MEDIA ONLINE IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH BIMA

Jumat, 17 April 2015

Fiqih Islam dalam Era Kemajuan dan Kemunduran

Era Keemasan dan Kemunduran Fiqih Islam 


Fajar Rachmadhani, Lc
(Mudir Mahad Ali Bin Abi Thalib UMY, Dosen Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta)
Abad ke II Hijriyah merupakan abad kelahiran fiqih yang telah terwujud dalam bentuk ilmu yang disusun secara sistematis, analisis, dan argumentatif yang ditulis oleh para fuqaha imam madzhab. Pada periode ini perkembangan fiqih Islam mencapai puncak kejayaannya bersamaan dengan kemajuan dunia Islam dalam berbagai bidang.

Adapun yang menjadi latar belakang pesatnya pertumbuhan serta perkembangan fiqih Islam pada saat itu adalah karena adanya jalinan yang baik antara ulama dan khalifah (umaro’),. Selain itu juga, didukung oleh adanya kecenderungan kebebasan yang seluas-luasnya bagi ulama untuk melakukan ijtihad. Oleh sebab itu periode ini lebih dikenal dengan “ Periode Ijtihad dan Keemasan Fiqih Islam” yang telah banyak melahirkan para ulama-ulama fiqih.


Selama berlangsungnya periode ijtihad ini, kemajuan dan keemasan fiqih Islam ini, sportivitas para mujtahid begitu tinggi, juga sikap para penganut madzhab yang cenderung obyektif tanpa mengabaikan kelemahan serta kekurangan yang ada. Masing-masing mujtahid tetap mengakui kelebihan satu dengan yang lain serta menyadari kekurangan masing-masing. Adanya perbedaan pendapat diantara mereka tidak lantas membuat mereka saling merendahkan antara yang satu dengan yang lain, saling menyalahkan, ataupun mengklaim bahwa pendapat merekalah yang paling mendekati kebenaran. Justru adanya perbedaan yang ada di tengah-tengah mereka menjadi sarana untuk saling menghargai bahkan memuji antara mereka.

Sebagai ilustrasi, Imam As Syafi’i tetap menghormati keistimewaan Imam Abu Hanifah, lihatkah ungkapan Imam Syafi’I berikut:
الناس في الفقه عيال إلى أبي حنيفة
pengetahuan seseorang dalam maslah fiqih sangat butuh kepada pemikiran fiqih Abu Hanifah”.
Begitu juga terhadap Imam Ahmad bin Hanbal, Imam As Syafi’I menyatakan pujiannya:
خرجت من بغداد فما خلفت بها رجلا أفضل ولا أعلم ولا أفقه من أحمد
setelah aku keluar dari Baghdad, tak seorangpun yang aku tinggalkan disana yang lebih utama, lebih alim, lebih faqih dari pada Ahmad bin Hanbal”.

Dan pada akhir abad ke IV Hijriyah, keadaan dunia fiqih sudah mulai mengalami stagnasi dan kejumudan, sehingga muncullah perdebatan-perdebatan antara penganut madzhab. Periode ini lebih dikenal dengan “periode taqlid”, yang ditandai dengan munculnya perdebatan sengit antara pengikut madzhab untuk mempertahankan bahwa pendapat madzhabnyalah yang paling benar, sehingga gairah dan semangat ijtihad sebahaimana yang terjadi pada periode sebelumnya sudah tidak nampak lagi.
DR Musthafa Ibrahim Az Zulamy dalam bukunya “ Asbab Ihtilafi-fuqaha’ fi al ahkam as syariyyah” menjelaskan bahwa diantara faktor yang menyebabkan menurunnya semangat dan gairah berijtihad pada masa ini adalah;
•    Munculnya fanatisme madzhab
Sebagian besar ulama pada masa itu dipengaruhi oleh perasaan dan sikap seakan tidak sanggup lagi untuk mencapai sesuatu yang telah dicapai oleh ulama sebelumnya. Yang pada akhirnya hal ini berimplikasi kepada sikap mengutamakan taqlid kepada salah satu mazhab tertentu, dan menutup diri untuk berijtihad.
•    Krisis politik yang terjadi pada masa khilafah Abbasiyah
Krisis politik yang terjadi pada masa itu ternyata berdampak kepada lemahnya ruh kebebasan dalam berijtihad dan berpendapat terutama dalam masalah syariah.
•    Terbatasnya upaya ulama hanya dalam meringkas
Dalam hal ini banyak diantara para ulama yang hanya memusatkan perhatian dan pembahasannya hanya terbatas kepada teks matan, mukhtashar, syarah, hasyiyah, namun tidak mempelajari kitab-kitab terdahulu yang bernilai lebih tinggi.

Itulah dinamika perjalanan fiqih Islam, yang pernah mengalami masa keemasaan juga era kemunduran. Dengan membaca kembali sejarah perkembangan fiqih dari masa ke masa, umat Islam khususnya para pemerhati fiqih dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga, terutama bagaimana bersikap dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada di tengah-tengah umat Islam saat ini khususnya yang menyangkut masalah-masalah fiqhiyah yang sangat identik dengan perbedaan pendapat. Semangat untuk senantiasa lebih giat belajar dah mengkaji disiplin-disiplin ilmu syariah, seperti ‘ulum al quran, ‘ulum al hadist, bahasa Arab dan sastranya, fiqih dan ushulnya serta ilmu-ilmu pendukung lainnya. Sehingga perasaan lemah serta sikap seakan tidak sanggup lagi untuk mencapai sesuatu yang telah dicapai oleh ulama sebelumnya akan sedikit demi sedikit terhapuskan. Dengan demikian fiqih akan menjadi sebuah disiplin ilmu yang mampu menjawab persoalan-persoalan keagamaan yang terus berkembang dengan begitu dinamis. Dan pada akhirnya Islam benar-benar menjadi agama yang universal "sholihun likulli zamanin wa makanin".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar