Mahasiswa Jaman Sekarang : Idealisme Terpasung Pragmatisme
“Buat apa demo di jalanan siang terik hingga kulit
terbakar, buat apa koar-koar memakai pengeras suara sampai suara serak.
Buat apa sih kalian masih setia memikirkan perut rakyat, kalian dapat
apa sih? Buat apa mengurusi permasalahan bangsa, semua kan sudah diurus
oleh Negara. Sebagai mahasiswa, kuliah saja yang bener biar cepat lulus
lalu bekerja di perusahaan dengan gaji yang tinggi”.
Mungkin tidak berlebihan apabila ilustrasi diatas
menggambarkan kalimat yang sering terlontar dari mulut sebagian
mahasiswa jaman sekarang. Sebuah jaman serba canggih, praktis dan
instan. Sebuah jaman dimana karakter mahasiswa menjadi pragmatis. Sebuah
jaman dimana mahasiswa yang masih menjunjung tinggi idealis bahkan
disebut kuno. Kalau sudah seperti ini, masihkah cocok mahasiswa
berpredikat sebagai agent of change?
Mahasiswa seakan kehilangan jati dirinya. Semakin hari,
semakin jauh dari benang merah perjuangan kewajiban seluruh mahasiswa
Indonesia yang terdapat pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tentu idealnya,
mahasiswa tidak melulu sibuk dengan dunia perkuliahan saja, namun bisa
turun ke masyarakat melihat permasalahan dan kemudian mencari solusinya.
Namun nyatanya, mahasiswa jaman sekarang tidak mengindahkan itu semua.
Mahasiswa lebih nyaman memikirkan diri sendiri dan sibuk dalam dunia
hura-hura bersifat hedonisme saja.
Tidak bisa dipungkiri, di era teknologi canggih dan komunikasi
tanpa batas seperti sekarang ini, mahasiswa seakan dimanjakan dengan
semua yang serba instan. Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi yang
seharusnya digunakan sebaik mungkin untuk mencari informasi secara
cepat, yang terjadi justru menjadikan mahasiswa menjadi kaum pemalas.
Sebagai contoh: dulu pada jaman sebelum akrabnya teknologi search engine
di telinga kita, mencari sebuah informasi untuk pembuatan tugas harus
berkeliling dari satu perpustakaan ke perpustakaan yang lain. Bahagia
rasanya ketika mendapat sebuah informasi yang sudah sejak lama dicari.
Namun sekarang, sejak adanya teknologi google, segala informasi yang dibutuhkan secara mudah bisa didapatkan. Semudah mengetikkan beberapa “keyword”
saja. Sangat gampang. Hal seperti itu berdampak pada tidak adanya usaha
mahasiswa untuk meraih apa yang diinginkannya. Darah juang merosot.
Idealisme tergerus oleh budaya serba instan.
Romantisme diskusi juga berkurang di kalangan mahasiswa.
Ruang-ruang diskusi hanya diisi oleh segelintir mahasiswa saja. Memang
masih ada mahasiswa yang menjunjung tinggi idealisme, namun disisi lain
potret hedonis dari mahasiswa juga tidak dapat terelakkan lagi. Jauh
lebih menarik acara yang bersifat hura-hura miskin esensi dibanding
diskusi intelektual membahas sebuah topik yang hangat.
Selain itu, tuntutan untuk segera lulus oleh orang tua juga seakan mendukung pragmatisme mahasiswa jaman sekarang. “Tidak usah ikut demo, lulus aja yang cepet nak!”.
Mahasiswa dihadapkan pada permasalahan yang dilematis. Mahasiswa tidak
bisa sepenuhnya disalahkan, karena sering orang tua bahkan melarang
anaknya untuk aktif di kegiatan keorganisasian kampus.
Mahasiswa tidak boleh seperti itu. Pola pikir pragmatis yang
tumbuh di kalangan mahasiswa harus segera dihentikan. Rakyat Indonesia
ini menunggu mahasiswa untuk segera mengambil alih posisi pemerintahan.
Jangan sampai julukan mahasiswa sebagai oposisi konstruktif pemerintah
hanya omong kosong saja. Tentu mereka yang berkongkalikong untuk
mengeruk keuntungan dari bangsa ini akan tertawa terbahak-bahak melihat
mahasiswa Indonesia takluk dalam budaya kapitalisme yang sebelumnya
sudah direncanakan oleh beberapa oknum.
Memang diakui, tidak ada jaminan yang pasti bagi mahasiswa
yang idealis bisa mendapatkan karir gemilang di jenjang setelah kuliah.
Anggapan mahasiswa yang aktif berorganisasi merupakan mahasiswa yang
lulusnya lama juga tidak bisa ditampikkan. Untuk mendukung karir
mahasiswa setelah lulus, ECC UGM
terbentuk sebagai salah satu sarana bagi pengembangan karir mahasiswa.
Akses informasi terkait karir yang diinginkan secara mudah disediakan
oleh ECC UGM.
Jadi mahasiswa tidak perlu khawatir menghadapai dunia setelah lulus.
Siapa yang cepat mengakses informasi, dialah pemenangnya. Begitu
kira-kira.
Menjadi mahasiswa adalah tentang tanggung jawab kepada negeri. Mau
menjadi idealis atau pragmatis tidak ada otoriter kaku yang melarang.
Semua dikembalikan kepada moral dan rasa cinta mahasiswa terhadap tanah
air tercinta Indonesia. Lalu muncul pertanyaan terakhir sebagai
refleksi, mahasiswa jenis apakah anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar