MEDIA ONLINE IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH BIMA

Sabtu, 21 Maret 2015

Rezim Jokowi

Rezim Jokowi: Antara Korupsi dan Aliran Sesat

Rezim Jokowi: Antara Korupsi dan Aliran Sesat [2]Sebaiknya para ulama atau da’i di Indonesia tetap terus mendakwahi Jokowi agar dia terlepas dari sejarah hitam atau latar-belakang keluarganya

KINI sudah empat presiden yang menggantikan Prof Dr Ing BJ Habibie sebagai Presiden Indonesia, namun apa perubahan dan pembaharuan yang telah mereka lakukan?
Inilah pertanyaan yang terus terbersit dalam fikiran rakyat Indonesia, terutama oleh pengamat dan analis politik serta pakar ekonomi.


Semasa BJ Habibie menggantikan Soeharto banyak reformasi dan perubahan yang dilakukan; mulai dari dibolehkannya kembali menggunakan Islam sebagai dasar atau asas perjuangan partai politik dan ormas-ormas Islam serta berdirinya beberapa partai politik Islam dan bernuansa Islam.
Dalam bidang ekonomi turunnya nilai atau kurs dollar dari Rp 18.000,- turun menjadi Rp 6.500,- persatu dollar US.

Dalam bidang kebebasan bersuara dan media, boleh berdemontrasi dan media cetak atau elektronik bebas dalam batas dan garis yang bias dipertanggungjawabkan, walaupun selalu juga kebablasan tanpa kawalan akhlak dan moral, begitu dikuranginya sistim protokoler dan pengawalan serta pengamanan presiden yang sangat berlebihan, Habibie begitu akrab dengan awak media yang ditugaskan di lingkungan istana dan meliput kegiatan presiden dan para menteri.

Presiden juga bisa bercanda dan bergurau dengan pimred dan awak media lainnya, inilah kelebihan BJ Habibie seorang Muslim yang shaleh. Ini nampak berbeda dengan presiden sebelum dan sesudahnya. Termasuk mantan Presiden SBY dan kini Presiden Jokowi. Hanya faktanya, Jokowi saat ini adalah Presiden Indonesia.

Bagaimanapun, kita harus tetap kritis mengkritik dan  menegur kebijakan Jokowi tentu dengan cara yang beradab dan sopan. Sebab, menegur ini karena firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam rangka amar makruf nahi munkar.

Memang Jokowi tidak jadi melantik Jenderal Polisi Drs Budi Gunawan, menggantinya dengan Komjen Drs Badrodin Haiti, tetapi pada masa yang sama Jokowi mengganti dua orang pimpinan KPK dengan tiga orang Plt yang berdasarkan informasi dua orangnya tetap bermasalah.
Apakah ini untuk melindungi orang-orang di belakang Jokowi yang bermasalah dengan kasus BLBI dan lain-lainnya?

Bagaimana pula dengan citra atau imej Jokowi yang dikenal bersih atau anti korupsi ini?
Sebaiknya para ulama atau da’i di Indonesia tetap terus mendakwahi Jokowi agar dia terlepas dari sejarah hitam atau latar-belakang keluarganya. Lebih afdhal lagi jika kita berhasil memisahkan Jokowi dengan PDI-P yang jelas fakta sejarahnya bermula dengan PNI, di mana dikenal sangat tidak mesra dengan Islam dan gerakan-gerakan Islam.

Tiada artinya ‘Revolusi Mental’ yang menghabiskan dana Rp 14 trilyun, jika pijakan  atau dasar revolusi mental itu saja tidak jelas.
Sebaiknya, Jokowi yang sudah menunaikan haji dan umrah ke Makkah ini alangkah baiknya kembali kepada Islam yang syumul, dengan segenap dimensi dan segala aspeknya. Ke depan Jokowi tiada pilihan lain kecuali memantapkan diri dan pemerintahannya dengan sinergi iman yang mantap dan kuat kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Kita harus jujur mengatakan Jokowi memang bukanlah seorang intelektual apalagi cendikiawan. Walaupun dia seorang insinyur kehutanan, makanya perlu mengasah dirinya dengan lebih cermat dan bijak untuk berfikir dan bertindak lebih intelektual, untuk akhirnya menjadi seorang cendikiawan yang mampu berfikir lebih matang dan lebih dewasa. Sehingga nantinya dia bukan hanya sebagai politikus tetapi akan naik kelas menjadi negarawan.

Bukan hanya berfikir untuk kepentingan diri sendiri keluarga dan partainya, tetapi lebih mengutamakan kepentingan agama untuk kesejahteraan rakyatnya. Barulah dia akhirnya dia dicintai dan disayangi oleh mayoritas rakyatnya, barulah rakyat menilai Jokowi bukan seorang pemimpin yang lamban dalam berfikir bersikap dan bertindak.

Waktu yang ada ini seharusnya digunakan sebaik-baiknya oleh Jokowi untuk menunaikan janji-janjinya. Jokowi juga harus mampu melakukan pembaharuan dan reformasi, terutama dalam memperbaiki ekonomi dan kembali mempertahankan nilai kurs rupiah, atau melakukan tindakan menggunting nilai rupiah dari Rp 1000 menjadi Rp 1 tetapi dengan syarat berhentilah untuk melakukan percetakan uang rupiah, yang semakin melorot dan menjunam ke perut bumi, insya Allah semoga.

Dalam hal ini pemerintahan Jokowi harus tegas membantu Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ormas Islam lainnya, untuk menghadapi agama dan aliran sesat lainnya, yang jelas meresahkan dan mengoyakkan akidah dan fikrah umat Islam, yang selama ini dinilai harmonis dan aman damai, tanpa adanya gangguan dan ancaman dari luar. Wallahu’alam.*

Penulis aktivis gerakan Islam,IMM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar