MEDIA ONLINE IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH BIMA

Minggu, 22 Maret 2015

TEORI KOMUNIKASI ORGANISASI

 

         Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.


Organisasi dan komunikasi
         Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.    
       Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.
     Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.

Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.

(1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.

Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.

Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.

Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:
kesatuan komando- suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan rantai skalar- garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.

divisi pekerjaan- manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.

tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.

mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.

Selanjutnya, Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan mungsuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.

Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.

Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses:
penentuan (enachment) seleksi (selection) penyimpanan (retention)
Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal. Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya.

Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan. Yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan sebelumnya?”

Sedemikian jauh, rangkuman ini mungkin membuat anda mempercayai bahwa organisasi bergerak dari proses pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi; penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-subkelompok individual dalam organisasi terus menerus melakukan kegiatan di dalam proses-proses ini untuk menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Pendek kata di dalam organisasi terdapat siklus perilaku.

Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).

Demikianlah pembahasan tentang konsep-konsep dasar dari teori Weick, yaitu: lingkungan; ketidakjelasan; penentuan; seleksi; penyimpanan; masalah pemilihan; siklus perilaku; dan aturan-aturan berkumpul, yang semuanya memberi kontribusi pada pengurangan ketidakjelasan.

2. Pendekatan budaya. Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.

Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut.

Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman.

3. Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme.

Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi.
Manajer dapat menciptakan kesehatan organisasi dan nilai-nilai demokrasi dengan mengkoordinasikan partisipasi stakeholder dalam keputusan-keputusan korporat.
Persepsi mengenai komunikasi organisasi perlu diketahui sebagai dasar untuk memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi organisasi.

1. Persepsi Redding dan Sanborn Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk bidang ini adalah :
komunikasi internal
hubungan manusia
hubungan persatuan pengelola
komunikasi downward (komunikasi dari atasan kepada bawahan
komunikasi upward (komunikasi dari bawahan kepada atasan
komunikasi horizontal (komunikasi dari orang-orang yang sama tingkatnya dalam organisasi
keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan evaluasi program.

2. Persepsi Katz dan Kahn Komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam organisasi.

3. Persepsi Zelko dan Dance Komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal.

4. Persepsi Thayer Dia memperkenalkan tiga sistem komunikasi dalam organisasi yaitu :
– berkenaan dengan kerja organisasi seperti data mengenai tugas-tugas atau beroperasinya organisasi;
– berkenaan dengan pengaturan organisasi seperti perintah, aturan dan petunjuk;
– berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi (hubungan dengan personal dan masyarakat, pembuat iklandan latihan)
 
5. Persepsi Greenbaunm Bidang komunikasi organisasi termasuk arus komunikasi formal dan informal dalam organisasi. Dia membedakan komunikasi internal dengan eksternal dan memandang peranan komunikasi terutama sebagai koordinasi pribadi dan tujuan organisasi serta masalah menggiatkan aktivitas.

Meskipun bermacam-macam persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi, tapi ada beberapa hal yang dapat disimpulkan :
• Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal
maupun eksternal.
• Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media.
• Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilannya.



Hubungan yang dilakukan oleh unsur pimpinan antara lain kelangsungan hidup berorganisasi untuk mencapai perkembangan ke arah yang lebih baik dengan menciptakan hubungan kerja sama dengan bawahannya. Hubungan yang dilakukan oleh bawahan sudah tentu mengandung maksud untuk mendapatkan simpati dari pimpinan yang merupakan motivasi untuk meningkatkan prestasi kerja ke arah yang lebih baik. Hal ini tergantung dari kebutuhan dan cara masing-masing individu, karena satu sama lain erat hubungannya dengan keahlian dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.

Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan elektronik, Efektivitas Komunikasi Interpersonal dan Kepuasan Kerja dalam Organisasi


Key words:
Komunikasi, interpersonal, organisasi, manajemen, karyawan, atasan, bawahan, kepuasan kerja

I. Latar Belakang
Karyawan memiliki kebutuhan dan keinginan informasi untuk mengetahui tugas–tugasnya dan mengerti seluruh tujuan dan strategi perusahaan. Keterbukaan dan kejujuran kebijakan komunikasi harus dibangun oleh pimpinan dan harus diterima oleh setiap bawahan. Komunikasi dari manajemen–karyawan, karyawan ke pihak manajemen harus jujur dan dibangun berdasar kepercayaan jika digunakan untuk membangun semangat kerja, produktivitas dan kemajuan perusahaan.

Organisasi harus selalu memberikan informasi kepada karyawan tentang program–program perusahaan, masalah yang dihadapi perusahaan, perubahan-perubahan yang dilakukan beserta alasannya atau segala hal yang menarik minat karyawan. Perlu ditumbuhkan kebebasan untuk berdiskusi antara pimpinan dan karyawan. Bila karyawan selalu diberi informasi, maka karyawan akan lebih merasa dihargai, dipercaya dan akan lebih koperatif mencurahkan usaha pada tujuan–tujuan organisasi. (Treece, 1994: 38). Mediasi yang digunakan untuk melakukan semua itu adalah komunikasi.

Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan perusahaan. Komunikasi karyawan yang efektif tergantung dari hubungan karyawan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklm dan kepercayaan atau suasana perusahaan yang positif. Komunikasi karyawan termasuk dalam komunikasi organisasi, dilakukan perusahaan kepada karyawan. Komunikasi karyawan memiliki tiga wujud. Pertama, komunikasi ke bawah (downward communication) yaitu komunikasi dari pimpinan perusahaan kepada karyawan. Kedua, komunikasi ke atas (up ward communication) yaitu komunikasi dari pihak karyawan ke pihak manajemen. Ketiga, komunikasi sejajar (sideways communication), komunikasi yang berlangsung antara sesama karyawan di dalam suatu organisasi (Jefkins, 1995;172).

Komunikasi karyawan meliputi komunikasi interpersonal. Proses komunikasi yang terjadi di dalam perusahaan khususnya yang menyangkut komunikasi antara pimpinan dan karyawan merupakan faktor penting dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Komunikasi efektif tergantung dari hubungan karyawan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana organisasi yang positif. Hubungan atasan dan bawahan merupakan jantung pengelolaan yang efektif. Agar hubungan ini berhasil, harus ada kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan. (Muhammad, 2001: 172). Rasa percaya, keyakinan, keterbukaan, kejujuran, dukungan keamanan, kepuasan, keterlibatan, tingginya harapan merupakan gambaran iklim perusahaan yang ideal. Tujuan utama dari komunikasi dengan karyawan adalah mengidentifikasi, menciptakan dan menjalin hubungan timbal balik yang menguntungkan antara pimpinan dengan karyawan.

Komunikasi yang efektif ditentukan oleh pihak–pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pimpinan dan karyawan. Pimpinan harus dapat memfasilitasi kondisi komunikasi interpersonal yang efektif yang meliputi: a. keterbukaan (openness), b. empati (empathy), c. kepositifan (positiveness), d. dukungan (supportiveness), dan e. kesetaraan (equality).

Selain itu komunikasi efektif antara pimpanan dan karyawan juga harus dibangun berdasarkan hubungan interpersonal yang efektif. Menurut Roger, hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua belah pihak memenuhi kondisi sebagai berikut : (a) bertemu satu sama lain secara personal, (b) empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami satu sama lain secara berarti, (c) menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan, (d) menghayati pengalaman satu sama lain dengan bersungguh–sungguh, bersikap menerima dan empati satu sama lain, (e) merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan iklim yang mendukung dan mengurangi kecenderungan gangguan arti, (f) memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat persamaan aman terhadap yang lain.

Perlu dipahami oleh perusahaan bahwa hubungan antara sesama karyawan di sebuah organisasi lebih berfokus pada aspek–aspek manusiawi, sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya sama dengan hubungan industrial (industrial relations). Hubungan industri lebih menekankan pada besar kecilnya upah dan berbagai kondisi atau fasilitas kerja. Akan tetapi, di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, mengingant hubungan industri juga sangat dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi di kalangan karyawan maupun antara karyawan dengan pihak manajemen.

Seperti disebutkan di atas bahwa komunikasi merupakan faktor penting bagi organisasi, karena tanpa adanya komunikasi kegiatan organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Reon Ladlow dan Ferguson Parton (1992,1996) berasumsi bahwa melalui komunikasi diharapkan dapat membawa hasil pertukaran informasi dan saling pengertian di antara orang–orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut.

Ukuran manajemen komunikasi interpersonal yang efektif tergantung pada informasi yang disampaikan serta kualitas hubungan yang dibangun. ”Keberhasilan dalam mencapai ketepatan penyampaian informasi ditentukan oleh sifat, mutu informasi yang disampaikan di mana hal ini selanjutnya juga ditentukan oleh pengertian, keterangan, pengaruh sikap, hubungan yang makin baik serta tindakan”. (Tubbs dan Moss, 1994).

Komunikasi karyawan yang efektif akan memberikan kontribusi terhadap produktivitas kerja karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan perusahaan. Selain itu sejumlah keuntungan–keuntungan penting dapat dicapai di mana karyawan akan berpengetahuan luas. Banyaknya informasi akan dapat memuaskan karyawan. Karyawan akan menjadi lebih baik dan produktif di mana mereka memberikan waktu lebih banyak untuk pekerjaan mereka dan melakukan pekerjaan dengan lebih baik untuk perusahaan. Bila saluran komunikasi terbuka maka keinginan–keinginan perusahaan akan lebih mudah diketahui.

II. Kerangka Teori

Komunikasi merupakan bagian penting dalam organisasi. Organisasi terdiri atas sejumlah orang dan melibatkan keadaan saling bergantung; kebergantungan memerlukan koordinasi; koordinasi mensyaratkan adanya komunikasi. Komunikasi tak terhindarkan dan merupakan pusat proses kegiatan. Komunikasi yang dimaksud adala komunikasi interpersonal.

2.1 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal menurut Joseph De Vito, dapat diartikan ”is the communication that takes place between two person who have an established relationships; (De Vito, 2004: 4). Sementara menurut Verdeber (1986) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan suatu proses interaksi dan pembagian makna yang terkandung dalam gagasan–gagasan dan perasaan (Alo Liliweri, 1994: 9). Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang, dengan berbagai efek dan umpan balik. (Sendjaya; 1994: 115). Dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman pesan antara dua orang atau lebih, dengan efek dan feedback langsung. Komunikasi interpersonal juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Makna, sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut. Makna adalah kesamaan pemahaman di antara orang – orang yang berkomunikasi terhadap pesan- pesan yang digunakan dalam proses komunikasi. Komunikasi interpersonal memiliki sifat–sifat (1) bersifat dua arah yang berarti melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, ada unsur dialogis dan ( 2) ditujukan kepada sasaran terbatas dan dikenal.

Komunikasi Interpersonal memiliki karakteristik tertentu, seperti apa yang dikemukakan oleh Judy C. Person (1983). Komunikasi interpersonal bersifat transaksional; tindakan pihak–pihak yang berkomunikasi secara serempak dalam menyampaikan dan menerima pesan. Komunikasi interpersonal merupakan rangkaian tindakan, kejadian dan kegiatan yang terjadi secara terus–menerus. Komunikasi interpersonal bukan sesuatu yang statis tetapi bersifat dinamis. Artinya, segala yang tercakup dalam komunikasi interpersonal selalu dalam keadaan berubah baik pelaku komunikasi, pesan, situasi, maupun lingkungannya. Komunikasi Interpersonal juga menyangkut aspek–aspek isi pesan dan hubungan antar pribadi, melibatkan dengan siapa kita berkomunikasi dan bagaimana hubungan dengan partner.

Dalam komunikasi interpersonal dilakukan pemahaman komunikasi dan hubungan interpersonal dari sudut individu, yang selanjutnya disebut dengan proses psikologis. Proses psikologis merupakan bagian penting dalam komunikasi interpersonal, karena dalam komunikasi interpersonal individu mencoba menginterpretasikan makna yang menyangkut diri sendiri, diri orang lain dan hubungan yang terjadi. Proses psikologis dapat berpengaruh pada komunikasi dan hubungan interpersonal, karena individu–individu menggunakan sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku.

Dalam komunikasi interpersonal, terjadi komunikasi konvergen. Komunikasi konvergen merupakan proses mencipta dan saling berbagi informasi mengenai realita di antara dua partisipan komunikasi atau lebih agar dapat dicapai saling pengertian dan kesepakatan makna (meaning) antara satu dengan yang lain. Komunikasi melibatkan realitas fisik maupun psikologis dalam menanggapi sebuah informasi. Masing–masing pihak akan melakukan perceiving (pencerapan), lalu menginterpretasikan informasi tersebut sehingga terjadi understanding (pemahaman) dan selanjutnya timbul believing (keyakinan) yang menimbulkan action atau tindakan. Adanya kesamaan tindakan A & B akan menghasilkan tindakan kolektif.

Menurut Kincaid’s Convergence Model, komunikasi didefinisikan sebagai “Process in which participants create and share information with one another in order to reach a mutual understanding”. Tujuan utama komunikasi yang bersifat konvergen adalah mendekatkan pengertian masing–masing ke dalam suatu pengertian yang relatif sama antara patisipan yang satu dengan yang lain. Konvergen adalah kecenderungan dua atau lebih individu untuk bergerak menuju satu tujuan.

Konvergensi juga ditentukan oleh intensitas komunikasi di antara pimpinan dan karyawan atau antara atasan dan bawahan. Semakin sering terjadi komunikasi interpersonal akan semakin kuat ke arah kecenderungan konvergensi. Komunikasi yang berakhir dengan konvergensi akan memiliki pengaruh terhadap perilaku bawahan khususnya perilaku karyawan dalam bekerja. Semakin tinggi terjadinya intensitas konvergensi di mana pimpinan dan karyawan membentuk ke arah saling pengertian maka persetujuan dan kerja sama akan semakin baik.

2.2. Model Komunikasi Interpersonal

De Vito mengemukakan bahwa komunikasi tidak terjadi secara linier atau satu arah melainkan berkesinambungan. Akan terjadi pergantian peran dan fungsi antara sumber dan penerima. Setelah pesan sampai ke penerima, maka penerima akan memberi tanggapan atau umpan balik. Umpan balik yang telah disampaikan kepada pihak yang semula menjadi sumber pesan, menempatkan pihak yang semula pada posisi penerima pesan menjadi sumber.

Sumber–Penerima : sumber–penerima sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi adalah sumber dan sekaligus penerima. Komunikasi ini melibatkan dua orang atau lebih dalam situasi interaksi. Situasi komunikasi interpersonal menuntut kedua belah pihak yang dalam hal ini adalah pimpinan dan karyawan untuk sama–sama aktif dalam proses komunikasi

Dalam Komunikasi interpersonal, dikenal istilah kompetensi. Kompetensi mengacu pada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif (Spitzberg dan Cupach,1989). Kompetensi mencakup hal–hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi. Istilah kompetensi juga berhubungan dengan kemampuan berbahasa dan kemampuan mengenai peraturan–peraturan untuk interaksi komunikasi. Proses komunikasi antara pimpinan dengan karyawan di dalam organisasi menyangkut kemampuan komunikasi baik verbal maupun non verbal. Selain itu, kompetensi juga berkaitan dengan kemampuan individu untuk menumbuhkan kondisi adanya keterbukaan, empati, kepositifan, dukungan dan kesamaan.

Encoding dan Decoding: Mengacu pada tindakan memproduksi pesan. Dalam komunikasi interpersonal, fungsi encoding dan decoding terjadi pada kedua belah pihak yang berkomunikasi. Komunikasi bersifat dialogis.

Bidang pengalaman (field of experience). Asumsinya, komunikasi akan berhasil apa bila pesan yang disampaikan oleh sumber cocok dengan kerangka acuan, yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh penerima. Bidang pengalaman merupakan faktor penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman sumber sama dengan pengalaman receiver, komunikasi akan berlangsung efektif.

Feedback (umpan balik), umpan balik memainkan peranan penting dalam komunikasi sebab ia menentukan berlanjutnya atau berhentinya komunikasi. Umpan balik dapat bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Feedback adalah informasi yang dikirimkan balik ke sumbernya (Clement dan Frandsen, 1976). Keefektifan komunikasi interpersonal sangat tergantung pada kemampuan masing–masing memahami secara individual. Pimpinan harus mengerti benar cara–cara berkomunikasi karyawan dan sebaliknya karyawan harus mengerti benar bagaimana kebiasaan pimpinan dalam berkomunikasi. Dengan demikian, kemungkinan salah interpretasi terhadap feedback yang dimainkan pihak lain dapat diminimalkan.

Pesan dan saluran. Pesan dapat berupa verbal maupun nonverbal, disengaja (intentional) atau tak disengaja (unintentional). Pesan verbal adalah semua jenis komunikasi lisan yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara (communicative stimuli) yang disadari, masuk kedalam kategori pesan verbal yang disengaja; yaitu usaha –usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Sedangkan pesan verbal tak disengaja adalah sesuatu yang dikatakan tanpa bermaksud mengatakan hal tersebut. Pesan nonverbal meliputi semua pesan yang disampaikan tanpa kata–kata (Tubbs, Moss, 2000:10). Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran. Dua, tiga atau empat saluran yang berbeda biasanya digunakan secara simultan.

Gangguan (noise) adalah gangguan dalam komunikasi yang mendistorsi pesan. Noise dikatakan ada dalam sistem komunikasi bila ini membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan dapat berupa ganggusn fisik atau interferensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan. Gangguan psikologis dapat diartikan interferensi kognitif atau mmental, dan termasuk prasangka, bisa pada sumber–penerima yang mengakibatkan gangguan dalam memproses dan menerima informasi. Gangguan semantik terjadi bilamana sumber dan penerima memberi arti yang berlainan. Gangguan bisa terjadi dalam berbagai situasi komunikasi, termasuk komunikasi yang terjadi antara pimpinan dan karyawan dalam sebuah organisasi. Tetapi gangguan yang paling mungkin dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda atau kesalahpahaman adalah gangguan psikologis yang disebabkan adanya prasangka.

2.3 Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal yang efektif adalah penting bagi anggota organisasi. Pimpinan dan karyawan diharapkan dapat membawa hasil pertukaran informasi dan saling pengertian (mutual understanding). Pimpinan harus dapat memfasilitasi komunikasi interpersonal yang efektif. Komunikasi Interpersonal yang efektif adalah adanya kesepakatan informasi serta kualitas hubungan yang dibangun. Dalam lingkup organisasi diperlukan komunikasi interpersonal yang efektif antara pimpinan dan karyawan. Kedua belah pihak perlu membangun hubungan yang lebih baik, karena ketepatan penyampaian informasi ditentukan oleh pengertian, pengaruh sikap, hubungan yang makin baik serta tindakan.

Mengacu pada konsep De Vito tentang Komunikasi Interpersonal yang efktif dari sudut pandang humanistik. Dalam pandangan ini untuk menghasilkan komunikasi yang efektif diperlukan adanya keterbukaan, sikap empati, sikap mendukung, sikap positif serta kesetaraan dari pihak–pihak yang berkomunikasi.

Efektivitas komunikasi interpersonal dalam pandangan humanistik menurut De Vito, mengandung unsur–unsur sebagai berikut.

2.3.1 Keterbukaan
Sikap terbuka (open–mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Pimpinan organisasi seyogyanya dapat memfasilitasi kondisi munculnya keterbukaan. Kondisi keterbukaan dapat diwujudkan bila pimpinan maupun karyawan dapat berinteraksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Terjadi komunikasi secara tatap muka antara pimpinan dan karyawan. Komunikasi tatap muka penting karena pimpinan dapat mengetahui tanggapan dari karyawan secara langsung. Komunikasi tatap muka penting untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang. Pimpinan perlu bersikap tanggap terhadap apa yang disampaikan karyawan agar komunikasi dapat berhasil. Perlu diciptakan suasana dialogis. Keterbukaan mengisyaratkan pimpinan bersedia menerima kritik–kritik dan saran yang disampaikan karyawan. Dengan sikap bersdia menerima kritik dan saran, berarti pimpinan dapat mengakui perasaan dan pikiran yang dilontarkan oleh individu, dalam hal ini karyawan. Pimpinan juga bersdia menyebarkan informasi baru yang menyangkut kegiatan– kegiatan organisasi.

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidak berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Harus ada kesediaan membuka diri- mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek ketiga menyangkut ”kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya.

2.3.2 Empati

Komunikasi interpersonal yang efektif perlu didukung oleh sikap empati dari pihak–pihak yang berkomunikasi. Dalam komunikasi antara pimpinan dan karyawan perlu ditumbuhkan sikap empati. Kondisi empati dapat terwujud bila pimpinan bersedia memberikan perhatian kepada karyawan dan dapat mengetahui apa yang sedang dialami karyawan berkaitan dengan pekerjaannya. Pimpinan dapat mengenal karyawan, baik keinginan, kemampuan dan pengalamannya sehingga pimpinan dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh karyawan tersebut. Selain itu, pimpinan dapat menghindari evaluasi, kritik atau menilai karyawan menurut pandangan dan pendapatnya sendiri serta dapat menyelesaikan konflik–konflik secara damai.

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain melalui kaca mata orang lain. Berempati adalah merasakan sesuatu sesuatu seperti orang yang mengalaminya. (De Vito, 1997: 260). Empati dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita (Freud, 1921). Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lai, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Empati yang akurat melibatkan kepekaan baik kepekaan terhadap perasaan yang ada maupun fasilitas verbal untuk mengkomunikasikan pengertian ini.

2.3. 3 Sikap Mendukung ( Supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap suportif merupakan sikap yang mengurangi sikap defensif. Sikap ini muncul bila individu tidak dapat menerima, tidak jujur dan tidak empatik. Sikap defensif mengakibatkan komunikasi interpersonal menjadi tidak efektif, karena orang yang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi daripada memahami komunikasi. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor–faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah) atau faktor–faktor situasional yang berupa perilaku komunikasi orang lain.

Dalam komunikasi interpersonal antara pimpinan dan karyawan, sikap mendukung berperan dalam menumbuhkan motivasi dan kegairahan kerja karyawan. Sikap mendukung dapat terwujud dalam organisasi, bila pimpinan bersedia menghargai ide–ide atau pendapat karyawan dan memberikan perhatian yang sungguh–sungguh ketika berkomunikasi dengan karyawan. Sikap mendukung dapat diperlihatkan bersikap deskriptif bukan evaluatif.

2.3.4 Sikap Positif

Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan perasaan tersebut kepada orang lain dan merefleksikannya. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi sangat penting untuk interaksi yang efektif.

Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh dengan istilah strokong (dorongan). Dorongan merupakan istilah yang berasal dari kosakata umum yang dipandang penting dalam analisis transaksional dan interaksi antara manusia. Dorongan positif dapat berbentuk pujian atau penghargaan. Dorongan positif akan mendukung citra pribadi dan membuat merasa lebih baik.

Sikap positif dalam menunjang komunikasi interpersonal yang efektif antara pimnpinan dan karyawan dapat terwujud bila pimpinan dapat berpandangan positif terhadap dirinya sendiri. Pimpinan dapat menunjukkan perasaan senang ketika berkomunikasi dengan karyawan dan dapat memberikan penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan karyawan.

2.3.5 Kesetaraan (Equality)

Kesetaraan adalah suatu keinginan yang secara eksplisit diungkapkan untuk bekerja sama memecahkan masalah tertentu. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara di mana adanya pengakuan secara diam–diam bahwa kedua belah sama–sama bernilai, berharga. Masing–masing memiliki sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan juga menyiratkan adanya sikap memperlakukan orang lain secara demokratis dan horizontal. Dengan adanya persamaan pihak–pihak yang terlibat dalam komunikasi, maka mereka dapat saling menghargai dan menghormati perbedaan pandangan.

Kesetaraan dapat terwujud bila didukung oleh adanya kerja sama antara pimpinan dan karyawan dalam memecahkan persoalan–persoalan yang terjadi dalam pekerjaan mereka. Pimpinan bersedia meminta tanggapan atau saran dari karyawan dan menyedari bahwa mereka sama–sama berharga dan bernilai.

2.4 Komunikasi Karyawan

Komunikasi karyawan merupakan langkah yang menentukan bagi kesuksesan organisasi. Pimpinan yang baik didukung oleh bawahan dan ditentukan oleh orang–orang yang bekerja dibawahnya serta ditentukan oleh keahlian dalam menciptakan suasana kerja yang dibutuhkan oleh karyawan. Koordinasi dan mediasi untuk melakukan semua itu adalah komunikasi

Keterbukaan dan kejujuran harus dibangun oleh manajemen puncak dan harus diterima oleh setiap karyawan. Komunikasi dari manajemen ke karyawan maupun antar sesama karyawan harus jujur dan dibangun berdasar kepercayaan serta digunakan untuk membangun semangat kerja, produktivitas dan kemajuan perusahaan. Kebijakan komunikasi terbuka yang membentuk kepercayaan tidak hanya membangun semangat kerja tetapi juga menumbuhkan aliran komunikasi yang vital. Komunikasi ke bawah yang jujur dan tindakan terbuka akan menumbuhkan aliran komunikasi ke atas. Untuk itu, tidak hanya dibutuhkan niat baik tetapi juga kemampuan dan teknik komunikasi yang memadai.

Komunikasi karyawan adalah komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan. Komunikasi karyawan memiliki tiga wujud, yaitu komunikasi ke bawah (downward communication), yakni komunikasi dari pimpinan kepada karyawan. Komunikasi ke atas (up ward communication), yakni komunikasi dari karyawan kepihak manajemen dan komunikasi sejajar (sideways communication), yakni komunikasi yang berlangsung antara sesama karyawan dalam suatu organisasi. (Jefkins,1995: 172).

Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi dapat diartikan informasi yang mengalir dari jabatan yang berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Komunikasi ke bawah akan menentukan iklim komunikasi apakah negatif atau positif. Komunikasi ke bawah biasanya digagas oleh manajemen organisasi tingkat atas dan kemudian ke bawah melewati rantai perintah. Seperti apa yang dikemukakan oleh Katz & Kahn, 1966,p.239 dalam Cherly Hamilton, Communicating For Results. Idealnya komunikasi dari pimpinan mencakup: instruksi kerja/ job instructions) dan job rationale (mengapa tugas–tugas yang spesifik penting dan bagaimana hal ini berhubungan dengan tugas lain di dalam organisasi), kebijakan, prosedur, penilaian performa karyawan, dan motivasi.

Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan, yaitu: (1) informasi bagaimana melakukan pekerjaan; (2) informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan; (3) informasi mengenai kebijakan dan praktik–praktik organisasi; (4) informasi mengenai kinerja kerja karyawan; (5) informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas. ( Pace dan Faulies 2000:185).

Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi adalah informasi yang mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi. Komunikasi ke atas dapat juga dikatakan proses penyampaian gagasan, perasaan dan karyawan kepada atasannya dalam organisasi.

Menurut Pace dan Faulies ( 2000:190), komunikasi ke atas merupakan hal yang sangat penting, karena (a) aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan karyawan lainnya. (b) komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan karyawan siap menerima informasi dan seberapa baik karyawan menerima apa yang dikatakan kepada mereka. (c) komunikasi ke atas memungkinkan dan mendorong penyempaian keluhan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu karyawan dalam melakukan pekerjaannya. (d) komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran – saran mengenai organisasi. (e) komunikasi ke atas mengijinkan penyelia untuk menentukan apakah karyawan memahami apa yang diharapkan. (f) komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan organisasi tersebut.

Menurut Dr. John White dalam bukunya How to Understand and Manage Public Relations, program komunikasi karyawan meliputi dua hal, yaitu: (1) research among internal group to establish the need for communication and approaches to be taken and to monitor the effectiveness of communication (2) specific communication techniques, that aim at producing desired effects in the pursuit of identified objectives.

Definisi di atas dapat diartikan bahwa program komunikasi internal meliputi riset mengenai kelompok–kelompok internal untuk menetapkan kebutuhan bagi komunikasi dalam organisasi dan menentukan pendekatan yang akan diambil untuk memonitor keefektifan komunikasi. Teknik komunikasi yang spesifik mengarah pada efek dihasilkan yang memberikan pengaruh tentang pencapaian tujuan yang diidentifikasikan.

Komunikasi interpersonal antarpimpinan dan karyawan yang sukses adalah adanya suatu program yang jujur, terbuka, komunikasi dua arah yang dilakukan secara teratur. Program komunikasi karyawan harus dibentuk secara hati- hati dan lebih bersifat timbal balik agar karyawan dapat merasa sebagai mitra perusahaan, sehingga karyawan tidak hanya menuntut agar perusahaan memenuhi keinginan–keinginan mereka. Karyawan juga diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang lebih besar. Komunikasi karyawan tidak hanya menjadi tanggung jawab karyawan tetapi juga manajemen puncak .

2.5 Kepuasan Kerja

Bila karyawan tidak merasa senang dengan situasi kerjanya biasanya mereka mengatakan bahwa tidak puas dengan pekerjaannya. Ada dua hal yang mungkin menyebabkan orang tidak puas dengan pekerjaannya. Pertama, apabila orang tersebut tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya. Kedua, apabila hubungan sesama teman sekerja kurang baik. Ketidak puasan kerja berhubungan dengan komunikasi (Muhammad;2001: 79). Sumber kepuasan kerja adalah bila karyawan memasuki oganisasi, ia membawa seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang membentuk harapan kerja

Komponen–komponen yang dapat menunjukkan kepuasan kerja dan dapat diteliti dengan mengadakan wawancara terhadap karyawan (Cunningham; 1997;463 – 464) adalah sebagai berikut; (1) perhatian atasan terhadap bawahan; (2) semangat, kerjasama dan loyalitas terhadap pekerjaan; (3) saling percaya dan komunikasi antara pimpinan dan karyawan; (4) desentralisasi dalam pengambilan keputusan; (5) kelancaran komunikasi vertical dan horizontaldalam organisasi ; (6) usaha setiap individu maupun keseluruhan organisasi untuk mencapai tujuan yang direncanakan; (7) system imbalan yang merangsang pimpinan untuk mengusahakan terciptanya elompok kerja yang efektif , performansi dan pengembangan karyawan; (8) organisasi dan bagian – bagiannya bekerja sama secara baik dan konflik yang terjadi selalu diselesaika dengan acuan kepentingan organisasi. Jadi, kepentingan terhadap kepuasan kerja dapat dilihat dari kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan yang didapat dilingkungan kerja.

Pendapat Goldhaber (1993) dalam Cheryl Hamilton, Communicating for Results, mengemukakan bahwa informasi yang berkaitan dengan masalah–masalah seperti (bagaimana melakukan pekerjaan, gaji, keuntungan yang didapat) dibutuhkan untuk mencegah adanya ketidak puasan, tetapi hal tersebut tidak akan menciptakan kepuasan. Informasi mengenai organisasi, seperti kebijakan, perencanaan, pembuatan keputusan, dll dibutuhkan untuk menciptakan kepuasan pekerjaan. Selain itu, hubungan dengan atasan merupakan faktor penting terpenuhinya tingkat kepuasan kerja. Pimpinan organisasi memiliki tangung jawab dalam memberikan kontribusi untuk membangkitkan iklim komunikasi yang baik dalam organisasi dan hal ini secara tidak langsung ikut membantu karywan dalam mencapai kepuasan kerja.

III. Kesimpulan

Pimpinan di dalam organisasi harus dapat memfasilitasi tumbuhnya suasana keterbukaan dalam komunikasi dengan karyawan, dapat berempati, memiliki sikap yang dapat memberikan dukungan kepada karyawan, dapat bersikap positif baik terhadap diri sendiri maupun karyawan serta mampu menciptakan suasana setara, dalam arti ada pengakuan bahwa kedua belah pihak dalam hal ini pimpinan dan karyawan sama–sama bernilai dan berharga.

Komunikasi karyawan yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan perusahaan. Tidak hanya itu, hubungan antar karyawan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana perusahaan yang positif turut memberi andil dalam menciptakan iklim komunikasi efektif. Rasa percaya, keyakinan, keterbukaan, dukungan keamanan, kepuasan, keterlibatan dan tingginya harapan merupakan cermin iklim komunikasi organisasi yang ideal. Jika organisasi/ perusahaan memiliki dan melakukan komitmen untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan karyawan maka sejumlah keuntungan–keuntungan penting dapat dicapai. Karyawan akan memiliki pengetahuan yang luas dan banyaknya informasi akan memuaskan karyawan. Selain itu, karyawan akan menjadi lebih baik dan produktif di mana mereka akan memberi waktu lebih banyak untuk pekerjaan mereka dan melakukan pekerjaan dengan lebih baik untuk perusahaan, sehingga apa yang diharapkan oleh perusahaan dapat terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar