IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH
MELACAK JEJAK SEJARAH
KELAHIRAN IMM tidak lepas kaitannya
dengan sejarah perjalanan Muhammadiyah,
dan juga bisa dianggap sejalan
dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap
hal yang dilakukan Muhammadiyah merupakan perwujudan dari keinginan
Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita
sesuai dengan kehendak Muhammadiyah dilahirkan.
Di samping itu, kelahiran IMM juga merupakan
respond atas persoalan-persoalan keummatan dalam sejarah bangsa ini pada awal
kelahiran IMM, sehingga kehadiran IMM sebenarnya merupakan sebuah keharusan
sejarah. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara
lainialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102):
1. Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil,
pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal,
serta adanya ancaman komunisme di Indonesia.
2. Terpecah-belahnya umat Islam datam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan
politikummat Islam yang semakin buruk.
3.Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa)
yang berorientasi pada kepentingan politik praktis
4.Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk
merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme
5.Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana
kehidupan kampus yang sekuler
6.Masih membekasnya ketertindasan imperialisme
penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan
7.Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba
bid'ah, khurafat, bahkan kesyi rikan, serta semakin meningkatnya misionaris-
Kristenisasi
8. Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin
memburuk
Dengan latar belakang tersebut,
sesungguhnya semangat untuk mewadahi dan membina mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah
telah dimulai sejak lama. Semangat
tersebut sebenarnya telah tumbuh dengan
adanya keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah pada Kongres
Seperempat Abad Muhammadiyah di Betawi
Jakarta pada tahun 1936. Pada saat itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH. Hisyam
(periode 1934-1937). Keinginan tersebut sangat logis dan realistis, karena
keluarga besar Muhammadiyah semakin
banyak dengan putera-puterinya yang sedang dalam penyelesaian pendidikan
menengahnya. Di samping itu,Muhammadiyah juga sudah banyak memiliki amal usaba
pendidikan tingkat menengah.
Gagasan pembinaan kader di lingkungan
mahasiswa datam bentuk penghimpunan dan pembinaan langsung adatah
selaras dengan kehendak pendiri Muhammadiyah,
KHA. Dahlan, yang berpesan babwa
"dari kallan nanti akan ada yang jadi dokter, meester, insinyur, tetapi
kembalilah kepada Muhammadiyah"
(Suara Muhammadiyah, nomor 6 tahun
ke-68, Maret || 1988, halaman 19). Dengan
demikian, sejak awal Muhammadiyah sudah
memikirkan bahwa kader-kader muda yang profesional harus memiliki dasar
keislaman yang tangguh dengan kembali ke Muhammadiyah.
Namun demikian, gagasan untuk menghimpun dan membina mahasiswa di
lingkungan Muhammadiyah cenderung
terabaikan, tantaran Muhammadiyah sendiri
belum memiliki perguruan tinggi. Belum
mendesaknya pembentukan wadah kader di lingkungan mahasiswa Muhammadiyah saat itu juga karena saat itu jumlah
mahasiswa yang ada di lingkungan Muhammadiyah betum terialu banyak. Dengan
demikian, pembinaan kadermahasiswa Muhammadiyah dilakukan melalui wadah Pemuda
Muhammadiyah (1932) untuk mahasiswa putera dan metalui Nasyiatul Aisyiyah (1931) untuk mahasiswa puteri.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31
pada tahun 1950 di Yogyakarta,
dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah.
Namun karena berbagai macam hat, keinginan tersebut belum bisa
diwujudkan,sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun
para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil Dengan demikian,
keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh
dari kenyataan.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33
tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru
bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam
satu himpunan belum bias diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap
mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan
Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan
Pemuda Muhammadiyah.
Gagasan untuk mewadahi mahasiswa
dari kalangan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik
di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah berlangsung cukup
sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan
mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa
Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri
maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan
pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM betum dibutuhkan kehadirannya dalam
Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah masih dianggap
cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.
Di samping itu, resistensi terhadap
ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak
kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan
dekat itu dapat ditihat ketika Lafran Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia
bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokob Muhammadiyah), dan
beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan)
yang juga seorang aktifis di Nasyi'atul Aisyiyah.
Bila asumsi itu benar adanya, maka
hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena
dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan
pengkaderan mahasiswa Muhammadiyah bisa
dititipkan metalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat
tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan
tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali
menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah
terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atulAisyiyah, serta HMI yang
sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan
Muhammadiyah pada saat itu lebih menganak- emaskan HMI daripada IMM. Hal ini
terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi
maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan
Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran
IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian
pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi'atul Aisyiyah, serta
amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI.
Setelah mengalami polemik yang cukup serius
tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut
mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi
embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun
wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama,
pada tahun itu (1956) Muhammadiyah secara formal membentuk kader terlembaga
(yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali
pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar (tiga
tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepaskan diri dari komitmen politik
dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa
satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga,
perguruan tinggi Muhammadiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan
Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang
tentang "....menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak
menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan
amanah."
Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar
Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) iselenggarakan Kongres Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai
perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota).
Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya.
Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas
Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas
non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh
Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan
Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga
Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo
Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedangkan ide pembentukannya dari
Djazman al-Kindi (UGM, Drs.).
Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa
Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori
oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat
Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak
dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya
IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta.
Tiga butan setelah penjajagan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mere,smikan
berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada tanggal 29 Syawal 1384 H. atau 14
Maret 1964 M. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
dilakukan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi.
Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan
penandatanganan 'Enam Penegasan IMM' oleh KHA. Badawi, yaitu:
1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM
3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen
mahesiswa dalam Muhammadiyah
4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa
yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undartg, peraturan, serta dasar dan falsafah negara
5. Menegaskan bahwa ilmu adalá amaliah dan amal adalah ilmiah
6. Menegaskan bahwa amal WJA aMah lillahi ta'ala dan senantiasa diabdWan untuk
kepentingan rakyat.
Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah untuk pertama
kalinya ialah membentuk akademisi Islam
datam rangka metaksanakan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan aktifitas IMM pada
awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan
pengkaderan, sehingga seringkali IMM pada awal kelahirannya disebut sebagai
Kelompok Pengajian Mahasiswa Yogya (Farid Fathoni, 1990: 102).
Adapun maksud
didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah antara lain adatah sebagai berikut:
1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa
2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
3.Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan
meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah
4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah
5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu
serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan
Dengan berdirinya IMM lokal Yogyakarta, maka
berdiri pulalah IMM lokal di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung,
Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, Padang, Tuban, Sukabumi, Banjarmasin, dan
lain-lain. Dengan demikian, mengingat semakin besarnya arus perkembangan IMM di
hampir seluruh kota-kota universitas, maka dipandang perlu untuk meningkatkan
IMM dari organisasi di tingkat lokal menjadi organisasi yang berskala nasional
dan mempunyai struktur vertikal.
Atas prakarsa Pimpinan IMM Yogyakarta, maka
bersamaan dengan Musyawarah IMM se-Daerah Yogyakarta pada tanggal 11-13
Desember 1964 diselenggarakan Musyawarah Nasional Pendahuluan IMM seluruh
Indonesia yang dihadiri oleh hamper seluruh Pimpinan IMM Lokal dari berbagai
kota. Musyawarah Nasional tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan diselenggarakannya
Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada bulan April atau
Mei 1965. Musyawarah Nasional Pendahuluan tersebut menyepakati penunjukan
Pimpinan IMMYogyakarta sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara IMM (dengan
Djazman al-Kindi sebagai Ketua dan Rosyad Saleh sebagai Sekretaris) sampai
diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama di Solo.
Dalam Musyawarah Pendahuluan
tersebut juga disahkan asas IMM yang tersusun dalam 'Enam Penegasan IMM',
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IMM, Gerak Arah IMM, serta berbagai
konsep lainnya, termasuk lambang IMM, rancangan kerja, bentuk kegiatan, dan
lain-lain.
PRINSIP DASAR ORGANISASI
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah
gerakan mahasiswa Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan
kemahasiswaan. Tujuan IMM adatah mengusahakan terbentuknyaakademisi Islam yang
berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Dalam mencapai tujuan tersebut,
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah melakukan
beberapa upaya strategis sebagai berikut
:
1. Membina
para anggota menjadi kader persyarikatan Muhammadiyah, kader umat,
dan kader
bangsa, yang senantiasa setia terhadap
keyakinan dan cita-citanya.
2.Membina para anggotanya untuk selalu tertib dalam ibadah, tekun dalam studi, dan mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk melaksanakan ketaqwaannya dan pengab diannya
kepada allah SWT.
3.Membantu para anggota khusus dan mahasiswa pada
umumnya dalam menyelesaikan kepentingannya.
4. Mempergiat, mengefektifkan dan menggembirakan
dakwah Islam dan dakwah amar ma'ruf nahi munkar kepada masyarakat khususnya
masyarakat mahasiswa.
5. Segala usaha yang tidak menyalahi azas, gerakan dan
tujuan organisasi dengan mengindahkan segala hukum yang berlaku dalam Republik
Indonesia.
JARINGAN STRUKTURAL IMM
Susunan organisasi IMM dibuat secara
berjenjang dari tingkat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah,
Pimpinan Cabang, dan Komisariat. Dewan
Pimpinan Pusat adatah tingkat pimpinan
tertinggi di IMM yang menjangkau ruang lingkup nasional. Dewan Pimpinan Daerah
adatah pimpinan organisasi yang menjangkau suatu kesatuan wilayah tertentu yang
terdiri dari cabang-cabang IMM. Pimpinan Cabang adalah pimpinan organisasi yang
menjangkau satu kesatuan komisariat IMM. Komisariat IMM adatah kesatuan
anggota-anggota IMM dalam sebuah perguruan tinggi atau kelompok tertentu. Saat
ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
PROGRAM KERJA
Secara umum program kerja IMM
dilaksanakan untuk memantapkan eksistensi organisasi demi mencapai tujuannya, "mengusahakan
terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan
Muhammadiyah" (AD IMM Pasal 6). Untuk menunjang pencapaian tujuan IMM
tersebut, maka perencanaan dan pelaksanaan
program kerja diorientasikan bagi terbentuknya profil kader IMM yang memiliki kompetensi
dasar aqidah, kompetensi dasar
intelektual, dan kompetensi dasar
humanitas. Sebagai organisasi yang
bergerak di bidang
keagamaan, kemasyarakatan, dan
kemahasiswaan, maka program kerja IMM
pada dasarnya tidak bisa lepas dari tiga
bidang garapan tersebut. Perencanaan dan
pelaksanaan program kerja tersebut memiliki stressing yang berbeda-beda (berurutan dan
saling menunjang) pada masing-masing
level kepemimpinan.
* Di tingkat Komisariat: kemahasiswaan,
perkaderan,keorganisasian,kemasyarakatan.
* Di tingkat Cabang: Perkaderan,
kemahasiswaan, keorganisasian, kemasyarakatan.
* Di tingkat Daerah: keorganisasian,
kemasyarakatan, perkaderan, kemahasiswaan.
* Di tingkat Pusat: Kemasyarakatan,
keorganisasian, perkaderan, kemahasiswaan.
Berkaitan dengan program kerja jangka panjang,
maka sasaran utamanya diarahkan pada upaya perumusan visi dan peran sosial
politik IMM memasuki abad XXI. Hal ini tidak lepas dari ikhtiar untuk memantapkan eksistensi IMM demi
tercapainya tujuan organisasi (lihat AD IMM Pasal 6). Sasaran utama dan program
jangka panjang ini merujuk pada dan
melanjutkan prioritas program yang telah diputuskan pada Muktamar Vll IMM
di Purwokerto (1992). Program dimaksud
menetapkan strategi pembinaan dan
pengembangan organisasi secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan selama
Lima periode Muktamar IMM.
Periode Muktamar IX diarahkan pada pemantapan konsolidasi internal
(organisasi, pimpinan, dan program)
dengan meningkatkan upaya pembangunan
kualitas institusional dan pemantapan
mekanisme kaderisasi dalam menghadapi
perkembangan situasi sosial politik
nasional yang semakin dinamis. Periode Muktamar X diarahkan pada penguatan orientasi
kekaderan dengan meningkatkan mutu
sumber daya kader sebagai penopang utama
kekuatan organisasi datam transformasi
sosial masyarakat. Periode Muktamar XI
diarahkan pada penguatan peran institusi
organisasi baik secara internal (pelopor,
pelangsung, dan penyempurna gerakan pembaruan dan amal usaha
Muhammadiyah) maupun eksternal (kader
umat dan kader bangsa).
Periode Muktamar XII diarahkan pada pemantapan peran IMM dalam wilayah
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memasuki era globalisasi yang
lebih luas. Periode Muktamar XIll diarahkan pada pemberdayaan institusi
organisasi serta pemantapan peranan IMM dalam kehidupan sosial politik bangsa.
Kemudian pelaksanaan program jangka
panjang itu memiliki sasaran khusus pada masing-masing bidangnya. Bidang
Organisasi diarahkan pada terciptanya struktur dan fungsi organisasi serta
mekanisme kepemimpinan yang mantap dan mendukung gerak IMM dalam mencapai
tujuannya. Program konsolidasi gerakan IMM juga diarahkan bagi terciptanya
kekuatan gerak IMM baik ke datam maupun ke luar sebagai modal penggerak bagi
pengembangan gerakan IMM.
Bidang Kaderisasi diarahkan pada
penguatan tiga kompetensi dasar kader IMM (aqidah, intelektual, dan humanitas)
yang secara dinamis mampu menempatkan diri sebagai agen pelaku perubahan sosial
bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi diarahkan pada pembangunan budaya iptek dan penguatan paradigma ilmu
yang melandasi setiap agenda dan aksi gerakan IMMdalam menyikapi tantangan
zaman.
Bidang
Hikmah diarahkan pada penguatan peran sosial politik IMM di tengah kehidupan
berbangsa dan bernegara, khususnya dalam peran serta dan partisipasi sosial
politik generasi muda (mahasiswa). Bidang Sosial Ekonomi diarahkan pada
penumbuhkembangan budaya dan wawasan wiraswasta di lingkungan IMM, terutama
dalam membangun dan memberdayakan potensi ekonomi kerakyatan. Bidang Immawati
diarahkan pada upaya penguatan jati diri dan peran aktif sumber daya kader
puteri IMM dalam transformasi social menuju masyarakat utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar