Pertanyaan
Assalamu’alaikum wr.wb.
Mohon
penjelasan tentang perbedaan doa iftitah dari buku produk Muhammadiyah
yang berbeda. Pertama: buku Shalat Sesuai Tuntunan Nabi saw yang disusun
oleh Bapak Syakir Jamaluddin, MA., penerbit LPPI UMY dengan kata
pengantar ketua MTT PP Muhammadiyah. Pada halaman 73 dijelaskan bahwa
doa iftitah itu ada 3 macam, yaitu: Allahumma Ba’id …,Allahu akbar Kabira … dan Wajjahtu wajhiya … . Sementara dalam buku HPT, pilihan doa iftitah hanya dua, yaitu: Allahumma ba’id baini … dan Wajjahtu wajhiya … . Kami umat yang di bawah merasa bingung membaca kedua buku ini, oleh karena itu mohon penjelasan dengan hadis shahih.
Terima kasih.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr.Wb.
Terima
kasih atas pertanyaan yang disampaikan oleh Bapak H. Mufti Muhammadi
kepada Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pertanyaan yang serupa sesungguhnya banyak dilontarkan oleh warga
Muhammadiyah baik secara langsung maupun tertulis. Buku yang berjudul
“Shalat Sesuai Tuntunan Nabi saw: Mengupas
Kontroversi Hadis Sekitar Shalat” yang disusun oleh Bapak Syakir
Jamaluddin, M.A., tersebut memang banyak disoroti oleh warga
Muhammadiyah, baik terkait dengan eksistensi buku maupun beberapa materi
yang terkait seputar shalat. Terkait dengan eksistensi buku, warga
Muhammadiyah banyak yang bertanya apakah buku tersebut merupakan produk
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (MTT PP) Muhammadiyah ataukah
bukan. Pertanyaan tersebut muncul setidaknya karena dua hal, pertama;
karena diterbitkan oleh institusi atau lembaga di lingkungan
Muhammadiyah, kedua; karena kata pengantar buku tersebut ditulis oleh
Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. yang saat ini menjadi Ketua MTT PP
Muhammadiyah. Sedangkan dari aspek materi seputar salat yang paling
banyak disoroti, antara lain; tentang pilihan salam dan bacaan do’a iftitah pada saat salat.
Terkait
dengan permasalahan pertama, perlu dijelaskan bahwa produk MTT PP
Muhammadiyah dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Keputusan
Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah, yakni hasil
Muktamar/Musyawarah Nasional Tarjih yang kemudian dibukukan dan disebut
Himpunan Keputusan Majelis Tarjih atau sering disingkat HPT;
2. Fatwa
Tarjih, yaitu keputusan MTT PP Muhammadiyah atas persoalan yang muncul
di masyarakat. Fatwa Tarjih bias merupakan respon MTT PP Muhammadiyah
atas persoalan yang terjadi di masyarakat atau merupakan jawaban atas
pertanyaan yang disampaikan kepada MTT PP Muhammadiyah dan kemudian
dimuat di rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah. Saat ini
sebagian Fatwa-fatwa Tarjih telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul
Tanya Jawab Agama sejumlah 6 jilid.
3. Wacana,
yaitu pengembangan pemikiran dalam soal keagamaan yang bersifat tidak
mengikat secara kelembagaan, diterbitkan dalam bentuk buku maupun
jurnal.
Adapun
buku yang disusun oleh Bapak Syakir Jamaluddin, MA., tidak termasuk ke
dalam salah satu dari ketiga produk MTT PP Muhammadiyah tersebut. Buku
tersebut merupakan hasil karya pribadi salah seorang warga Muhammadiyah
dan bukan merupakan keputusan MTT PP Muhammadiyah. Dengan demikian, buku
tersebut TIDAK termasuk buku tuntunan resmi yang dikeluarkan oleh
Persyarikatan Muhammadiyah.
Pada
prinsipnya setiap keputusan MTT PP Muhammadiyah selalu dilandasi oleh
dalil-dalil yang terkuat baik dari al-Qur’an maupun sunnah-sunnah Nabi
saw yang maqbulah. Namun demikian, setiap orang terbuka untuk mengkaji
dan mengkritisi keputusan Tarjih asalkan dilakukan secara argumentatif
serta berpedoman kepada semangat dan Manhaj Tarjih. Bahkan berbeda dalam
beberapa hal dengan putusan Tarjih bukanlah sesuatu yang terlarang
dalam kaidah Tarjih itu sendiri. Dalam Penerangan tentang Hal Tarjih
yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur Moehammadijah (PP Muhammadiyah) tahun 1935 dinyatakan:…kami berseru juga kepada sekalian ulama’ supaya suka membahas pula akan kebenaran putusan Majelis Tarjih itu dimana kalau terdapat kesalahan atau kurang tepat dalilnya diharap supaya diajukan,
syukur kalau dapat memberikan dalilnya yang lebih tepat dan terang,
yang nanti akan dipertimbangkan pula, kemudian kebenarannya akan
ditetapkan dan digunakan.” (lihat kata pengantar, halaman. viii dan HPT, hlm. 371-372)
Dengan
demikian, setiap warga Muhammadiyah maupun pihak lain berhak untuk
mengkritisi setiap keputusan Tarjih dengan mengemukakan argumentasi
(dalil) yang lebih kuat (rajih), lalu diajukan kepada MTT PP
Muhammadiyah untuk dibahas baik oleh Tim Fatwa MTT PP Muhammadiyah
maupun dibawa ke Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah. Sebab pendapat
yang berbeda dengan keputusan Tarjih dari hasil kajian dan penelitian
seseorang baik dari warga Muhammadiyah maupun pihak lain merupakan hal
yang tidak bisa dihindari maupun dilarang. Namun secara norma dan etika
berorganisasi, pendapat perseorangan tidak semestinya disebarkan di
lingkungan warga Persyarikatan. Terlebih lagi, jika pendapat pribadi
tersebut dibenturkan dengan pendapat resmi Persyarikatan yang telah
diputuskan berdasarkan ijtihad jama’i (ijtihad kolektif). Sebab
dalam kaidah MTT PP Muhammadiyah, jika ada keputusan di tingkat yang
lebih rendah (apalagi pendapat perseorangan) berbeda dengan keputusan di
tingkat yang lebih tinggi, maka keputusan (pendapat) yang digunakan
adalah keputusan di tingkat yang lebih tinggi.
Karena
itu, terkait dengan bacaan doa iftitah yang bapak tanyakan, maka dari
beberapa alternatif bacaan doa iftitah yang ada, MTT PP Muhammadiyah
memilih doa yang dianggap lebih kuat, yaitu:
اللَّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى
الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ
بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ.
Atau dengan membaca:
وَجَّهْتُ
وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا
وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ
وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ
أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (وََأَنَا مِِنَ الْمُسْلِمِينَ)،
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلَهَ لِى إِلاَّ أَنْتَ أَنْتَ رَبِّى
وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِى فَاغْفِرْ لِى
ذُنُوبِى جَمِيعًا لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ وَاهْدِنِى
لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ
عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ لَبَّيْكَ
وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ
إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
MTT PP Muhammadiyah melalui mudarasah dan ijtihad jama’i (ijtihad kolektif) memilih kedua alternatif doa tersebut di atas secara hirarkis. Artinya bahwa alternatif pertama yaitu “Allahuma baid …” secara kualitas periwayatan lebih sahih (hadis sahih riwayat al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Abu Hurairah r.a.) dan lebih praktis (ringkas) dibandingkan dengan alternatif lainnya. Namun demikian, doa iftitah yang berbunyi “Wajjahtu wajhiya …” dapat pula dijadikan sebagai alternatif bacaan doa iftitah, karena dalil yang digunakan termasuk hadis sahih riwayat Muslim dan lainnya.
Sampai saat ini, kedua alternatif bacaan doa iftitah tersebut
di atas belum pernah diubah atau dibatalkan dengan keputusan yang
memiliki kekuatan yang sama (Musyawarah Nasional Tarjih). Oleh sebab
itu, kedua alternatif doa iftitah tersebut di atas merupakan pendapat
dan pilihan resmi Persyarikatan untuk dapat dijadikan pedoman bagi warga
Muhammadiyah, tanpa menafikan adanya alternatif lain yang juga sahih.
Memang
pada dasarnya, semua amalan yang memiliki landasan atau dalil yang kuat
dapat diamalkan. Namun terkadang dalam beberapa persoalan yang memiliki
variasi atau beragam cara dan bacaannya (at-tanawwu’ fil-‘ibadah), maka dalam rangka mempermudah (at-taisir)
dan agar tidak membingungkan warga dan masyarakat awam, maka MTT PP
Muhammadiyah memilih salah satu atau beberapa alternatif yang dianggap
paling kuat untuk dijadikan pedoman resmi warga Muhammadiyah baik lewat
kajian Tim Fatwa MTT PP Muhammadiyah maupun Musyawarah Nasional Tarjih
Muhammadiyah dengan melibatkan perwakilan tokoh dan ulama’ se-Indonesia
baik dari kalangan Muhammadiyah maupun lainnya.
Dari
uraian di atas, maka semakin jelas bahwa buku yang bapak tanyakan
tersebut bukanlah produk MTT PP Muhammadiyah, sehingga tidak menjadi
sikap dan pendirian resmi Muhammadiyah. Namun demikian dapat saja dibaca
dan digunakan oleh siapa saja sebagai salah satu referensi untuk
menambah wawasan dan cakrawala keilmuan dalam masalah terkait. Sedangkan
untuk menghilangkan kebingungan bapak dan masyarakat awam, karena tidak
(dapat) melakukan kajian secara mandiri dan mendalam, maka hendaknya
merujuk kepada keputusan MTT PP Muhammadiyah yang telah ada.
Wallahu a’lam bish-shawab. *rf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar