TRADISI PEMIKIRAN ILMIAH: YUNANI KUNO, ABAD PERTENGAHAN, MASA KEKHILAFAHAN, RENAISSANCE DAN AUFKLAERUNG, ZAMAN MODERN, DAN ZAMAN KONTEMPORER (sebuah pengantar)
A. Zaman Yunani Kuno
Pada masa Yunani kuno, filsafat secara
umum sangat dominan, meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan
memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa
Thales (640-545 SM), yang menyatakan bahwa esensi segala sesuatu adalah
air, belum murni bersifat rasional. Argumen Thales masih dipengaruhi
kepercayaan pada mitos Yunani. Demikian juga Phitagoras (572-500 SM)
belum murni rasional. Ordonya yang mengharamkan makan biji kacang
menunjukkan bahwa ia masih dipengaruhi mitos. Jadi, dapat dikatakan
bahwa agama alam bangsa Yunani masih dipengaruhi misteri yang membujuk
pengikutnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa mitos bangsa Yunani
bukanlah agama yang berkualitas tinggi. Secara umum dapat dikatakan,
para filosof pra-Socrates berusaha membebaskan diri dari belenggu mitos
dan agama asalnya.
Sokrates menyumbangkan teknik kebidanan
(maieutika tekhne) dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit,
melalui dialog seseorang diajak Sokrates (sebagai sang bidan) untuk
“melahirkan” pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang
itu. Dengan demikian Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan
deduktif. Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato, muridnya. Hidup pada
masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai “sophis” (“yang
bijaksana dan berapengetahuan”), Sokrates lebih berminat pada masalah
manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan
yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani).
Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Sokrates “menurunkan filsafat
dari langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke
rumah-rumah”. Karena itu dia didakwa “memperkenalkan dewa-dewi baru, dan
merusak kaum muda” dan dibawa ke pengadilan kota Athena. Dengan
mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya
dapat menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun
setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan
banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.
Filsafat pra-sokrates ditandai oleh usaha
mencari asal (asas) segala sesuatu . Tidakkah di balik keanekaragaman
realitas di alam semesta itu hanya ada satu azas? Thales mengusulkan:
air, Anaximandros: yang tak terbatas, Empedokles: api-udara-tanah-air.
Herakleitos mengajar bahwa segala sesuatu mengalir (“panta rei” = selalu
berubah), sedang Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru sama
sekali tak berubah. Namun tetap menjadi pertanyaan: bagaimana yang satu
itu muncul dalam bentuk yang banyak, dan bagaimana yang banyak itu
sebenarnya hanya satu? Pythagoras (580-500 sM) dikenal oleh sekolah yang
didirikannya untuk merenungkan hal itu. Democritus (460-370 sM) dikenal
oleh konsepnya tentang atom sebagai basis untuk menerangkannya. Puncak
zaman Yunani dicapai pada pemikiran filsafati Sokrates (470-399 sM),
Plato (428-348 sM) dan Aristoteles (384-322 sM).
B. Zaman Pertengahan
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476 –
1492) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”. Ciri-ciri pemikiran
filsafat barat abad pertengahan adalah: cara berfilsafatnya dipimpin
oleh gereja, berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles, dan
berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu masa Patristik dan masa Skolastik.
Istilah Patristik berasal dari kata latin
patres yang berarti Bapak dalam lingkungan gereja. Bapak yang mengacu
pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi Kristiani, melalui
peletakan dasar intelektual untuk agama kristen. Di dunia Barat agama
Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan
dunia, dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka
menggukanakan falsafat Yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut,
khususnya mengenai soal-soal yang berhubungan dengan manusia,
kepribadian, kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus
(160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar
pengaruhnya (De Civitate Dei). Berdasarkan ajaran Neo-Plaonisi da Stoa,
ajarannya meliputi pengetahuan, tata dalam alam. Bukti adanya Tuhan,
tentang manusia, jiwa, etika, masyarakat dan sejarah. Periode ini
ditandai oleh bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan
tampilnya apologet dan para pengarang Gereja. Dunia Barat agama Khatolik
mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia,
beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka
menggunakan Filsafat Yunani dan mengembangkannya lebih lanjut, khususnya
mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan,
sifat tentang Tuhan (Burhanuddin, 2003: 191).
Akal pada Abad Pertengahan ini
benar-benar kalah. Hal itu kelihatan jelas pada Filsafat Plotinus,
Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul
kembali, dan kerena itu filsafatnya mendapat kritikan. Sebagaimana telah
dikatakan, Abad Pertengahan merupakan dominasi akal yang hampir seratus
persen pada Zaman Yunani sebelumnya, terutama pada Zaman Sofis.
Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan bukan untuk dipahami melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu tujuan dari filsafat adalah bersatu dengan Tuhan. Jadi dalam hidup ini rasa itulah satu-satunya yang dituntun oleh Kitab Suci, pedoman hidup manusia. Filsafat rasional dan sains tidak penting, mempelajarinya merupakan usaha mubadzir, menghabiskan waktu secara sia-sia. Karena Simplicius salah seorang pemikir zaman Plotinus, telah menutup sama sekali ruang gerak filsafat rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman harus menang mutlak orang-orang yang masiih menghidupkan filsafat (akal) harus dimusuhi. Maka pada tahun 415 M, Hypatia seorang yang terpelajar ahli filsafat pada zaman Aristoteles dibunuh. Tahun 529 M Kaisar Justianus mengeluarkan Undang-Undang yang melarang Filsafat.
Ciri khas Filsafat Abad pertengahan
terletak pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus,
yaitu Credo Ut Intelligam, yang berarti iman terlebih dahulu setelah itu
mengerti. Sedangkan kelemahan dalam Filsafat Kristen pada Abad
Pertengahan itu adalah sifatnya yang terlalu yakin terhadap penafsiran
teks kitab suci. Penafsiran sebanarnya tidak lebih berarti dari pada
sekedar filsafat juga. Jadi penafsiran pada dasarnya bersifat relatif
kebenarannya, tidak absolut. Karena filosof pada zaman itu rata-rata
menjabat sebagai orang suci (Saint), maka filsafat mereka menempati
pengertian agama yang absolut dalam dirinya. Tokoh-Tokoh Filsafat Pada
Zaman Patristik adalah Augustinus, Anselmus, Thomas Aquinas,
Pengertian umum tentang zaman pertengahan
yang berkaitan dengan perkembangan pengetahuan ialah suatu periode
panjang yang dimulai dari jatuhnya kekaisaran Romawi Barat tahun 476 M
hingga timbulnya Renaisance di Italia. Zaman ini ditandai dengan
pengaruh yang cukup besar dari agama Katolik terhadap kekaisaran dan
perkembangan kebudayaan pada saat itu. Orang Romawi sibuk dengan masalah
keagamaan tanpa memperhatikan masalah duniawi dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu sejak jatuhnya kekaisaran Romawi Barat hingga kira-kira
abad ke-10, di Eropa tidak ada kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan
yang spektakuler yang dapat dikemukakan dan di sebut abad kegelapan.
Menjelang berakhirnya abad tengah, ada kemajuan-kemajuan yang tampak
dalam masyarakat berupa penemuan-penemuan.
C. Zaman Kekhilafahan
Berbeda dengan keaadan di Eropa, di dunia
Islam pada masa yang sama justru malah mengalami masa keemasan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Menurut Montgomery Watt dalam bukunya The Influence of Islam on Medieval Europa
(1994) sebagaimana dikutip Kusman Sadik (2011: 31) menyatakan
“peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri,
tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi motornya, kondisi barat
tidak akan ada artinya”.
Bukti perkembangan tradisi pemikiran
ilmiah pada masa kekhilafahan Islam dapat dilihat dari sarana dan
prasarana pendidikan yang telah maju pada zamannya. Terdapat Madrasah
al-Muntashiriah yang didirikan oleh Khalifah al-Muntashir Billah di Kota
Baghdad. Ada pula Madrasah An-Nuriah yang didirikan pada abad 6 H oleh
Khalifah Sultan Muhammad Nuruddin Zanky. Pada abad ke-10, di Andalusia
terdapat 20 perpustakaan umum, diantaranya yang terkenal adalah
perpustakaan Cordova yang saat itu memiliki tidak kurang 400 ribu judul
buku. Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo mengoleksi tidak kurang dari 2
juta judul buku, Perpustakaan Umum Tripoli di Syam, yang pernah dibakar
pasukan Salib Eropa, mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku. Bandingkan
dengan perpustakaan Gereja Canterbury yang berdiri empat abad
setelahnya, yang dalam catatan Chatolique Encyclopedia, hanya memiliki tidak lebih dari 2 ribu judul buku (Sadik, 2011: 31). Jonathan Bloom dan Sheila Blair dalam bukunya Islam: A Thousand Years of Faith and Power
(2002) sebagaimana dikutip Kusman Sadik (2011: 32) menyatakan bahwa
“rata-rata tingkat kemampuan literasi (membaca dan menulis) di dunia
Islam pada Abad Pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa”.
Tokoh-tokoh yang terkenal memberi dasar
pada kemajuan tradisi pemikiran ilmiah, sains dan teknologi pada masa
kekhilafahan Islam, diantaranya Imam Syafi’I yang menurut Imam
Al-Mawardi karyanya mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiki, adab, dan
lain-lain. Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal dengan kitabnya Al-Musnad.
Selain itu, terdapat cendekiawan bidang sains yang disegani di dunia
barat yaitu Ibnu Sina (dikalangan ilmuwan Barat dikenal dengan nama Avicenna). Karyanya yang sangat terkenal Al-Qanun fi ath-Thibb, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Canon of Medicine
merupakan tujukan bidang kedokteran dunia selama berabad-abad. Di dalam
kitabnya, ia menulis ensiklopedia jutaan item tentang pengobatan dan
obat-obatan. Karya lainnya adalah Kitab Asy-Syifa yang terdiri
dari 18 jilid dan dikenal di dunia kedokteran modern sebagai
ensiklopedia filosofi kedokteran (Sadik, 2011: 32). Kemudian, Al-Biruni,
yang oleh saintis Barat, George Sarton (Introduction to the History of Science, 1927), dikategorikan sebagai ilmuwan terhebat sepanjang zaman. John J O’Connor dan Edmund F Robertson dalam bukunya History of Mathematics,
menyebutkan bahwa Al-Biruni telah berkontribusi penting dalam geodesi
dan geografi karena dialah yang pertama kali memperkenalkan teknik
mengukur jarak di bumi menggunakan metode triangulasi. Dalam kitabnya, Al-Jawahir atau Book of Precious Stones,
al-Biruni menjelaskan beragam mineral dan mengklasifikasikannya
berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan serta beratnya. Al-Biruni
merupakan ilmuwan Muslim pertama yang mengemukakan bahwa kecepatan
cahaya lebih cepat daripada kecepatan suara.
Teori relativitas merupakan revolusi dari
ilmu matematika dan fisika. Menurut catatan sejarah, 1000 tahun sebelum
Einstein mencetuskan teori relativitas, seorang ilmuwan Muslim abad
ke-9 M telah meletakkan dasar-dasar teori relativitas tersebut, yaitu
al-Kindi. Dalam kitabnya, Al-Falsafah al-Ula, al-Kindi
mengemukakan bahwa fisik bumi dan seluruh fenomena fisik bumi (waktu,
ruang, gerakan, dan benda) semuanya relatif dan tidak absolute. Ia
berbeda dengan Galileo, dan Descartes yang menanggap semua fenomena itu
sebagai sesuatu yang absolute. Teori Einstein tentang relativitas yang
dipublikasikan dalam La Relativite banyak dipengaruhi oleh pemikiran al-Kindi.
Ilmuwan Muslim lainnya yang memajukan
tradisi pemikiran ilmiah pada masa keemasan Islam adalah al-Khawarizmi
yang terkenal dengan kitab monumentalnya, al-Maqalah fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabilah, yang versi terjemahan bahasa Inggrisnya adalah The Compendious Book on Calcuation By Completion and Balancing. Melalui kitabnya ini, al-Khawarizmi telah meletakkan dasar cabang Matematika modern yakni Aljabar (Algebra). Carl B. Boyer dalam bukunya The Arabic Hegemony: A History of Mathematics, mengungkapkan bahwa kitab Al-Jabr
karya al-Khawarizmi itu telah menguraikan perhitungan yang lengkap
dalam memecahkan akar positif polynomial persamaan sampai dengan derajat
kedua.
Perkembangan dunia sains juga dipelopori
oleh al-Haitham atau Alhazen. Penelitiannya mengenai cahaya telah
memberikan dasar penting kepada saintis Barat yaitu Boger, Bacon, dan
Kepler dalam penciptaan mikroskop serta teleskop. Adapun Jabir Ibnu
Hayyan atau di Barat dikenal dengan nama Geber merupakan peletak dasar
ilmu kimia modern.Sepuluh abad sebelum ahli kimia barat John Dalton
mencetuskan teori molekul kimia, Jabir Ibnu Hayyan (721 M-815 M) telah
menemukannya pada abad ke-8, kitabnya yang berjudul Al-Kimya atau versi terjemahannya The Book of Composition Aichemy,
telah menjadi rujukan di berbagai universitas Eropa selama ratusan
tahun. Berkat jasa Jabir, ilmu pengetahuan modern bisa mengenal asam
klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam nitrat, asam asetat, teknik
distilasi dan teknik kritalisasi.
Perkembangan pemikiran filsafat di era
kekhilafahan Islam dimulai dari seorang tokoh yang bernama Al-Kindi yang
merupakan orang arab keturunan Qahtan. Kedudukan Al-Kindi diakui oleh
ahli sehrah pemikiran Ibnu An-Nadlim, sebagai salah seorang tokoh agung
pada zamannya bahkan dinobatkan sebagai filosuf arab pertama (Maghfur,
2002: 66). Mendalamnya pengetahuan Al-Kindi Nampak dari karya-karyanya
yang telah dikumpulkan oleh An-Nadlim sebanyak 241 topik, dalam bidang
logika ada 20 topik, filsafat 22 topik, geometri 23 topik, matematika 18
topik, astronomi dan perbintangan 45 topik, dan sebagainya. Karya
monumental Al-Kindi di bidang filsafat adalah Kitab Ila al-Mu;tashim Billah fi al-falsafah al-Ula
Sepeninggal Al-Kindi pada tahun 260 H/873
M, muncul nama besar lainnya dalam sejarah filsafat Islam yaitu
Al-Farabi. Al-farabi merupakan filosuf muslim kedua setelah Al-Kindi.
Al-Farabi anak seorang njenderal pada masa Abbasiyah yang lahir di Farab
Transoxiana. Dari kampungnya Al-Farabi menuju Baghdad yang terkenal
pada masa itu sebagai pusat studi sains. Karya-karya al-Farabi sebanyak
128 buah, dalam bidang logika sebanyak 36 buah. Karya monumental
Al-Farabi diantaranya Kitab Al-Qiyas, Tawti’ah fi al-Mantiq. Seperti halnya Al-Kindi, al-Farabi juga telah melakukan kompromi antara agama dengan filsafat.
Setelah Al-Farabi yang meninggal pada 339
H/951 M di damaskus, muncul filosuf lain yaitu Ibu Sina (370H/980 M).
Ibnu Sina memiliki karya sebanyak 276 Kitab, namun menurut Al-Badawi
yang tersisa saat ini hanya 17 buah antara lain yang terkenal al-Syifa’,
yang terdiri dari empat bagian, yaitu logika, matematika, fisika, dan
metafisika. Secara umum, kecenderungan filsafat Ibnu Sina tidak juah
beda dengan al-Farabi. Keduanya berusaha untuk mengintegrasikan
pandangan kefilsafatan dengan agama. Ibnu Sina meninggal dalam usia 58
tahun pada hari Jum’at pertama Ramadhan tahun 428 H/1049 M (Maghfur,
2002: 75).
Sepeninggal Ibnu Sina, muncul filosuf
muslim yang mengembangkan tradisi pemikiran filsafat Islam di Barat
yakni Ibnu Bajjah (478-503 H/1099-1124 M), oleh Ibnu an-Nadlim disebut
sebagai tokoh sentral filsafat Islam di Barat. Ibnu Bajjah sezaman
dengan al-Ghazali. Menurut Ibnu Tufayl dalam pengantar Risalah Hayyi bin Yaqzan,
yang menyatakan bahwa di Andalusia (Spanyol) belum pernah ada orang
yang berpengetahuan lebih mendalam, sahih dan jujur dari segi
periwayatannya dalam bidang filsafat selain Ibnu Bajjah. Saat ini karya
Ibnu Bajjah yang telah didaftar oleh Oxford meliputi 29 judul, antara
lain: Maqalat al-Sama’ awa al-Tabi’I. Filsafat Ibnu Bajjah banyak dipengaruhi unsur Platonisme dibanding Aristoteleanisme (Maghfur, 2002: 82).
Filosuf muslim Barat kedua adalah Ibnu
Tufayl. Beliau lahir di Granada sekitar 506 H/1123 M. Setelah itu muncul
generasi setelahnya yakni Ibnu Rusyd pada tahun 520 H/1137 M atau 15
tahun setelah wafatnya al-Ghazali. Serta masih banyak lagi pemikir atau
filosuf muslim lainnya yang pernah dilahirkan pada masa keemasan
peradaban Islam (masa Kekhilafahan). Pengakuan jujur para peneliti telah
menjadi bukti akan kemajuan tradisi berpikir ilmiah pada masa
kekhilafahan Islam, sebagaimana John J.O’Connor dan Edmund F. Robertson
(1999) menulis dalam MacTutor History of Mathematics Archive: Recent
research paints a new picture of the debt that we owe to Islamic
mathematics. Certainly many of the ideas which were previously thought
to have been brilliant new conceptions due to Europen mathamatichians of
the sixteenth,seventeenth and eighteenth centuries are now known to
have been developed by Arabic/Islamic mathamatichians around four
centuries earlier. (Penelitian terkini memberikan gambaran yang
baru pada hutang yang telah diberikan matematika Islam pada kita. Dapat
dipastikan bahwa banyak ide yang sebelumnya kita anggap merupakan
konsep-konsep brilian matematikawan Eropa pada abad 15, 17 dan 18
ternyata telah dikembangakan oleh matematikawan Arab/Islam kira-kira
empat abad lebih awal) (Amhar: 2011: 48)
Will Durant juga menulis dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith: Chemistry
as a science was almost created by the moslems; for in this field.
Where the Geeks (so far as we know) were confined to industrial
experience and vague hypothesis, the sarancens. Introduced precise
observation, controlled experiment, and careful records.They
invented and named the alembic (al-anbiq). Chemicall analyzed
innumerable substances, composed lapidaries distinguished alkalis and
acids, investigated their affinities,studied and manufactured hundreds
of drugs. alchemy ,which the moslems inherited from Egypt, contributed
to Chemistry by a thousand,which was the most scientific of all medival
operations. (Kimia adalah ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan
oleh kaum muslim. Saat dalam bidang ini orang-orang Yunani tidak
memiliki pengalaman industri dan hanya memberikan hipotesis yang
meragukan, para ilmuwan Muslim mengantarkan pada mengamatan teliti,
eksperimen terkontrol dan catatan yang hati-hati. Mereka menemukan dan
memberi nama alembic (al-anbic), menganalisis substansi yang
tak terhitung banyaknya, membedakan alkali dan asam, menyelidiki
kemiripannya, mempelajari dan memproduksi ratusan jenis obat. Alkimia
yang diwarisi kaum muslim dari mesir menyumbangkan untuk kimia ribuan
penemuan incidental, dari metodenya, yang paling ilmiah dari seluru
kegiatan pada zaman pertangahan) (Amhar, 2011: 48).
D. Zaman Renaissance
Kata Renaissance berarti kelahiran
kembali. Secara historis Renaisance adalah suatu gerakan yang meliputi
suatu zaman ketika orang merasa telah dilahirkan kembali dalam keadaban.
Zaman ini merupakan era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari
dogma-dogma agama. Manusia pasa zaman ini adalah manusia yang merindukan
pemikiran bebas, seperti pada zaman Yunani Kuno.
Gejala-gejala kebangkitan kembali
pemikiran bebas telah mulai tampak pada abad ke-12M dan merupakan dasar
dari perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. Kebangkitan ilmu
pengetahuan ini dipelopori oleh beberapa orang biarawan yang menuntut
ilmu di Spanyol, kemudian menyebarkan kebeberapa tempat di Eropa.
Menurut Slamet Iman Santosa (1977:65) perkembangan ilmu pengetahuan pada
zaman Renaissance mempunyai tiga sumber, yaitu: (1) adanya hubungan
dengan kerajaan Islam di Semenanjung Iberia dengan negara-nagara
Perancis. (2) Perang Salib (1100-1300) yang terulang sebanyak enam kali.
(3) jatuhnya Istanbul ke tangan bangsa Turki (1453).
Kabangkitan ilmu pengetahuan pada zaman
Renaisance ditandai dengan timbulnya pemikiran dari tokoh-tokoh terkenal
seperti: Nicolas Copernicus, Tycho Brahe, Johannes Kepler, Galileo
Galilei, dan Francis Bacon.
Disamping perkembangan di bidang ilmu pengetahuan alam, pada zaman Renaisance juga terdapat perkembangan di bidang ilmu negara, sekalipun puncaknya baru terdapat pada awal abad ke-17, yaitu dari Hugo de Groot (1583-1645) dengan gagasannya tentang hukum internasional. Orang yang merintis suatu perkembangan besar pada abad ke-17 adalah Francis Bacon (1561-1626). Ia dapat dipandang sebagai orang yang meletakkan dasar-dasarr bagi metode induksi yang modern, dan menjadi pelopor dalam usaha mensistemalisasi secara logis prosedur ilmiah.
E. Zaman Modern
Pada masa ini muncul pemikir-pemikir yang
mendorong cara pendekatann yang sama sekali baru terhadap
masalah-masalah manusia, seperti rasionalisme dan empirisme. Aliran
rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya
adalah rasio (akal), yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan
ilmiah. Sementara, aliran empirisme berpendapat bahwa empiri ata
pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan baik pengalaman batiniah
maupun lahiriah.
Mulai saat zaman modern, teknologi mendapat arti baru sebagai applied scince (Ilmu terapan). Ditemukannya mesin uap oleh James Watt mendorong tercetusnya Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-18. Tokoh yangmemberikan sumbangan pada masa modern adalah Rene Descartes (1596-1650) merupakan tokoh yang amat mendewakan rasio dan terkenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Decrates, langkah-langkah berpikir terdiri dari empat hal, (1) tidak menerima apa pun sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar, (2) memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah penyelesaiannya, (3) berpikir runtut dengan mulai dari hal yang paling rumit, (4) perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan dari permasalahan yang dikaji (Mustansyir, 2001: 81-82). Tokoh-tokoh yang lain adalah Isaac Newton (1643-1727) yakni dalam bidang ilmu fisika, dan matematika, J.J. Thompson sebagai penemu electron, Darwin menyumbangkan teori evolusi serta tokoh-tokoh lainnya.
Mulai saat zaman modern, teknologi mendapat arti baru sebagai applied scince (Ilmu terapan). Ditemukannya mesin uap oleh James Watt mendorong tercetusnya Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-18. Tokoh yangmemberikan sumbangan pada masa modern adalah Rene Descartes (1596-1650) merupakan tokoh yang amat mendewakan rasio dan terkenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Decrates, langkah-langkah berpikir terdiri dari empat hal, (1) tidak menerima apa pun sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar, (2) memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah penyelesaiannya, (3) berpikir runtut dengan mulai dari hal yang paling rumit, (4) perincian yang lengkap dan pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan dari permasalahan yang dikaji (Mustansyir, 2001: 81-82). Tokoh-tokoh yang lain adalah Isaac Newton (1643-1727) yakni dalam bidang ilmu fisika, dan matematika, J.J. Thompson sebagai penemu electron, Darwin menyumbangkan teori evolusi serta tokoh-tokoh lainnya.
Muncul pemikiran positivisme pada abad
ke-19 yang dikemukakan oleh Auguste Comte (1798-1857). Pemikiran ini
berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual, yang positif.
Segala uraian dan persoalan yang diluar apa yang ada sebagai fakta atau
kenyataan dikesampingkan. Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia
berlangsung dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisis, ilmiah atau
positif. Zaman teologis, orang mengarahkan rohnya kepada hakekat
batiniah segala sesuatu, kepada sebab pertama dan tujuan terakhir segala
sesuatu. Zaman metafisis , kekuatan-kekuatan adikodrati hanya diganti
dengan kekuatan-kekuatan yang abstrak, dengan pengertian-pengertian yang
dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang dipandang sebagai
asal segala penampakan atau gejala yang khusus. Zaman positif adalah
zaman ketika orang tahu bahwa tiada gunanya untuk berusaha untuk
mencapaii pengetahuan yang mutlak. Sekarang orang berusaha menemukan
hukum-hukum kasamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang
telah dikenal atau disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan dan
dengan memakai akal. Menurut Comte ilmu pasti adalah dasar segala
filsafat.
G. Zaman Kontemporer
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman
kontemporer berkembang dengan sangat cepat. Masing-masing ilmu
mengembangkan disiplin keilmuannya dan berbagai macam
penemuan-penemuannya. Penemuan dan penciptaan terjadi silih berganti dan
makin sering. Informasi ilmiah diproduksi dengan cepat, meliputi dua
setiap tahun, bahkan disiplin-disiplin tertentu seperti genetika setiap
dua tahun (Jacob, 1993:19).
Dalam bidang kedokteran, Mahzhab
Hippokrates melihat kedokteran secara historis , tetapi sekitar lima
abad yang lalu terjadi perubahan besar dengan gagasan manusia harus
menguasai alam; materi dan jiwa harus dipisahkan. Dalam
dasawarsa-dasawarsa akhir datang pula arus kontra dengan gerakan ke
holism lagi, karena pengaruh negative teknologi dan pengaruh positif
ekologi (Jacob, 2993: 20-21).
Dalam disiplin ilmu social, berbagai macam pendekatan dihasilkan guna semakin menajamkan daya analisa terhadap fenomena yang ditelitinya. Sementara itu dalam ilmu pengetahuan alam, terutama fisika sianggap memiliki perkembangan yang sangat spektakuler. Salah satu fisikawan yang termasyur pada masa itu adalah Albert Einstein.
Dalam 20 tahun terakhir ini, percepatan
pertumbuhan teknologi itu sedemikian rupa, sehingga kalau diukur dari
jangka waktu yang pendek tersebut , pertumbuhan itu laksana sebuah
ledakan. Di masa depan teknologi akan jauh lebih pesat lagi
perkembangannya. Orang membayangkan masa depan yang penuh shock, yan
gpenuh katidakpastian dan kecemasan, karena lingkungan yang terlalu
cepat berubah. Perkembangan teknologi akan menambah kuatitas produk,
tetapi menurunkan kualitas. Teknologi sengaja dibuat segera usang atau
tidak tahan lama. Inilah yang disebut technostress.
Dalam media komunikasi, penemuan mesin
cetak merupakan peristiwa yang sangat penting, yang dimanfaatkan dengan
baik pertama kali di Eropa. Media elektronik kemudian merevolisi
informasi dengan telavisa, Koran jarak jauh, dll. Sekarang
microelektronik dan multi media memebawa kita ke masyarakat informasi
yang sanggup menyajikan gambar, suara dan cetakan sekaligus dan dapat
bersifat individual dan personal.
Perkembangan teknologi juga ditrandai
dengan makin meluasnya penggunaan teknologi modern itu dalam kehidupan
sehari-hari, dan makin lama makin mencapai skala masal. Disisi lain pada
zaman Kontemporer perkembangan ilmu juga ditandai dengan terjadinya
spesialisasi-spesialisasi yang semakin tajam. Akibatnya, bidang
pengkajian suatu bidang keilmuan makin sempit yang ditambah dengan
berbagai pembatasan dalam pengkajiannya seperti asumsi dan prinsip
sehingga membuat lingkup penglihatan keilmuan bertambah sempit pula. Hal
inilah yang menimbulkan gejala deformation professionelle.
Di samping kecenderungan ke arah
spesialisasi, kecenderungan lainnya dalam perkembangan ilmu pada zaman
kontemporer ini adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan bidang
ilmu yang lainnya. Perkembangan ilmu yang semakin cepat pada masa
sekarang dimungkinkan karena adanya metode ilmiah dan komunikasi ilmiah
antar ilmuan. Komunikasi ilmiah antar ilmuan juga sangat mendukung bagi
percepatan perkembangna ilmu pengetahuan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh seorang ilmuan disuatu wilayah akan dapat dengan mudah
diketahui oleh ilmuan lain di wilayah lain. Namun pada masa sekarang
komunikasi antar ilmuan menjadi sangat mudah karena munculnya pendukung
lain seperti internet. Inilah yang menjad kunci percepatan perkembangan
ilmu sekarang ini.
PENUTUP
Ilmu pengetahuan berkembang sesuai dengan
perkembangan akal pikiran manusia yang semakin lama semakin maju dan
meluas. Dan perkembangan ilmu pengetahuan tidak terpusat hanya pada
suatu wilayah tertentu saja. Melainkan merata pada wilayah-wilayah yang
dihuni manusia. Mulai dari Zaman Purba yang ditandai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan di wilayah Mesir dan Babylonia pada abad 3–1 SM,
perkembangan ilmu pengetahuan di wilayah India pada tahun 2000 SM, dan
perkembangan ilmu pengetahuan di wilayah Cina pada masa Dinasti Shang
dan Dinasti Chon. Kemudian perkembangan ilmu pengetahuan pada Zaman
Yunani (abad 7 SM–6 M) yang dikenal sebagai masa kelahiran pemikiran
kritis refleksi manusia. Kemudian perkembangan ilmu pengetahuan pada
Zaman Pertengahan (abad 6 SM–15M) yang dimulai dengan kejatuhan
Kekaisaran Romawi Barat hingga timbulnya Renaissance di Italia. Kemudian
perkembangan ilmu pengetahuan pada Zaman Kekhilafahan Islam yang
merupakan dasar perkembangan tradisi pemikiran ilmiah, dan perkembangan
IPTEK di barat. Zaman Renaissance (abad 14–17 M) yang merupakan zaman
peralihan ketika kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu
kebudayaan modern. Kemudian perkembangan ilmu pengetahuan pada Zaman
Modern (abad 17-19 M) yang ditandai dengan percepatan kemajuan ilmu
pengetahuan di Eropa. Hingga perkembangan ilmu pengetahuan pada Zaman
Kontemporer (abad 20 M – sekarang) yang ditandai dengan perkembangan
disiplin ilmu dari masing-masing ilmu yang menghasilkan berbagai macam
penemuan yang silih berganti dan makin sering. Perubahan perilaku/
kebiasaan masyarakat mulai dari berburu, berladang hingga penggunaan
teknologi modern merupakan bentuk dari perkembangan ilmu pengetahuan
yang semakin maju seiring dengan perkembangan akal pikiran manusia. Yang
terjadi tidak hanya pada benua Eropa tetapi dunia Timur juga memegang
peran penting dalam perkembangan ilmu dan peradaban manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Amhar, Fahmi. 2011. IPTEK Era Khilafah: Membangun Nalar Dunia dan Peradaban Dunia. Media Politik dan Dakwah Al-Wa’ie. No. 130 Tahun XI, 1-30 Juni 2011.
Maghfur, Muhammad. 2002. Koreksi Atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam. Bangil: Al-Izzah.
Noor, Hadian. 1997. Pengantar Sejarah Filsafat. Malang: Citra Mentari Group.
Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius.
Rachman, Maman, dkk. 2008. Filsafat Ilmu. Semarang: UPT UNNES Press.
Russell, Bertrand. 2004. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sadik, Kusman. 2011. Pendidikan Islam: Bermutu dan Melahirkan Manusia Unggul. Media Politik dan Dakwah Al-Wa’ie. No. 130 Tahun XI, 1-30 Juni 2011.
Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar