REVITALISASI GERAKANA PC. IMM BIMA
Ketidakmampuan dalam menyelesaikan periodesasi kepemimpinan IMM Cabang Bima mengalami proses yang lamban, ini di sebabakan PC. IMM Bima dalam posisi yang kebingungan, bahkan sekaligus daya
dalam perannya merospon banyak persolan yang dianggap lamban. Yang menarik
pula, tak kalah santernya adalah otokritik dari kalangan internal sendiri,
sebagai bentuk ketidaksolidan dalam sebuah kepemimpinan. Ini menunjukkan bahwa
perlunya revitalisasi gerakan. Itupun tak terbatas pada kritik. Diharapkan
adanya tindaklanjut pula dalam upaya mengeksplorasi berbagai masalah yang perlu
dijawab oleh PC. IMM Bima sebagaimana yang tersebut diatas.
Pada akhirnya
gerakan ini akan bermuara pada Musyawarah Cabang Akan datang, banyak isu strategis menjadi yang topik dalam MUSYCAB nantinya, Bukan saja persolan komitmen kepemimpinan, kaderisasi, maupun
sekte-sekte dalam gerakan akan lahir. Dalam kerangka yang lebih luas lagi, Cabang Bima dituntut pula untuk bagaimana
responsif dan memperteguh kekuatannya dalam persolan kebangsaan baik lokal
maupun nasional.
Cuma dibalik itu,
ada kekawatiran baru. Banyak yang beranggapan dengan menilik pengalaman
tentang kepemimpinan sebelumnya isu strategis ini akan kurang seksama untuk
dibahas. Peserta MUSYCAB akan lebih tergiring untuk memusatkan perhatian pada perburuan
ketua baru ataupun 13 formatur yang ideal menurut mereka masing-masing untuk PC. IMM Bima Kedepannya, mengakhiri kegaiatan DAM ke VIII ini IMM bima dalam proses yang sangat-sanagt lamban, pecahnya gerkan pengurus dan bahkan solid dalam gerakan mulai terlihat, mulai dari tingkat Kakanda, Ayahanda, dalam Kebingungan, Entah Mau jadi APa Kita Kdepannya..
Mengapa
Demikian?
Dalam tradisi IMM sebagai ortom dari Muhammadiyah, bukankah kursi
kepemimpinan itu adalah amanah, sehingga jauh-jauh hari orang harus berpikir
mampukah mengemban amanah itu.
“ketika amanah itu diserahkan kepada langit, langit
runtuh karena tak mampu mengemban amanah itu.. ketika amanah itu diserahkan
kepada gunung, gunung meletus tanda tak mampu menerima amanah itu. Ketika
amanah itu diserahkan kepada laut, lautan tumpah pertanda tak mampu mengemban
amanah itu. Dan ketika amanah itu diserahkan kepada manusia, manusia tanpa pikir panjang dan penuh dengan
kesombongan menerima amanah itu” (QS. Al Ahzab: 72).
Jangan sampai terlalu sibuk untuk berlomba dan memperebutkan,
tetapi justru setelah terpilih dengan serta merta amanah itu menjadi
terabaikan. Ambillah contoh kepada para pendahulu kita, sebut saja misalnya
Djazman Alkindi, sang pendiri IMM ketika Muktamar Muhammadiyah 1995, tidak
bersedia dicalonkan karena adanya konflik yang melibatkannya, makanya dia
mengambil sikap demi stabilitas keamanan dan kepentingan organisasi.
Kalaulah yakin
diri sebagai kader untuk kesediaan menjadi pimpinan, kita hanya berharap bahwa
semoga itu atas dorongan rasa cinta dan tanggungjawab kekaderan terhadap IMM.
Kepemimpinan DPD ini harus ada yang melanjutkan, disamping itu keyakinan bahwa
pencalonan oleh kader dalam hal ini yang merekomendasikan tidak boleh
dikecewakan. Tetapi yang mesti pula adalah janganlah ada rebutan atau bahkan
kampanye secara mencolok, apalagi saling membunuh karakter diantara kita.
Sebuah pepatah “seiring bersimpang jalan,
serumah berlain rasa” adalah sesuatu yang sangat tepat untuk kondisi
internal IMM yang semoga saja ini tidak senantiasa dibudayakan.
Tradisi IMM dalam menentukan
ketua, seperti layaknya memilih imam sholat. Diantara jamaah akan saling
mempersilahkan. Walaupun sebenarnya ada sindiran juga, karena masing-masing katanya
saling mempersilahkan, akhirnya yang menjadi Imam adalah orang yang tidak
layak.
Dengan parameter imam sholat, segala hal dapat diambil sebagai
pelajaran, yang ditampilakan bukan Cuma berdasar perhitungan misalnya bacaan Qur’annya
pasih, melainkan juga parameter lain misalnya hati, pengalaman, pengetahuan dan
kematangan. Jangan juga sekadar memilih, misal memilih karena asal-usulnya,
kedekatannya maupun karena terkenalnya. Pelajaran lain adalah bagaimana seorang
imam itu betul-betul mampu menjadi imam yang baik, mengayomi dan
bertanggungjawab.
Kepemimpinan IMM memang adalah kolektif kolegial, tetapi ketua
sebagai pemegang mandat memiliki otoritas. Makanya kita berharap oleh ketua dan
pimpinan lain yang terpilih di MUSYCAB Kedepan dapat melakukan revitalisasi diri
untuk IMM, bergerak lebih dinamis untuk tak lagi jumud (mandek) seperti yang
dirasakan selama ini. (ALiF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar