasai kesadaran kita.
Krisis abad ke-20 di Barat bagi kita adalah awal
reformasi. Tugas "Islam Kiri" adalah mengembalikan peradaban
Barat pada tempat kelahiran, lingkungan dan sejarahnya. Ini
untuk menghilangkan hambatan bagi berkembangnya peradaban
non-Barat. Dan model-model bagi kemajuan, dengan demikian,
bisa menjadi banyak dan berviariasi.
Tugas "Islam Kiri" adalah mendorong peradaban Barat
kembali ke Barat; menjadikan Barat sebagai tema studi khusus
bagi peradaban non-Barat. Lebih jauh ia akan melahirkan
suatu disiplin baru, "Orentalisme", untuk menandingi
"Oksidentalisme". Orientalisme sendiri menghadirkan alam
pikiran, pandangan dunia dan motivasi Barat yang terselubung
ketimbang studi tentang objeknya.
Karena pengaruh para orientalis, kita telah mengabaikan
pembela otentisitas kita. Tapi berkat akumulasi
peradabannya, peradaban Islam kita dapat diklaim kembali.
Ini dapat dipandang sebagai reformasi agama dan kebangkitan
akal. Tapi apa yang mereka kaji dalam upaya-upaya humanistik
mereka yang khusus bisa jadi Islam.
Studi peradaban Eropa sebagai objek khusus yang berdiri
sendiri dapat dilakukan dari dua arah: perkembangannya dan
strukturnya. Peradaban Islam adalah pusat melingkarnya
ilmu-ilmu. Sementara peradaban Barat bersifat reaksioner
dalam arti bahwa ia tertarik dengan ilmu-ilmu yang membentuk
reaksi terhadap dan menolak pusatnya.
Kesadaran Barat dibentuk oleh dua sumber: Yunani-Romawi
dan Yahudi-Kristen. Di samping itu ada sumber ketiga, yakni
lingkungan Eropa yang geografis, manusiawi, dan beradab,
yang mencakup kebiasaan, tradisi, hal-hal geografis dan yang
secara keagamaan ada dalam bangsa dan tanah itu. Tugas kita
adalah me!akukan studi atas sumber-sumber peradaban Timur
seperti india, Cina, Persia, dan Mesir, subjek-subjek yang
asal-usulnya disembunyikan Barat.
Memasuki perdebatan soal sumber-sumber atau asal-usul
berarti menyajikan hakikat akumulasi peradaban pada
kelahiran kesadaran Eropa di Romawi dan Yunani. Mengenai
asal-usul Yahudi-Kristen, esensi agama Kristen dalam Injil
dihapus, juga dalam Yahudi Ortodoks. Dengan demikian, karena
sifat dasar bangsa-bangsa Eropa yang barbar, dan karena
mereka lebih dekat dengan Romawi yang materialistik
ketimbang Yunani yang rasional, maka asal-usul Yunani
peradaban Eropa adalah Ortodoksi Romawi. Rasisme Yahudi
secara historis telah merasuk ke dalam kesadaran Eropa. Dari
sanalah rasisme peradaban dipersubur. Alkitab, dengan dua
Perjanjiannya (Lama dan Baru), menjadi sumber kesadaran
Eropa-Yahudi dan Kristen-Eropa. Unsur- unsur dari dua
kesadaran itu telah menyatu pada pengorbanan bangsa-bangsa
non-Eropa.
Dalam pemikiran Eropa-Kristen, kenabian disempurnakan
dengan kedatangan Yesus Kristus. Sedang dalam kesadaran
Eropa-Yahudi, kenabian disempurnakan dengan pendirian negara
Zionis. Tugas kita adalah menyatakan adanya pengaruh dari
kedua sumber ini terhadap peradaban Eropa. Kesadaran Eropa
berusaha menguasai bangsa-bangsa dan merampas kekayaan umat
Islam. Asal-usul Eropa yang ketiga mengandung sifat dasar
yang barbar, berwatak materialistik dan sensasional, buas
dan rasis. Konflik-konflik Eropa berubah menjadi peperangan
kolonial. Kekuasaan dunia mencerminkan sumber yang ketiga.
Ini menjadi sejarah agama dan esensinya terletak dalam
peradaban
Barat. Ini adalah sejarah agama dan esensinya bagi semua
peradaban yang lain. Peradaban Eropa berkembang dalam tiga
tahap: zaman penolakan terhadap greja, zaman skolastik, dan
zaman modern. Tahap yang pertama penting bagi kita karena
teks-teks keagamaan, kredo agama Kristen, pemikiran tentang
bangsa yang terpilih dalam Yudaisme, dll., dikritik. Tugas
kita adalah melakukan studi atas periode ini untuk
mengetahui kejadian-kejadian yang dibicarakan Islam. Studi
mengenai hubungan antara agama baru dan filsafat Yunani-
Romawi juga penting buat kita. Bagaimana peradaban kuno
(filsafat Yunani-Romawi) menaklukan agama baru (Kristen)?
Bagaimana ia memaksakan dirinya pada agama baru? Sebaliknya,
Islam mengadopsi filsafat ini sebagai alat untuk reformasi
yang tanpa wahyu kehilangan esensi dan kandungannya. Zaman
skolastik di Barat merupakan zaman keemasan kita dalam
revolusi peradaban kita yang pertama. (ni meliputi bagimana
munculnya kesadaran Eropa lewat transfer filsafat dan
ilmu-ilmu dari kita. Rasio Eropa dalam renaissans pada abad
ke-14 diarahkan pada alam langsung, supaya ia bisa berdiri
sendiri (lepas dari peradaban sebelumnya, peradaban
Islam).
Kita masih mengikuti kecenderungan ini dalam dua abad
terakhir. Pada abad ke-15 reformasi muncul. Ini merupakan
zaman ketika kita mulai menemukan Islam kembali. Zaman
kebangkitan terus berlalu sampai abad ke-17, dan para
pemikir serta ilmuan mejadi martir ketika berjuang melawan
dua otoritas: agama dan politik. Kesadaran Eropa berani
mengarahkan dirinya pada manusia dan alam.
Kita belum memulainya secara terorganisir dan secara
fundamental, walaupun kita punya keinginan menetapkan
kebangkitan. Zaman modern mulai pada abad ke-17 di Barat.
Ini merupakan zaman rasio. Rasio dan alam dapat menjadi
sumber persepsi dalam kesadaran Eropa. Kesadaran Eropa
menetapkan manusia sebagai pusat dunia. Ia mengikrarkan
manusia murni, rasio, alam dan kebebasan. Manusia dipandang
sebagai mahluk yang mempersepsi kebenaran, dan
merealisasikan kebenaran dengan keinginannya sendiri. Maka,
kesadaran Eropa secara otomatis mampu meneliti Islam. Pada
abad ke-18, rasio ini berubah menjadi kekuatan bagi
berlangsungnya revolusi sosial dan politik. Dengan demikian
rasio mampu menguasai alam sampai pada abad ke-19, kemudian
ilmu muncul. Dan akhirnya manusia muncul di abad ke-20, di
mana krisis peradaban mulai teriadi. Kesadaran Eropa mulai
menghancurkan apa yang dibangunnya, dan sekarang ia berada
untuk menghancurkan dirinya.
Walaupun rasionalisme Eropa menang, banyak celah yang
memperlemah kemenangannya. Maka ia berubah menjadi
objek-objek yang menentang dirinya dalam rasionalisme
kontemporer. Pertama, rasionalisme mencurahkan perhatiannya
pada bentuk tanpa isi. Akibatnya, muncul ekserimentalisme
Eropa yang menentang rasionalisme tersebut, yang lebih
menyukai isi daripada bentuk, materi daripada rasio. Kedua,
rasionalisme berubah dari kritik fundamental ke penelokakan
prinsip, kemudian ke pengancuran dirinya secara
terus-menerus. Rasionalisme menjadi penghancur dirinya
sendiri.
Ketiga, rasionalisme jatuh ke dalam transformasi yang
rahasia dan iman ke tingkat rasio dan bukti. Kemudian,
asosiasi ideal muncul atas nama gereja, dan keabsolutan atas
nama Tuhan. Descartes dan Kant membawa Injil baru dengan
agama Kristen yang rasional, ideal, dan etis. Keempat,
rasionalisme memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri,
tubuh manusia Eropa. Ia mengikrarkan humanisme yang
terbatas. Maka rasionalisme ini menolak rasio bangsa-bangsa
non-Eropa. Kelima, rasionalisme Eropa belum menghasilkan
jejak aktual apa pun, ia hanya mengubah politik secara
formal. Pada hakikatnya bangsa-bangsa Eropa masih Romawi.
Keenam, rasio berubah ke alam aktivitas bebas, kemudian ke
datam kemapanan sistem liberal yang mendukung sistem
kapitalis, yang pada gilirannya mengarah pada monopoli dan
ublisasi.
Setelah proses ini, rasio menjadi hampa nilai.
Eksperimentalisme Eropa tidak berlanjut, walau kemenangannya
luar biasa besar. Ada beberapa alasan. Pertama,
eksperimentalisme ini betul-betul menjadi eksperimentalisme
yang sentmentil, di mana setiap yang terlihat adalah palsu.
Kebenaran tidak terletak dalam rasio tapi dalam indera.
Pengalaman bertentangan dengan rasio. Dengan demikian, walau
kecenderungan komperhensif muncul, rasio Eropa mempunyai
kecurigaan dan kedangkalan.
Kedua, eksperimentalisme mengubah teori murni dalam
pengenalan ke dalam teori tentang watak nasional. Materi
menjadi sumber nilai, dan kemudian hanya materi yang
merupakan nilai. Ini materialisme Eropa. Ketiga,
materialisme ini menyatakan watak natural bangsa-bangsa
Eropa, akarnya terletak dalam sejarah suku Jerman dan
Anglo-Saxon, yang tidak mempunyai lahan untuk tumbuhnya
rasionalisme dan idealisme. Keempat, peperangan terjadi di
antara bangsa-bangsa Eropa karena materi. Kelima, cinta pada
materi berubah menjadi utilisasi yang dari luar, yang
menyebabkan terjadinya kejahatan terbesar dalam sejarah
manusia, yakni penjajahan terhadap bangsa-bangsa lain.
Keenam, rencana industri bangsa Eropa berakhir dengan
kegagalan setelah krisis energi. Ini merupakan awal
penguasaan mereka terhadap sumber-sumber alam dari
bangsa-bangsa non-Eropa, dan awal terjadinya krisis nilai.
Dan ini diakui dengan munculnya kelompok-kelompok penentang
di masyarakat-masayarakat Eropa. Dalam ilmu-ilmu
kemanusiaan, kisruh antara kecenderungan rasional dan
eksperimental masih kacau. Juga ada krisis dalam
perkembangan manusia Eropa yang membela kebebasan manusia
dan manusia sebagai nilai dalam dirinya sendiri. Pertama,
manusia Eropa adalah manusia intensional, bukan manusia
rasional, dan ia rentan terhadap rangsangan dari luar,
eksistensial dan dibentuk dari daging. Kedua, ia adalah
manusia yang relatif dibatasi, yang berubah sesuai dengan
perubahan lingkungannya. Ketiga, manusia Eropa adalah
manusia individual dan egoistik, tidak sosial dan tidak
altruistik.
Keempat, ideologi manusia Eropa tetap teoritis, tidak
praktis. Ia menyatakan harapan kesadaran dan cita-cita Eropa
yang mengagungkan kemanusiaan, tapi realitas Eropa
didominasi sektarianisme dan tribilaisme. Kelima, manusia
Eropa bersifat kebangsaan, dan masing-masing bangsa
menyatakan dirinya mewakili manusia Eropa. Ada dua perang
dunia dan dua perang Eropa. Keduanya berlangsung di antara
bangsa-bangsa Eropa sendiri. Keenam, manusia, menurut
pandangan Eropa, ternyata adalah ras pubh sesuai dengan
bangsa-bangsa Eropa.
Bersamaan dengan itu, bangsa-bangsa non-Eropa
menghadirkan model yang lain bagi humanisme yang mengarah
pada pembebasan dan keadilan. Dengan demikian ia
menghadirkan jenis humanitas menyeluruh yang baru. Kesadaran
Eropa terletak pada cogito Descartes, dan ujungnya adalah
pada cogito Husserl. Kedua, kesadaran Eropa mencoba
segalanya, dan ia mencampakan setiap kewajiban. Situasinya
tidak stabil. Ketiga, ia kehilangan pusat konsentrasinya,
karena itu tidak mungkin mengarahkan dirinya ke pusat.
Keempat, ia menolak segala sesuatu setelah diuji dan
dibantah. Akhirnya, nihilisme total. Kelima, kesadaran Eropa
menangkap angin Timur, ia menyadari dan tergugah dengan
Islam setelah Revolusi Islam yang Agung di Iran.
Bangsa-bangsa non Barat menjadi pelahir kesadaran baru yang
mewariskan sesuatu yang paling agung yang membosankan
kesadaran Eropa, yakni "Filsafat Pencerahan". Keenam,
sebaliknya, kesadaran Eropa telah mencapai ujungnya, dan
merasakan krisis nilai, krisis dalam sistem sosial dan
ilmu-ilmu kemanusiannya. Filosof Barat mulai menyatakan
kejatuhan Barat, pembalikan nilai-nilai, kehampaan pikiran,
keilahan materi dan nihilisme absolut.
Kita mengawali hidup baru yang kita sebut reformasi,
renaissans, pencerahan, perubahan sosial dan revolusi. Kita
secara praktis mernpertahankan kemerdekaan nasional dan
kebebasan bangsa-bangsa, dan kita membentuk
ideologi-ideologi non-blok dan pembebasan. Jika ada
penjelasan dalam kesadaran Eropa dalam lima abad terakhir,
kita akan menggalinya. Peradaban akan kembali ke Timur, dan
peradaban Islam akan menemukan tugasnyadiTimur. Karena
kesadaran Eropa memulai revolusinya pada abad ke-15 dan
sampai ke penghujung abad ke-20, kita akan memulai revolusi
kita dari abad ke-15 H. sampai tujuh abad kemudian. Tugas
kita adalah menyempurnakan reformasi keagamaan dan
meneruskan renaissans bagi zaman baru kita yang akan datang.
Generasi mendatang kita akan membentuk ilmu. Ini tidak
berarti meniru Barat, namun kita mencoba merealisasikan
tahap yang lainnya yang belum kita capai.
"Islam Kiri" bukan hanya pandangan politik tentang
realitas, tapi juga pandangan budaya tentang sejarah
bangsa-bangsa. "Islam Kiri" tidak bersandar pada cara-cara
bicara atau pengungkapan, melainkan mencari metode analisis
yang sangat akademik dan ilmiah.
Realitas Dunia Islam
"Islam Kiri" memberikan suatu gambaran situasi di dunia
Islam tanpa mengikuti suatu metode bimbingan atau nasehat.
Realitas menampakan dirinya, seperti statistik. Pemikiran
keagamaan kita bersandar pada metode yang mentransfer teks
ke realitas.
Pertama, teks bukanlah realitas, ia hanya deskripsi
linguistik tentang realitas; maka ia tidak menjadi bukb
tanpa kembali ke landasannya dalam realitas. Kedua, teks
mensaratkan iman terhadapnya, masalahnya siapa yang beriman
pada teks itu. Ketiga, teks terletak pada otoritas kitab,
bukan pada otoritas akal. Bukti tentang otoritas bukanlah
bukti. Keempat, teks adalah bukti bagian luar yang datang
dari luar realitas. Kelima, teks membutuhkan penafsiran atas
sauhnya; tapi tidak akan ada arti yang benar bagi suatu teks
tanpa sauh ini. Keenam, teks bersifat sepihak (unilateral),
dan ia bersandar pada banyak hal dari teks-teks lain.
Ketujuh, teks bersandar pada pilihan, pilihan mengikuti
kecenderungan dan kepentingan. Kedelapan, kondisi- kondisi
sosial dari penafsir adalah dasar dari pilihan atas teks.
Kesembilan, teks mengacu pada keyakinan masyarakat, pujian
dari perasaan-perasaan keagamaan orang yang berlebihan dan
pengakuan dari lawan. Kesepuluh, metode teks lebih dekat
pada peringatan dan bimbingan, ia mempertahankan Islam
sebagai suatu prinsip dari pada kaum Muslim sebagai ummah.
Akhirnya, metode teks memberikan pernyataan, tapi bukan
kuantitas. Metode "Islam Kiri" mendefinisikan kuantitas
dengan statistik sehingga realitas bicara sendiri.
Kita menggunakan angka-angka untuk menyebarkan kekayaan
kaum Muslim kepada rakyat komunitas Muslim (ummah). Kita
sarjana tentang masyarakat, ekonomi, sejarah, dan hukum,
yang tidak hanya bersandar pada teks tradisional. Kita hakim
dalam pengertian klasik; para hakim klasik mengetahui
realitas dan menghukuminya. Kita tradisionalis tapi untuk
zaman sekarang; apa yang kita asumsikan adalah tugas
generasi ini, bukan seluruh generasi. Dengan demikian kita
te tarik dengan semangat zaman, dan tertarik dengan ungkapan
populer, biografi para pejuang, nyanyian rakyat, dll, karena
semua itu merupakan bagian dari sumber nilai. Dari sini kita
mendefinisikan pandangan dunia mereka dan melukiskan
struktur-struktur pikiran mereka. Tujuan studi ini adalah
mempertahankan kaum Muslim dan memurnikan Islam dalam
pikiran mereka.
"Islam Kiri" mengarahkan energinya ke masalah-masalah
fundamental zaman ini. Dari luar: imperialisme, Zionisme,
dan kapitalisme. Dari dalam: kemiskinan, penindasan, dan
keterbelakangan. Sejak zaman al-Afghani, dan tentunya sejak
Perang Salib, imperialisme merupakan masalah yang membakar.
Kemudian, imperialisme adalah Perang Salib baru.
Imperialisme sekarang adalah cara petualangan ekonomi
multinasional dan westernisasi kebudayaan. Dalam hal budaya,
imperialisme mematikan semangat kreatif bangsa-bangsa, dan
mencabutnya dari akar sejarah mereka.
Basis militer asing tersebar di mana-mana di dunia Arab
sekarang, dari Maroko sampai Timur Arab. Juga sejumiah
bangsa Muslim tetap berada di bawah pengaruh super power.
kekayaaan dunia Islam masih di tangan perusahan-perusahaan
monopolistik, dan kita mengimpor pengetahuan ilmiah dari
Barat. Tapi yang paling berbahaya adalah imperialisme
budaya. Barat menginginkan agar warisan bangsa- bangsa
historis lemah, kemampuan kreatifnya dibelenggu, dan
kebudayaan mereka diubah menjadi budaya musium, hanya untuk
studi. Dengan berubahnya bangsa-bangsa Islam menjadi
minoritas, mereka menjadi budak Barat. Tugas "Islam Kiri"
adalah terus-menerus mengingatkan akan model kolonialisme
baru, rasisme Barat yang tersembunyi dan Perang Salib
historis.
Zionisme masih merupakan kekuatan yang kokoh yang
menentang Islam dan kaum Muslim. Sasarannya bukan hanya
menguasai tanah, tapi juga menyebarkan pemikirannya ke
kalangan intelektual Islam- Arab, dan mengetahui pemikiran
mereka untuk menghancurkannya. Zionisme menguasai semangat
kita, dan Zionisasi dunia dilakukan di jantung dunia Islam.
Islam melarang bersahabat dengan keturunan Israel: "Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi walimu; sebagian mereka adalah
wali dari sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu
mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim" (QS. 5:51). "Islam
Kiri" sejalan dengan Saudara-Saudara se-iman (Brothers in
Goa) untuk menolak dan menentang Zionisme. Ini berarti bahwa
perdamaian dengan anak-anak Israel dilarang. Kita mengatakan
ini sebagai hakim Islam dengan tanggungjawab sebagai
hakim.
Bahaya ketiga yang datang dari luar adalah kapitalisme.
Bahaya ini tidak hanya bagi yang mengikutnya, tapi juga kita
dalam masyarakat Islam. Kapitalisme terkait dengan
masyarakat kelas, dan kekuasaan terletak pada orang yang
menguasai modai. Ia tidak membatasi industri militer yang
merusak, karena indusbri ini mendukung dan menguntungkan
mereka yang mengabdi modal. Semua ini berarti kemiskinan
bagi yang miskin, dan perlakukan istimewa bagi yang kaya.
Islam menolak akumulasi kapital oleh sekelompok orang:
"supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang
kaya saja di antara kamu" (QS. 59:7). Islam menolak hak
milik istimewa, masyarakat kelas, monopoli dan riba; ia
bicara tentang kesamaan, kooperasi, dan solidaritas. Sayang
kita menyebarkan kata "Sosialisme Islam", padahal kita
melihat dalam Islam perlawanan menentang kapitalisme lokal
dan dunia. Kita memerlukan pembangunan sosial atas dasar
kesamaan dan keadilan sosial, dan hak maksimum bagi yang
miskin.
Bangsa-bangsa Muslim termasuk di antara bangsa-bangsa
miskin di dunia. Walaupun al-Qur'an mengatakan: "dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu
bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak mempunyai
apa-apa yang tidak mau meminta." (QS. 70:24-25)
Dan walaupun kita satu ummah, kita dalam kenyataannya dua
ummah: yang miskin dan yang kaya. Tugas "Islam Kiri" adalah
membagikan kekayaan di antara kaum Muslim. Pengurangan
jumlah keturunan kita bukanlah penyelesaian masalah
kemiskinan seperti yang dianjurkan para kolonialis dan
Zionis. Yang terpenting adalah mengambil hak-hak kaum yang
miskin dari kaum yang kaya, dan membagikan kekayaan
negara-negara Islam dari mereka yang memiliki segala-galanya
ke yang tak punya apa-apa.
Tidak ada bangsa yang menderita despotisme dan penindasan
seperti kita. Kaum Muslim nampak seperti yang ditulis Barat
mengenainya, yakni "despotisme Timur". Kita tidak punya
sistem demokrasi atau kebebasan. Komitmen pada hak asasi
manusia didatangkan dari Barat sehingga Barat dapat menelib
kondisi-kondisi orang yang kita penjara. Dalam masyarakat
kita tidak ada ukuran bagi semangat dan kebebasan pabriotik.
Kecuali, mereka yang berkuasalah yang menjadi
patriot-patriot. Para pemimpin memanipulasi kesadaran
nasional lewat media komunikasi. Akibatnya, bangsa-bangsa
Islam tidak lagi mampu mengubah opini orang lain. Bahkan
jika faksi oposisi muncul, ia dicurigai sebagai tidak setia,
penghianat, murtad. Tugas "Islam Kiri" adalah mempertahankan
kebebasan berbicara dan memperkuat demokrasi. Dengan begitu,
Israel tidak akan lagi menjadi "oase demokrasi"
satu-satunya, karena ia tersebar luas, dan komite "hak asasi
manusia" tidak akan lagi dikirim ke kita. Ternyata
"keterbelakangan" merupakan sifat umum masyarakat kita. Itu
berarti keterbelakangan menyeluruh dalam struktur sosial dan
dalam pandangan-pandangan masyarakat. Beberapa masyarakat
Islam kita seperti di Sudan, India, Pakistan, Iran, Irak,
dan Turki masih bersifat kesukuan. Buta huruf menyebar,
epidemik juga meluas sebagai akibat dari lingkungan yang
kotor. Yang justru ironis, agama mereka bersandar pada
kesucian dan air wudhu. Ini keterbelakangan budaya dan
peradaban yang terkait dengan pandangan dunia dan perilaku
masyarakat serta kondisi sosial ekonomi.
Keterbelakangan dalam pemikiran menampakkan pandangan
dunia kita yang mendua --kita berada dalam satu sisi yang
kuat, kemudian kita merasa senang dengan kehancuran sisi
yang lainnya. Semua krisis kita datang dari sisi ini. Apa
yang menentukan pandangan kemenyatuan dan tauhid adalah
mengambil kembali dunia dan pusat gravitasi dunia bagi
dunia. Pandangan piramidal juga menunjukkan pandangan dunia
kita. Ia merupakan basis birokrasi dan kelas dalam
masyarakat kita. Juga keterbelakangan nampak dalam
kemunduran akal di hadapan "tabu-tabu" seperti Tuhan,
kekuasaan dan_seks. Kita membiarkan tabu-tabu ini hidup demi
kepuasan sentimen kita. "Islam Kiri" berusaha menemukan
tempat ummah dalam sejarah, dan mentransformasikan
bangsa-bangsa Muslim dari kuantitas ke kualitas. Pekerjaan
"Islam Kiri" di awal abad ke-15 H. adalah sebagai
berikut.
Pertama, mewujudkan keadilan sosial dalam ummah melalui
firman al-Our'an. Kedua, membangun masyarakat bebas dan
demokratis. Ketiga, membebaskan Palestina dan mengusir
kolonialisme dari dunia Islam. Keempat, membangun kesatuan
Islam yang menyeluruh mulai dari Mesir, kemudian lembah
sungai Nil, kemudian Mesir dan Syria, ... dan akhirnya
ummah. Kelima, merumuskan kebijakan nasional yang bebas dari
pengaruh super power, yakni kebijakan "bukan Barat dan bukan
Timur". Keenam, mendukung revolusi kaum yang tertindas;
revolusi mereka adalah revolusi Islam.
Agama dan Revolusi
Tugas "Islam Kiri" adalah meneliti unsur-unsur
revolusioner dalam agama. Agama adalah apa yang kita miliki
dalam tradisi yang asli; revolusi adalah hasil zaman kita.
Dan dalam agama sendiri ada revolusi. Para nabi adalah para
revolusioner dan sekaligus reformis. Revolusi tauhid
menentang kemusyrikan dibawa Nabi Ibrahim; revolusi semangat
oleh Nabi Isa, revolusi orang miskin, budak, dan orang-orang
yang malang dibawa Nabi Muhammad.
Tauhid mempunyai fungsi praktis untuk menghasilkan
perilaku dan iman yang diarahkan pada perubahan kehidupan
masyarakat dan sistem sosialnya. Para nabi muncul dan
melakukan revolusi untuk membuat reformasi ke arah
kondisi-kondisi yang lebih baik. Para nabi adalah pendidik
kemanusiaan untuk mencapai kemajuan dan kesempurnaan. Akhir
kenabian adalah bahwa kemanusiaan menjadi kemerdekaan akal,
dan ia mulai bergerak sendiri ke arah kemajuan.
Banyak revolusi dalam sejarah kita: revolusi
al-Qaramithah, Mahdi di Sudan, Sanusiyah di Libya, Islam di
Aljazair dan Jihad ikhwan al-Muslimin. Tugas "Islam Kiri"
adalah membawa revolusi ini. Sayangnya pemikiran yang
menyembunyikan ide-ide revolusioner itu justru telah menang.
"Islam Kiri" menmpunyai akarnya dalam revolusi-revolusi
agama dalam masyarakat manusia. Banyak revolusi dalam
sejarah Yudaisme dan agama Ktisten. Revolusi agama tidak
terbatas hanya pada tiga agama monoteis, juga dalam
agama-agama lain: revolusi Budha di Vietnam, revolusi
Konfusianis di Cina, dan revolusi-revolusi lain di Afrika
Selatan. Gerakkan revolusioner agama-agama telah
diklasifikasikan ke dalam messianisme, milleniarisme dan
kharisma dalam sejarah agama dan sosiologi agama. Tapi
analisis ini masih berputar di sekitar wilayah agama
Kristen, belum mampu menyentuh bentuk revolusi Islam, yakni
revolusi tawhid yang tidak membutuhkan gambaran Messiah bagi
pembebasan. Inilah yang berusaha dikemukakan "Islam
Kiri".
Di Barat telah muncul kecenderungan baru dalam teologi
yang mengambil "revolusi" sebagai suatu objek studi, dan
disebut "Teologi Revolusi". Ia telah menjadi salah satu
aspek penting darf pemikiran keagamaan di zaman modern.
Teologi menjadi pengetahuan rakyat, dan menjadi pengetahuan
revolusi rakyat di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Realitas
revolusioner sendiri memasukan teolog-teolog bagi
masyarakat-masyarakat bersagama. Beberapa dari mereka
mengambil revolusi sebagai subjek studi, dan beberapa yang
lain terlibat dalam revolusi itu sendiri. Agama adalah
pengetahuan, tindakan, tauhid dan kesyahidan.
Kesatuan Nasional
"Islam Kiri" bermaksud mengajak dialog semua pihak dalam
dunia Islam. Ia bukan sekte baru, tapi berusaha menciptakan
kesatuan di antara kaum Muslim sesuai dengan tuntutan zaman,
seperti kebebasan, keadilan, dan kemajuan. Kesatuan
pemikiran adalah prasarat bagi kesatuan ummah. Pertama,
"Islam Kiri" berseru kepada "Saudara-Saudara seiman" dalam
jurnal al-Da'wah. Sejumlah penulis jurnal ini telah
mengembangkan kesadaran akan dunia Islam, tapi kebanyakan
tetap berada dalam tradisi. Kita menyerukan agar ada dialog
antara mereka dengan kita. Kita boleh berbeda tapi saling
menghormati dalam butir-butir pemikiran yang berbeda.
Perbedaan kita mungkin formal, tidak esensial.
"Saudara-Saudara Muslim" menyajikan
kecenderungan-kecenderungan yang sesungguhnya di antara
kita. Mereka melakukan jihad melawan kolonialisme di
Palestina dan Suez. Terjadi konflik yang paling keras antara
mereka dan revolusi Mesir. Apa yang mampu mereka lakukan
adalah mendukung rakyat dalam revolusi, tapi mereka masih
tidak mempunyai koordinasi politik untuk memobilisasi
rakyat. Semangat revolusi ini mengulang penafsiran
tradisional sehingga mereka mewujudkan objek-objek revolusi
dalam kebebasan dan keadilan. Kita tak mengganti siapa pun
dengan orang yang tidak beriman dan kita berharap tidak ada
orang menggantikan kita dengan orang yang tidak beriman,
tapi kita berseru demi kesatuan nasional minimum antar kita
dan mereka. Nabi mampu melakukan dialog dengan rakyat dan
mampu melakukan pendekatan. Ini hanyalah koalisi politik
karena kepentingan yang mendesak, bukan kesatuan nasional
bagi gerakan pembebasan nasional melawan imperilisme Barat.
Kedua, kita menghimbau secara damai "Saudara-Saudara
sebangsa" (kaum Marxis, Nasseris dan Liberalis) untuk
berdialog. Kita bisa sepakat dalam cita-cita, yakni
kebebasan, demokrasi, dan keadilan sosial. Kita semua
terlibat dalam memperkuat kesadaran kelas para pekerja dan
dalam pembentukan barisan depan revolusioner. Kaum Nasseris
bisa mencapai implementasi sosial yang terbesar dalam
sejarah modern kita. Nasserisme juga membangun basis gerakan
revolusioner dan juga telah memberi sumbangan bagi
gerakan-gerakan revolusioner di Dunia Ketiga. Kolonialisme
Dunia menghubungkan Nasserisme dengan kekalahan tahun 1967.
Nasserisme masih hidup dalam sentimen rakyat dan nampak
dalam getaran revolusi Islam di Iran.
"Saudara-Saudara seiman" jangan menolak sisi progresif
dalam khazanah kita. Kemajuan adalah tuntutan zaman kita
karena masyarakat kita terbelakang. Banyak tulisan tentang
kemiskinan, kekayaan, perbankan dan revolusi dalam Islam.
Mengapa mereka yang mencurahkan perhatiannya pada yang
miskin dan orang-orang yang tersingkir menjadi Marxis?
Mengapa mereka yang menyerukan kebebasan dan demokrasi
menjadi Komunis? Karena kita kehilangan substansi Islam.
Kita hakim, mereka teolog, kita memusatkan perhatian pada
syari'ah
Mereka memusatkan perhatian pada iman, kita tradisionalis
dalam hukum Islam, mereka tradisionalis dalam agama.
Mengenai "Saudara-Saudara sebangsa" (kaum Marxis), mereka
tidak menolak "Islam Kiri". Kita semua
revolusioner-revolusioner nasional yang terkait dengan
warisan ummah, maka kita tidak membutuhkan kata-kata
filsafat Barat apa pun. Kita semua bersaing untuk membela
yang tertindas. Revolusi sekular yang mereka tunjukkan
adalah bagian dari revolusi Islam, karena Islam
komprehensif, ummah, mencakup peradaban dan sejarah, dan
identitas yang kuat.
"Saudara-Saudara serevolusi" (kaum Nasseris) tidak
menolak "Islam Kiri" juga. Rencana revolusi-revolusi Islam
dalam berjuang menentang kolonialisme dan Zionisme, akhir
dari reaksionisme dan keterbelakangan, realisasi kebebasan,
sosialisme dan kesatuan ternyata adalah rencana "Islam
Kiri".
Mereka berusaha mendukung tujuan Islam, tapi hubungan
antara keduanya dangkal. Akibatnya Islam menjadi alat untuk
membenarkan kemampanan yang ada. Tapi "Islam Kiri"
didasarkan pada Islam itu sendiri. "Saudara-saudara
sekebebasan" (kaum liberalis) sangat merasakan "Islam Kiri",
karena mereka menganggapnya sebagai bagian dari warisan
ummah. Tapi al-Tahthawi, seorang sarjana yang religius, dan
Islam adalah sumber pokok kaum liberalis (Thaha Husain,
dll.). Mereka bicara tentang kaum yang tertindas, kebebasan,
demokrasi, dan keadilan sosial dalam Islam.
Mereka menggunakan akal dalam tradisi, dan mengkritik
peradaban Barat. Mereka mengupayakan pencerahan, tapi belum
mentransformasinya ke dalam pencerahan menyeluruh. "Islam
Kiri" bertujuan untuk menyempurnakan apa yang kaum liberalis
awali dan mentransformasikan masyarakat dari liberalisme ke
pencerahan. "Islam Kiri" tidak terkurung dalam
ungkapan-ungkapan seperti Islami, Arab dan Dunia, agama dan
negara. Ia tidak menyatakan revolusi hanya untuk kaum
Muslim, tapi revolusi bagi "rakyat al-Kitabi" yang
menyatakan bagian dari warisan ummah dan sejarah ummah.
rldak ada perbedaan antara Islam dan gereja-gereja Timur
dalam menghadapi imperialisme Barat. "Istam Kiri" melindungi
kreativitas bangsa-bangsa historis, dan menolak pengawasan
budaya oleh Barat.
Keraguan dan Bahaya
"Islam Kiri" sepenuhnya bebas dari Timur atau pun Barat.
Ia bukan Marxisme baru, liberalisme revolusioner atau
gerakan Syi'ah. Ia menghadirkan kecenderungan budaya
ideologis yang berakar dari warisan klasik kita, al-Qurtan
dan Sunnah. Ia muncul di Mesir, yakni pusat dunia Islam dan
jantung Arabisme. Ia bukan partai politik, bukan oposisi
menentang pemerintah atau kemapanan, dan juga tidak
melakukan agitasi bagi pemberontakkan dalam negeri. "Islam
Kiri" mempertimbangkan politik dalam budaya ummah dan
renaissans ummah, dan perjuangannya adalah pada tingkat
kesadaran budaya dan peradaban ummah. Ia bertujuan melampaui
pemecahan-pemecahan yang parsial untuk mencapai pandangan
yang menyeluruh. "Islam Kiri" bukan hanya "bekas" dengan
semangat yang berapi-api dalam pikiran masyarakat, tapi
bertujuan untuk mentransformasikan bekas itu ke dalam akal,
dialog dan pencerahan untuk mempertahankan kebaikan Islam.
Jurnal ini tidak hanya menghadirkan suatu kecenderungan,
karena ia menghimpun esai-esai dan pendapat-pendapat yang
bermacam-macam, yang punya keinginan untuk memunculkan sisi
progresif dalam Islam dan unsur-unsur revolusioner dalam
sejarah kita. Kita dapat berbeda, tapi perbedaan kita adalah
seperti perbedaan antara para sahabat Nabi Muhammad. Semua
kita mencari kebenaran, menjalankannya, dan berusaha
membuktikannya. Kita mungkin diragukan, dipandang bid'ah dan
kafir. Ini jelas pandangan yang jahat dan bernafsu untuk
menjadi penguasa. Tapi kita bertumpu pada bukti --bukti
dengan sumber yang otoritatif. Kita melakukan ijtihad
seperti para pendahulu kita. Kita mengikuti jalan yang
diambil para ulama besar dan ummah. "Islam Kiri" bukan Islam
yang berbaju Marxis, dan bukan pula Marxisme yang berbaju
Islam. Ia tidak terpengaruh oleh Marxisme dalam bentuk
maupun isinya, tapi ia mempunyai ungkapan-ungkapan untuk
membangun revolusi kaum Muslim. Ia tidak terpengaruh Barat.
Ia pada dasarnya menantang Barat. Ia bukan pencerahan yang
diartikan di Barat, tapi merupakan tahap yang dilalui oleh
setiap peradaban. "Islam Kiri" mengungkapkan apa yang kaum
Muslim sekarang perlukan: sistem dan pemikiran, gerakan atau
reformasi, lama atau baru, tradisi atau kekinian. Ia
memperbarui al-'Urwah al- Wutsqa. Kita akan mengembangkan
rencana al-Afghani dan mengirimnya bagi revolusi pada
generasi yang akan datang. Karena bagi kami, al-Afghani
tetaplah masih hidup.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar