Vonis Kafir Menurut Ulama Ahlus Sunnah
ويقرون
بأن الايمان قول وعمل يزيد وينقص ولا يشهدون على احد من اهل الكبائر
بالنار ولا يحكمون بالجنة لأحد من الموحدين حتى يكون الله سبحانه ينـزلهم
حيث شاء ويقولون امرهم الى الله ان شاء عذبهم وان شاء غفر لهم
“Ahlus
Sunnah menegaskan bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan; bisa
bertambah dan berkurang. Ahlus Sunnah tidak bersaksi bahwa setiap
pendosa besar akan masuk neraka, sebagaimana mereka tidak menghakimi
bahwa setiap orang yang bertauhid akan masuk surga, sampai Allah sendiri
yang menentukan sesuai kehendak-Nya. Ahlus Sunnah menyatakan bahwa
perkara (surga/neraka) orang-orang itu ialah diserahkan pada Allah. Jika
Dia menghendaki, Dia mengazab mereka. Jika Dia menghendaki, Dia
mengampuni mereka.” --- Mahaguru Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, Abu al-Hasan
‘Ali al-Asy’ari (874-936 M), dalam “Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf
al-Mushallin” (Kairo: Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, 1969), Juz I, h.
350.
***
والذي ينبغي الاحتراز منه التكفير, ما وجد إليه
سبيلا، فإن استباحة الدماء والأموال من المصلين إلى القبلة المصرحين بقول
"لا إله إلا الله محمد رسول الله" خطأٌ، والخطأ في ترك ألف كافر في الحياة
أهون من الخطأ في سفك دم لمسلم
“Selama masih ada celah, hendaklah
seseorang menghindari vonis kafir (takfir). Penghalalan darah dan harta
terhadap seseorang yang salat menghadap kiblat, yang masih menyatakan
(syahadat) “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah”,
ialah kesalahan. Dan ‘kesalahan’ dalam membiarkan seribu kafir hidup itu
lebih ringan daripada kesalahan dalam menumpahkan darah seorang
Muslim.” --- Ulama besar Ahlus-Sunnah, Hujjatul-Islam Abu Hamid Muhammad
al-Ghazali (1058-1111 M), dalam “Al-Iqtishad fil-I’tiqad” (Damaskus:
Dar Qutaibah, 2003), h. 176
***
ولقد قرر علماؤنا أن
الكلمة إذا احتملت الكفر من تسعة وتسعين وجها ثم احتملت الإيـمان من وجه
واحد حملت على أحسن المحامل وهو الإيـمان
“Para ulama kita telah
menegaskan bahwa jika suatu kalimat mengandung kemungkinan kafir dalam
99 segi, tapi ia masih mengandung kemungkinan iman dalam 1 segi, maka
hendaklah kalimat itu dibawa kepada kemungkinan yang terbaik; yakni
masih beriman.” --- Ulama al-Azhar, Syaikh ‘Abdul-‘Azhim az-Zarqani (w.
1948 M), dalam “Manahil al-‘Irfan”, Cet. al-Halabi, Juz II, h. 35
***
الكفر شيء عظيم فلا أجعل المؤمن كافرا متى وجدت رواية أنه لا يكفر وإذا كان في المسألة وجوه توجب الكفر ووجه واحد
يمنعه فعلى المفتي أن يميل إلى الوجه الذي يمنع التكفـير
“Kafir
adalah persoalan serius. Aku tidak akan mengkafirkan seorang Mukmin
selagi ada riwayat yang menyatakan bahwa dia tidak kafir. Jika dalam
suatu masalah ditemukan beberapa bagian yang mengharuskan jatuhnya vonis
kafir, tapi masih ada satu bagian yang menahannya, maka seorang mufti
harus merujuk ke bagian yang menahan jatuhnya vonis kafir itu.” ---
Ulama fikih mazhab Hanafi, Ibnu ‘Abidin (1784-1836 M), dalam "Hasyiyah
Radd al-Mukhtar" (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), Juz IV, h. 236
Tidak ada komentar:
Posting Komentar