Sejarah dan Identitas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Pengantar
Sebagai
sebuah organisasi yang selalu berusaha mempelopori gerakan-gerakan
organisasi kepemudaan yang lain, Ikatan mahasiswa Muhammadiyah selalu
berpijak pada sebuah sejarah yang membuat IMM ini lahir, sebuah sejarah
yang seharusnya selalu menjadi cambuk ketika para kader Ikatan sudah
mulai kehilangan kepeloporannya.
Sebuah
identitas yang bisa membedakan IMM dari organisasi-organisasi lain di
saat organisasi-organisasi kepemudaan yang lain mulai terperosok pada
jerat kekuasaan dan politik vertikal, IMM tetap bersih dan selalu
berusaha bersih.
Sejarah Berdirinya IMM
Pada tahun
60-an secara komparatif mahasiswa merupakan tokoh-tokoh elit dari
kalangan para intelektual. Tetapi setelah terjadinya bom sarjana pada
tahun 70-an dan pada awal 80-an, mahasiswa tak lagi memiliki predikat
yang istimewa. Salah satunya adalah IMM, dimana organisasi ini didirikan
oleh salah seorang tokoh bernama Drs. Moh. Djasman Al-Kindi ketua
pertama IMM atas restu Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang diketuai oleh
H.A. Badawi.
Pada
dasarnya IMM didirikan atas dua faktor integral, yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor internal bersumber dari kondisi Muhammadiyah
sendiri, sedangkan aspek eksternal disebabkan kondisi di luar
Muhammadiyah, yaitu realitas umat Islam dan bangsa Indonesia pada
umumnya.
1. Faktor Internal
Aspek
internal kelahiran IMM lebih dominan pada idealisme untuk mengembangkan
ideologi Muhammadiyah, yaitu faham dan cita-cita Muhammadiyah. Pada
awalnya dalam gerakan dakwahnya, Muhammadiyah telah memiliki organisasi
otonom (ortom) seperti Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atul Aisyiyah yang
dianggap cukup mampu menampung mahasiswa dan putra-putri Muhammadiyah
untuk melaksanakan aktivitas keilmuan, keagamaan dan kemasyarakatan.
Namun pada Muktamar Muhammadiyah ke-25 di Jakarta tahun 1936,
dihembuskan cita-cita untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah
sekaligus agar mampu menghimpun mahasiswa Muhammadiyah dalam sebuah
wadah organisasi otonom. Namun cita-cita itu lama terendapkan seiring
dengan sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, sampai dirintisnya
Fakultas Hukum dan Filsafat PTM di Padang Panjang tahun 1955 dan
Fakultas Pendidikan Guru di Jakarta tahun 1958.
Sementara
Pemuda Muhammadiyah sendiri dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 1956
menginginkan untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah menjadi
organisasi terpisah dari pemuda Muhammadiyah. Langkah selanjutnya dalam
Konferensi Pimpinan daerah (KOPINDA) Pemuda Muhammadiyah se-Indonesia
di Surakarta, akhirnya diputuskan untuk mendirikan Ikatan Pelajar
Mahasiswa (IPM), dimana mahasiswa Muhammadiyah tergabung di dalamnya.
Pasca lahirnya beberapa PTM pada akhir tahun 1950-an mendorong semakin
kuatnya keinginan untuk mendirikan organisasi mahasiswa Muhammadiyah.
Berdasarkan
pada hasil Muktamar I Pemuda Muhammadiyah 1956 dan diadakannya kongres
mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta (atas inisiatif mahasiswa dari
Malang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Jakarta) menjelang
Muktamar Muhammadiyah tahun 1962, yang merekomendasikan dilepaskannya
departemen kemahasiswaan dari Pemuda Muhammadiyah. Sebagai tindak
lanjut, dibentuk kelompok Dakwah Mahasiswa yang dikoordinir oleh Ir.
Margono, dr. Sudibyo Markus, dan Drs. Rosyad Saleh. Ide pembentukan ini
berasal dari Drs. Moh. Jazman Al-Kindi yang saat itu menjadi sekretaris
PP Pemuda Muhammadiyah pada tanggal 14 Maret 1964 atau 29 Syawal 1384 H.
2. Faktor Eksternal
Realitas sejarah sebelum kelahiran IMM bahwa hampir sebagian besar
putra-putri Muhammadiyah dikader oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dan HMI secara organisasi ikut dibesarkan dan didanai oleh Muhammadiyah
dalam aktivitasnya. Ada apa antara Muhammadiyah dan HMI sebenarnya? HMI
adalah organisasi mahasiswa underbow Masyumi (untuk pelajar-PII).
Sementara Masyumi memiliki hubungan kultural dengan Muhammadiyah, karena
Muhammadiyah dalam pemilu 1955 mendukung Masyumi (bukan seperti NU yang
menjadi partai politik).
Pergolakan organisasi kemahasiswaan antara tahun 1950 s/d 1965 membawa
perubahan peta pergerakan organisasi kemahasiswaan. Seiring dengan
semakin dominannya PKI dalam percaturan politik mendekati tahun 1965.
HMI yang identik dengan Masyumi menjadi sasaran politik pemberangusan
lawan politiknya, PKI. Sehingga muncul desakan untuk membubarkan HMI
atas dorongan PKI yang dekat dengan Presiden Soekarno. Kondisi itu
merupakan sinyal bahaya bagi eksponen mahasiswa Muhammadiyah. Dibutuhkan
organisasi alternatif untuk menyelamatkan kader-kader Muhammadiyah yang
ada di HMI. Tapi kita tidak hanya melihat ini sebagai unsur
keterpaksaan semata, melainkan unsur-unsur lain yang menjadi keharusan
sejarah.
IMM dalam Sejarah Pergerakan Mahasiswa Indonesia
IMM merupakan kekuatan besar dalam setiap momentum perjuangan Mahasiswa
Indonesia, disamping HMI, PMII, PMKRI, GMNI, dll. Perjalanan sejarah
bangsa Indonesia yang unik menempatkan mahasiswa pada posisi istimewa
sebagai pendobrak kemapanan sistem kekuasaan melalui berbagai fase
bersejarah gerakan mahasiswa Indonesia. Mulai periode 1966, 1974 dan
1978, dan 1998 sampai 2002. IMM pada periode ini pun banyak melahirkan
tokoh-tokoh bangsa seperti Dr. Jasman Al-Kindi, Prof. Dr. Amien Rais,
Dr. Sudibyo Markus, Dr. yahya Muhaimin, Dr. Bambang Sudibyo, Prof. Dr.
Dien Syamsudin, hingga tokoh-tokoh muda yang ada di parlemen, birokrasi,
parpol, akademisi dan lembaga-lembaga lain.
IMM lahir bukan dengan ciri gerakan aksi seperti KAMMI atau gerakan
politik vertical seperti HMI. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sejak
kelahirannya mendeklarasikan diri sebagai gerakan intelektual sekaligus
gerakan sosial politik, dengan semboyan “unggul dalam intelektualitas,
anggun dalam moralitas”. Sehingga ciri ini menempatkan IMM pada posisi
yang agak jauh dari pergumulan kekuasaan ‘orde baru’ yang berakhir
dengan reformasi 1998. Ketika organisasi kemahasiswaan lain sibuk dengan
‘cuci gudang’ pasca 1998, IMM masih tetap steril dari “generasi laten
orde baru”.
Saat ini dan ke depan, keberadaan IMM akan semakin penting dan kian
dihargai dalam pergumulan realitas kebangsaan, baik politik, sosial,
ekonomi, budaya, maupun dalam dunia keilmuan. Terbukti IMM merupakan
organisasi kemahasiswaan dengan jaringan terluas yang ada di 172 cabang
di seluruh Indonesia. Secara historis posisi IMM diuntungkan dengan
bersihnya IMM dari konspirasi politik orde baru yang penuh korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah melibatkan banyak elemen
kemahasiswaan lain. Sementara IMM tetap konsisten dengan gerakan moral
& intelektual, sebuah citra dan modal yang sangat berharga bagi
perjalanan IMM ke depan.
Identitas IMM
IMM merupakan organisasi kader di lingkungan Muhammadiyah, seperti juga
organisasi mahasiswa lainnya, identitas merupakan cirri khas yang
membedakan dengan lainnya, (ideintiatas IMM) yaitu:
• IMM adalah organisasi kader
IMM merupakan organisasi kaderisasi yang bergerak dibidang keagamaan,
kemahasiswaan, dan kemasyarakatan dalam rangka mencapai tujuan
Muhammadiyah.
• IMM sebagai Ortom Muhammadiyah
IMM merupakan organisasi otonom Muhammadiyah, menjiwai semangat
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah khususnya di tengah-tengah
mahasiswa, yaitu menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, sebagai mana yang
tertuang dalam ayat 104 surat Ali Imron yang berbunyi :
“dan hendaklah diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada
keutamaan, menyuruh kepada yang baik (ma’ruf) dan mencegah yang buruk
(munkar), merekalahorang-orang yang menang (falah)”
• IMM sebagai gerakan Religius & Intelektual
Aktualisasi yang dilakukan merupakan proses integrasi dari nilai-nilai
religius dan ilmiah, artinya pola gerakan yang dibangun senantiasa
mengedepankan wacana dzikir dan fikir.
• Setiap kader IMM harus mencirikan:
- Tertib dalam ibadah sebagai wujud ke-taqwa-an
- Tekun dalam mengkaji dan mengamalkan ilmu
- Konsisten dalam perjuangan keagamaan dan kemasyarakatan
Dan dalam memegang teguh identitas, Ikatan mahasiswa Muhammadiyah di
setiap gerak perjuangannya telah meletakkan beberapa dasar falsafah:
- Semua amal gerak harus diabadikan untuk Allah.SWT semata
- Keikhlasan menjadi landasannya
- Ridho Allah harus menjadi ghoyah terakhir, karena tanpa ridho-Nya tidak akan pernah ada hasilyang akan dicapai
- Tenaga praksis (power of action) sangatlah menentukan, karena nasib kita akan sangat tergantung pada usaha dan perbuatan kita sendiri.
Misi & Visi IMM
Seperti yang dirumuskan dalam AD IMM, tujuan didirikannya IMM adalah:
“Mengusahakan terbentuknya akademisi muslim yang berakhlak mulia dalam
rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Tujuan ini kemudian dijabarkan
dalam bentuk misi yang wajib diemban oleh setiap kader ikatan yang
terdiri dari misi keagamaan, keintelektualan, dan kemasyarakatan.
Visi adalah “seperangkat pengetahuan yang diyakini kebenarannya yang
akan memberi arahan tujuan yang akan dicapai sekaligus memberi arahan
proses untuk mencapai tujuan”. Dalam konseptualisasi gerakan ini visi
yang dicita-citakan harus senantiasa terpelihara secara kokoh di dalam
“state of mine” kader-kader persyarikatan yang dibina oleh Ikatan
sebagai bentuk pelestarian dokrin dan loyalitas kelembagaan. Dengan
demikian integrasi dari misi dan visi ikatan ini menjadi mainstream yang
secara komunalitas akan membingkai kader-kader Ikatan dalam satu
kerangka keseragaman paradigmatik atau pola pikir yang dikembangkan
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Misi dan Visi gerakan IMM tertuang dalam Tri Cita Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah :
• Keagamaan (religiusitas)
Sebagai organisasi kader yang berintikan nilai-nilai religiusitas, IMM
senantiasa memberikan pembaruan keagamaan menyangkut pemahaman pemikiran
dan realisasinya, dengan kata lain menolak kejumudan. Menjadikan Islam
dalam setiap proses sebagai idealitas sekaligus jiwa yang menggerakkan.
Motto yang harus diaktualisasikan adalah :
“Dari Islam kita berangkat (landasan & semangat) dan kepada islam lah kita berproses (sebagai cita-cita)”
• Keintelektualan (Intelektualitas)
Dalam tataran intelektual IMM berproses untuk menjadi “centre of
excellent”, pusat-pusat keunggulan terutama sisi intelektual. Organisasi
ini diharapkan mampu menjadi sumber ide-ide segar pembaharuan. Sebagai
kelompok intelektual, kader IMM harus berpikir universal tanpa sekat
eksklusivisme. Produk-produk pemikirannya tidak bernuansa kepentingan
kelompok dan harus bisa menjadi rahmat untuk semua umat.
• Kemasyarakatan (humanitas)
Perubahan tidak dapat terwujud hanya dengan segudang konsepsi. Yang tak
kalah pentingnya adalah perjuangan untuk mewujudkan idealitas
(manifestasi gerakan). Kader IMM harus senantiasa berorientasi objektif,
agar idealitas dapat diwujudkan dalam realitas. Namun perlu dicatat,
membangun peradaban tidak dapat dilakukan sendirian (eksclusif), dalam
arti kita harus menerima dialog dan bekerjasama dengan kekuatan lain
dalam perjuangan.
Profil Kader IMM
Tiga kompetensi dasar di atas harus terinternalisasi melalui proses dan
kultur IMM. Indikasi dari terpenuhinya kemampuan-kemampuan tersebut
dapat dinilai dari 3 kadar indikator, yaitu:
1) Kompetensi Dasar Keagamaan
- Akidah yang terimplementasi.
- Tertib dalam ibadah.
- Menggembirakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar.
- Akhlaqul karimah.
2) Kompetensi Dasar Keintelektualan
- Kemampuan bersikap rasional dan logis.
- Ketekunan dalam kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
- Pengembangan kemampuan manajerial.
- Terbuka terhadap pandangan baru.
- Memiliki tanggung jawab sosial dengan mengembangkan kesadaran ilmiah.
3) Kompetensi dasar Humanis atau Kerakyatan
- Agamis dan senantiasa setia terhadap keyakinan dan cita-cita.
- Rasa solidaritas sosial.
- Sikap kepemimpinan sosial dan kepeloporan.
- Bersikap kritis terhadap diri dan lingkungan.
- Kedewasaan sikap yang tercermin dari kedalaman wawasan.
- Berpribadi Muhammadiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar