Pengaruh Ajaran Islam Transnasional Terhadap Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Pengaruh Ajaran Islam Transnasional Terhadap Keutuhan
- I.Pendahuluan
Islam
transnasional merupakan istilah yang relatif baru dalam konteks wacana
pemikiran Islam di Indonesia. Istilah ini muncul seiring dengan
bergulirnya reformasi politik di Indonesia tahun 1998, yang ditandai
dengan munculnya
kekerasan, pengkafiran sesama Islam, pemaksaan keyakinan, perilaku
agama dan ideologi seperti kasus Ahmadiyah, perampasan masjid NU dan
sarana ekonomi Muhamadiyah, lewat berbagai cara licik, bahkan diwujudkan
dengan peledakan bom yang sasarannya pada agama nasrani, perwakilan
kedutaan dan aset asing, khususnya Amerika. Dibeberapa tempat seperti
ambon dan poso terjadi perlawanan dari kaum nasrani, tidak sedikit
korban dan kerugian material dari kedua bela pihak. Kejadian ini pasti
mengejutkan sebagian besar umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Setelah dilakukan investigasi oleh beberapa instansi, semua pelaku
banyak berasal dari pemikiran dan organisasi diluar Indonesia.
Barangkali seminar ini berorentasi memberikan respon dan pemecahan
terhadap masalah diatas, adapun saya hanya ingin membahas sejauh mana
ajaran Islam transnasional mempengaruhi keutuhan bangsa Indonesia dan
bagaimana seharusnya respon umat Islam agar keutuhan, kerukunan dan
kehidupan demokrasi di Indonesia tetap terpelihara dengan baik.
Mengingat waktunya sangat terbatas, kami hanya menyampaikan
prinsip-prinsipnya saja, selebihnya mungkin dapat didalami pada sesion
dialog.
- II.Pengertian Islam Transnasional
- A.Menurut ahli.
Istilah
ideologi transnasional ini dipopulerkan pertama kali oleh Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH. Hasyim Muzadi, sejak pertengahan 2007
silam. Istilah itu merujuk pada ideologi keagamaan lintas negara yang
sengaja diimpor dari luar dan dikembangkan di Indonesia
Masdar
Hilmy dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa istilah “ Islam
transnasional “ adalah sebuah gerakan yang bukan asli Indonesia,
keberadaan organisasi politik ini tidak lahir dari pergumulan identitas
ke Indonesia-an yang otentik melainkan dipindahkan, dibawa atau diimpor
dari negara lain yang cenderung tidak mau meng-Indonesia.
Dari
penjelasan ini dapat dipahami bahwa Islam transnasional adalah
organisasi politik yang lahir sebagai pemecahan dari persoalan persoalan
politik yang muncul di daerah timur tengah sedangkan Islam kebangsaan
atau ke Indonesia-an adalah organisasi sosial keagamaan atau organisasi
politik yang lahir dari pergumulan dan pemecahan masalah-masalah yang
terkait dengan Indonesia. jadi tidak ada hubungannya dengan penggunaan
Alquran dan sunnah yang berasal dari arab saudi. Islam Indonesia
menggunakan Alquran dan sunnah untuk pemecahan masalah di Indonesia
sedangkan Islam transnasional menggunakan Alquran dan sunnah untuk
pemecahan masalah di timur tengah. masalah itu akan timbul ketika
pemecahan masalah timur tengah dipaksakan sebagai pemecahan masalah di
Indonesia. (dibahas di tema sendiri )
B. Ajaran dan organisasi
Sebagaimana
disampaikan pada pada bab pendahuluan sebagian besar orang orang yang
menjalankan agama secara radikal dan memaksakan kehendak berasal dari
pemikiran dan organisasi luar Indonesia, khususnya timur tengah, disini
saya mencoba memahami dasar berfikir dari Perilaku keagamaan mereka agar
dapat dijadikan pijakan dalam pemecahan masalah, ada 2 pendekatan yaitu
sejarah dan fungsi syare’at Islam dalam tatanan sosial, diperkiraan 2
hal itu yang membentuk radikalisme Islam transnasional.
Dalam
catatan sejarah Islam, telah diketahui bersama sejak umat Islam
mengekspansi Eropa dan pada masa tertentu, Eropa tidak hanya melepaskan
diri dari kekuasaan Islam bahkan banyak menjajah negara-negara Islam
ditimur tengah. Pada masa berikutnya berbalik umat Islam yang berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan Eropa. Peperangan Islam dan negara-negara
Eropa berlangsung sangat lama, bisa sampai ribuan tahun, yang terakhir
kehancuran Turki Usmani, perang Afghanistan, umat Islam melawan Uni
Sovyet dan Amerika, perang Libya, Irak, Iran dan Al qaidah dibawah
pimpinan usama bin laden, semuanya melawan Amerika. dalam stuasi seperti
itu secara alamiah, untuk tujuan kemenangan peperangan, umat Islam
menggelorakan semangat internalnya diantaranya menanamkan kebencian
terhadap agama, budaya, ilmu pengetahuan dan Perilaku kehidupan orang
Eropa dan Amerika. Ayat-ayat perang yang terdapat dalam Alquran dan
sunnah rasul, tentang keburukan dan kerusakan Perilaku orang orang kafir
sering dijadikan legitimasi. Ayat-ayat tentang jihad dan pahala orang
yang mati sahid menjadi perbincangan sehari hari, hal ini untuk
melibatkan semua umat Islam agar mau bertempur dan memiliki militansi
tinggi serta menciptakan tentara yang tidak pernah takut mati. Sanksi
kekafiran diberikan kepada mereka yang enggan berperang melawan Eropa.
dalam waktu cukup lama tanpa disadari mereka memandang ajaran Islam
adalah ajaran melawan kekafiran dengan segala jalan dan segala cara. Hal
itu pasti akan menjadi masalah ketika pemikiran dan kondisi psikologis
umat Islam timur tengah ditransfer ke negara-negara mayoritas Islam
diluar timur tengah, yang hidup damai, tidak ada masalah dengan orang
orang yang berbeda agama, semua diberikan kebebasan menjalankan agamanya
dan berkompetisi secara fair dalam berbagai bidang baik ekonomi,
pendidikan, hukum dan politik. Negara yang hidup damai dan bisa saling
menghargai akan menjadi medan kebencian, caci maki, fitnah, mengambil
hartanya bahkan membunuhnya dengan bom-bom seperti dimedan perang
terhadap rakyat sipil, rakyat kecil yang tidak mengetahui apa-apa
tentang itu. Seharusnya mereka dapat membedakan, memisahkan dan memilah
kondisi sosial politik umat Islam dalam suatu negara, tidak menempat kan
semua negara dalam kondisi perang. Karena Alquran dan sunnah juga
mengaturnya secara detail tentang perbedaan stuasi dan kondisi dalam
masyarakat. Umat Islam yang bijak mampu menempatkan diri pada varian
stuasi itu dengan benar. Dari uraian singkat tentang pendekatan sejarah
dapat disimpulkan mengapa Islam transnasional Perilaku agamanya
cenderung radikal dan mudah mengkafirkan sesamanya karena kehidupan
mereka sejak kecil sampai buyut dibesarkan dalam suasana peperangan.
Pemahaman
tentang keharusan menjadikan syareat Islam dalam tatanan sosial juga
sering memicu radikalisme dan kekerasan terhadap keyakinan dan Perilaku
umat selainnya. Secara sederhana mereka memandang bahwa syareat Islam
yang terdapat dalam Alquran dan sunnah berasal dari Allah yaitu zat yang
maha besar, pencipta alam semesta dan zat yang bebas dari kesalahan dan
kemubadhiran. Mereka yang lebih mementingkan hawa nafsu, ilmu
pengetahuan dan akalnya menolak syareat Islam, berarti tidak mempercayai
kebesaran Allah. Mereka ditempatkan sebagai orang-orang kafir dan
syirik karena memandang akal manusia lebih tinggi dari Allah, sumber
kerusakan dimuka bumi, sehingga harta dan jiwanya menjadi halal. Syareat
Islam ditempatkan sebagai tolok ukur suatu ormas, parpol atau negara
sebagai umat Islam atau kafir, akibatnya sangat luar biasa menyedihkan.
Ketika pancasila menjadi dasar negara lewat dialog ilmiah dan ada 40 %
perwakilan umat Islam di BPUPKI, PPKI dan sidang konstituante selama 4
tahun dan ketika azas tunggal pancasila diberlakukan bagi ormas dan
parpol. Radikalisme sejak tahun 1948 yang diwakili hisbullah dibawah
pimpinan kartosuwiryo, melepaskan diri dari kesatuan republik Indonesia
yang dipandang negara kafir. Mereka melakukan perlawanan militer
terhadap pemerintah yang ada sampai akhirnya dikalahkan, perlawanan itu
terus dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan sembunyi sembunyi,
diwakili oleh NII dan perwakilan jamaah Islamiyah di Indonesia, ribuan
umat Islam meninggal dunia. Realitas ini menjadikan partai partai Islam
terpuruk, pada tahun 1955, dengan diwakili oleh masyumi Umat Islam mampu
memperoleh suara 40 % lebih. Namun pada pemilu kemarin dengan diwakili 4
partai hanya memperoleh suara 22 %.
Kalau
menurut saya, kesalahan pemahaman diatas karena mereka memandang bahwa
ajaran Allah hanya terdapat pada Alquran dan sunnah saja, sedangkan ilmu
pengetahuan, produk-produk akal dan tekhnologi bukan merupakan ajaran
Allah, terbukti mereka masih membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Sebenarnya dalam Alquran Allah banyak memerintahkan kepada umatnya agar
berpijak kepada, saat tertentu Allah menggunakan istilah wahyu, saat
lain menggunakan quran, pada masa tertentu menggunakan syareat,
terkadang juga menggunakan hukum sunatullah, rasulullah, sunnah nabi
nabi dahulu, ilmu pengetahuan, akal dan hukum keseimbangan (dalil
dalilnya tidak dirinci disini). Dari sini membuktikan bahwa pengetahuan,
nilai, ajaran dan tekhnologi yang tidak tertulis secara teks dalam al
quran dan sunnah juga merupakan ajaran Allah, seperti produk produk
tekhnologi, komputer, satelit, nilai-nilai profesionalisme, pengembangan
pendidikan dan pola pembelajaran serta pengembangan genetik pada
tumbuhan dan hewan dls. bisa jadi teks-teks Alquran dan sunnah yang
sifatnya kondisional sekarang sudah bukan lagi syareat yang menjadi
pijakan universal. Misalkan dalam peperangan saat ini kita tidak perlu
lagi menggunakan kuda dan pedang, meskipun ada teks intruksi dalam
Alquran dan sunnah, karena sifatnya kondisional. Dari uraian, hampir
bisa dipastikan bahwa nilai nilai yang terkandung di dalam pancasila
merupakan ajaran Allah yang wajib dijadikan pijakan seperti perintah
berpijak pada pengetahuan. Jika pancasila dimasukkan pada bidang
pengetahuan adalah pengetahuan dasar tentang nilai-nilai kehidupan
berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Realitas bangsa Indonesia
yang amburadul banyak kemaksiatan, kemungkaran dan korupsi, tidak ada
hubungannya dengan pancasila melainkan pada orang yang menerapkannya
tidak konsisten. Seperti umat Islam hari ini juga mengalami kemiskinan,
ketertinggalan dalam berbagai hal, khususnya ilmu dan tekhnologi.
Kemaksiatan dan korupsi di Indonesia sebagian besar dari umat Islam
bahkan banyak dari partai agama dan departemen agama Islam, kerusakan
ini bukan karena ajaran Alqurannya melainkan orang-orangnya yang tidak
sanggup melaksanakan ajaran Alquran.
Pemahaman
tentang khilafah yang memandang keharusan umat Islam diseluruh dunia
terikat dalam satu pemerintah dan negara, seperti masa pemerintahan
rasulullah saw atau 4 Khulafaur rosyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah,
juga dapat memicu radikalisasi dan pengkafiran umat selainnya jika
mereka menempatkan pemikiran itu sebagai ajaran Islam yang bersifat
universal dan kewajiban bagi negara-negara Islam menyatukan diri dalam
khilafah.
Sepanjang
pengetahuan saya, Allah tidak pernah mengharuskan model atau format
organisasi umat Islam apakah berbentuk organisasi bangsa atau organisasi
yang bersifat mendunia begitu juga dalam pemerintahannya apakah
berpijak pada demokrasi atau kerajaan. Meskipun dalam sejarah model
organisasi Islam yang diperagakan umat Islam mulai masa Nabi Muhammad
SAW sampai berakhirnya pada masa turki usmani, bersifat mendunia, tapi
pertimbangannya bukan nilai universal dari Allah dan rasulnya melainkan
tuntutan alamiah dari pengembangan dakwah dan penaklukan daerah daerah
oleh kekuasaan Islam saat itu. Seperti negara Eropa, khususnya Inggris
yang melakukan penaklukan terhadap daerah daerah di Asia dan Amerika
maka secara alamiah daerah taklukan itu menjadi bawahan pemerintahan
negara Inggris. Karena biaya dan pengorbanan perang yang dikeluarkan
sangat mahal dan ketika daerah Islam sangat luas dan pemerintah pusat
tidak dapat menjangkaunya. Pada sisi lain dapat menghambat kemajuan dan
ada kebutuhan identitas dari daerah daerah Islam akan rasa
kebangsaannya, maka saat itu pembubaran khilafah menjadi suatu yang
rasional. Hal ini wajar dalam tradisi hukum Islam, seperti penghapusan
kawin mut ah dan penghapusan harta rampasan perang yang dilakukan oleh
Umar bin khotob karena ada tuntutan alamiah untuk kemajuan dan moral
Islam, meskipun pernah dilakukan oleh pendahulunya.
Berdasarkan hasil penelitian yang di-release dan
diedarkan oleh Badan Intelejen Nasional (BIN), ideologi Islam berhaluan
neo-fundamentalis kini populer disebut dengan ideologi Islam
transnasional tersebut dapat dicirikan sebagai berikut:
1. Bersifat antar-negara (Transnasional)
2. Konsep gerakan tidak lagi bertumpu pada nation-state, melainkan konsep ummah.
3. Didominasi oleh corak pemikiran skripturalis, fundamentalis atau radikal
4. Secara parsial mengadaptasi gagasan dan instrumen modern.
Beberapa
ciri ideologi dan organisasi Islam yang masuk dalam kelompok Islam
transnasional dan kaki tangan kelompok ini, yang ada di Indonesia menurut Badan Intelejen Indonesia (BIN) adalah:
- 1.Ikhwanul Muslimin,
- 2.Hizbut Tahrir,
- 3.Jihadi,
- 4.Salafi Dakwah dan Salafi Sururi,
- 5.Jama’ah Tabligh serta
- 6.Syi’ah.[3]
III Pengaruh Ajaran Islam Transnasional Terhadap Kehidupan Umat.
- a.Konflik Antar Sesama Umat Islam.
Umat,
organisasi atau partai Islam yang menerima pancasila sebagai dasar
kehidupan berbangsa, dipandang sebagai orang kafir, halal darah dan
hartanya, oleh karena itu mereka dengan berbagai cara mengambil
harta-harta kekayaan NU dan Muhammadiyah, sebagai mana disampaikan ketua
PBNU Masdar F Mas’udi kepada wartawan di kantor wahid institut , jalan
taman amir hamzah Jakarta, ditulis ulang di buku Ilusi negara Islam. :
kehidupan agama agama di Indonesia semakin tidak aman, sekelompok orang
yang mengatas namakan Islam, telah serampangan mengambil alih masjid
masjid milik warga NU dengan alasan bid’ah dan aliran sesat.
Pengambilalihan yang dimaksud, kata masdar berbentuk pergantian para
takmir masjid yang selama ini di isi oleh warga NU, lalu tradisi ritual
keagamaan khas NU pun diganti. Ia mengatakan hampir ratusan masjid yang
diambil alih. masdar mensinyalir hal itu dilakukan oleh kelompok garis
keras, kaum fundamentalis, ia menyerukan kepada warga NU untuk mengambil
kembali masjid-masjid tersebut. Menurut Hasyim Muzadi, fenomena diambil
alihnya masjid-masjid milik warga NU oleh kelompok Islam ekstrem,
menurutnya mereka tidak mampu membuat masjid sendiri dan sering mem
bid’ahkan dan mengkafirkan warga NU ( idem ). Pada tanggal 29 april
2007, beliau mendesak pemerintah untuk mencegah masuknya ideologi
transnasional ke Indonesia baik dari barat maupun dari timur. Almarhum
Pak Ud ( sapaan pengasuh pesantren tebu ireng jawa timur KH. M Yusuf
hasyim ) pernah meminta saya untuk memotong masuknya ideologi
transnasional karena sama-sama merusak NU dan Indonesia. pada acara yang
digelar pimpinan pusat lembaga dakwah NU bekerja sama dengan departemen
agama, juga mengatakan “ Kelompok Islam dengan ideologi transnasional
pada umumnya menolak toleransi atau sikap saling menghormati, hal itulah
yang kemudian bisa memicu terjadinya konflik antar umat beragama “
Muhammadiyah juga tidak lepas dari sasaran Islam transnasional, tidak
hanya masjid yang diambil melainkan badan-badan usaha dan kader serta
simpatisannya. Artikel Abdul Munir Mulkhan di Suara Muhammadiyah telah
mendorong Farid Setiawan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk
mendiskusikan lebih luas infiltrasi garis keras ke dalam Muhammadiyah
melalui beberapa artikelnya yang dimuat di Suara Muhammadiyah, seperti:
Ahmad Dahlan Menangis (tanggapan terhadap tulisan Abdul Munir Mulkhan)[4], Tiga Upaya Mua’allimin dan Mu’allimat.[5]
Tulisan artikel Abdul Munir Mulkhan dan Farid Setiawan telah memancing
sikap pro-kontra dikalangan pengurus Muhammadiyah, yang akhirnya
mendorong salah seorang Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir
untuk melakukan klarifikasi melalui buku tipis tentang sikap
Muhammadiyah terhadap sinyalemen inflitrasi Islam garis keras. Tiga
bulan setelahnya, Pengurus Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Surat
Keputusan (SKPP)Muhammadiyah Nomor 149/Kep/I.0/B/2006,[6]
untuk menyelamatkan Muhammadiyah dari berbagai tindakan yang merugikan
Persyarikatan dan membebaskannya dari pengaruh, misi, infiltrasi, dan
kepentingan partai politik yang selama ini mengusung misi dakwah atau
partai politik bersayap dakwah.[7]
Ahmadiyah juga menjadi korban pengkafiran, pembubaran dan penganiayaan
sebagaimana yang terjadi di Monas tanggal 1 juni 2008, di Cekesik
pendelang Banten pada 6 pebruari tahun 2011, memakan 3 orang korban
tewas dan 5 orang luka luka. Jika sesama umat Islam diperlakukan seperti
itu apalagi umat lain yang berbeda agama dan keyakinan, mereka tidak
segan segan diserang dengan bom-bom pada saat natal dan tahun baru,
puncaknya pada tragedi perang umat Islam dan nasrani di poso dan Ambon
yang memakan banyak korban, kerugian tidak hanya pada kehilangan jiwa,
melainkan tidak berjalannya kegiatan ekonomi, pendidikan dan sosial.
dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam
transnasional hanya menimbulkan perpecahan dikalangan umat Islam, umat
selain Islam dan kehidupan bangsa Indonesia pada umumnya.
iv. Pemecahan
- 1.Pemikiran.
Terus
menerus melakukan pembanding pemikiran terhadap ideologi transnasional
dengan etika, profesional dan ilmiah, khususnya tentang substansi negara
Islam dan keharusan penggunaan syari ah sebagaimana yang ada dalam teks
Alquran dan sunnah, untuk melakukan itu tidak mudah, perlu pendalaman
ekstra, karena umat Islam pada umumnya termasuk NU dan Muhammadiyah
dalam menempatkan fekih syari ah, tidak ada perbedaan dengan Islam
transnasional, oleh karena itu mereka mudah masuk di MUI, sebagian besar
ulamanya dari NU dan kader kader Muhammadiyah sebagaimana dijelaskan
diatas dan keduanya pernah memperjuangkan syariah Islam sebagai dasar
negara Indonesia, oleh karena itu mereka tidak pernah menyentuh ideologi
diatas, kemarahan NU dan Muhammadiyah terhadap Islam transnasional
disamping mengkafirkan juga mengambil aset dan kadernya. Aliran Islam
yang menentang ideologi Islam transnasional dengan menolak negara Islam
dan syariah ( teks ) adalah Jaringan Islam liberal yang diketuai ulil
absar, tapi mereka justru dijadikan bulan-bulanan baik dalam dakwah dan
politik, oleh Islam transnasional dengan menggunakan tangan MUI,
didalamnya termasuk NU dan Muhammadiyah menyatakan bahwa jaringan Islam
liberal termasuk aliran sesat. dalam slogannya secara terbuka
menginginkan “ Indonesia tanpa JIL “ dan menjadikan sebagai tuduhan bagi
aliran Islam rasional yang menentangnya. Termasuk anak-anak yayasan
alkahfi, pernah difitnah sebagai JIL lewat majalah suara Hidayatullah,
karena tidak terbukti ia menyediakan hak jawab dan permohonan maaf
bahkan ada yang sampai pada gugatan hukum. Jika umat Islam mampu
menjelaskan dengan cara rasional, ilmiah yang didasarkan pada Alquran
dan sunnah tentang kekeliruan mendudukkan negara Islam dan syariah
Islam, insya Allah semua pihak akan menerimanya.
- 2.Hukum.
Keharusan
menggunakan pancasila dalam kehidupan berorganisasi, baik ormas, parpol
dan kehidupan berbangsa akan menjadi hambatan Islam transnasional masuk
ke Indonesia karena dipandang dapat mengkafirkan. Terbukti pada saat
masa orde baru, ketika presiden suharto memberlakukan asas tunggal,
hampir tidak muncul atau tidak ada aliran transnasional. Aliran ini
muncul sangat kuat justru ketika asas tunggal dihapuskan. Semua ormas
boleh menggunakan asas apapun tapi masih ada pengecualian yaitu
komunisme. Tapi bagi umat Islam yang memandang nilai nilai pancasila
tidak bertentangan dengan Alquran dan sunnah tentu tidak ada masalah.
Pada kehidupan sehari hari dalam perjanjian kontrak rumah, perjanjian
bisnis, perjanjian pembelian alat alat transportasi tidak menggunakan
Alquran dan sunnah, melainkan pada hal hal yang saling menguntungkan dan
menjaga hak masing masing. Pengawasan sumber dana dari negara asing ke
organisasi organisasi di Indonesia, yang merupakan alat pengembangan
Islam transnasional, lebih ditingkatkan, sanksinya diperberat dan
moralitas para penegak hukum lebih dikontrol, jalan ini insya Allah
dapat menghambat pengembangan nya
- 3.Mengimbangan kegiatan mereka.
Kekalahan
Islam kebangsaan dibandingkan Islam transnasional adalah semangat dan
militansinya, terbukti meskipun NU dan Muhammadiyah mengerahkan
kemampuannya membendung Islam transnasional, pengikut mereka semakin
luas, hal ini dapat dipastikan karena mesin mesin dakwah mereka tidak
berjalan, sebab disektor itu tidak ada kompensasi uang, jika
dibandingkan dengan kegiatan selainnya seperti mengajar atau bisnis.
Dalam majalah kompas pernah diangkat kenapa sekolah SLTA dan perguruan
tinggi sebagian besar dipegang oleh Islam transnasional, karena tidak
ada aliran Islam kebangsaan, seperti NU dan Muhammadiyah yang masuk
disana. Hal ini dapat dipastikan karena tidak ada program organisasi dan
tidak ada uangnya. Justru sekarang yang dipikirkan bagaimana mesin
mesin dakwah di SLTA, perguruan tinggi, di instansi pemerintah dan
perusahaan asing bisa menjadi program prioritas dan ada kompensasi
materialnya.
- 4.Kerja sama aliran Islam kebangsaan dalam membendung gerakan transnasio nal.
Bilamana
mereka memiliki semangat membendung ajaran transnasional dengan kerja
sama NU dan Muhammadiyah yang kadernya cukup banyak lewat pembagian
tugas akan mampu membendung nya. Tapi sekali lagi kerja sama itu sulit
dilakukan karena aliran Islam kebangsaan juga memiliki perbedaan
spritual, fekih dan budaya yang sulit disatu kan dalam kerja sama.
traumatis kerja sama umat Islam dalam masyumi, masih menghantui dan
menimbulkan rasa pesimis. Seharusnya untuk kepentingan yang sama dan
untuk pemecahan masalah kebangsaan yang efeknya cukup besar, Islam
kebangsaan harus bisa bersatu dan bekerja sama.
Demikian semoga bisa menjadi masukan bagi umat Islam kebangsaan dalam membendung Islam transnasional.
[6]Antara
lain isinya: “…Muhammadiyah pun berhak untuk dihormati oleh siapa pun
serta memiliki hak serta keabsahan untuk bebas dari segala campur
tangan, pengaruh dan kepentingan pihak manapun yang dapat mengganggu
keutuhan serta kelangsungan geraknya (Konsideran poin 4). Segenap
anggota Muhammadiyah perlu menyadari, memahami, dan bersikap kritis
bahwa seluruh partai politik di negeri ini, termasuk partai yang
mengklaim diri atau mengembangkan sayap/kegiatan dakwah seperti Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) adalah benar-benar partai politik. Setiap
partai politik berorientasi meraih kekuasaan politik. Karena itu, dalam
menghadapi partai politik manapun kita harus berpijak pada Khittah
Muhammadiyah dan harus membebaskan diri dari serta tidak menghimpitkan
diri dengan misi, kepentingan, kegiatan, dan tujuan partai politik
tersebut (Keputusan poin 3).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar